Bab 261
Nathan baru menyadari bahwa pil anti
mabuk itu pasti buatan Dokter Bayu, kakeknya Tiara.
Pil ini tidaklah langka. Siapa pun
yang punya pengetahuan tentang pengobatan kuno pasti bisa membuatnya.
"Lalu, kenapa kamu berpura-pura
mabuk padahal kamu sudah sadar?" tanya Nathan sambil menatap Tiara dengan
aneh.
Wajah mungil milik Tiara pun makin
memerah. Dia menundukkan kepalanya dan tidak menjawab.
Setelah beberapa saat, barulah dia
berkata dengan malu, "Aku ingin kamu... mengantarku pulang."
Seakan takut Nathan salah paham, dia
buru-buru menjelaskan, "Bukan seperti yang kamu pikirkan. Murni hanya
karena aku merasa nggak aman pulang sendirian, apalagi setelah
minum-minum."
"Lagi pula, kamu juga akan
mengantar Regina pulang, kenapa nggak sekalian mengantarku juga?"
Nathan tertawa dan berkata,
"Tenang saja, aku nggak bakal berpikir banyak. Kamu dan Nona Regina
sama-sama mabuk. Tanpa perlu kalian bilang pun, aku pasti akan mengantar kalian
pulang dengan selamat."
"Kemudian, kamu juga tahu hal yang
terjadi selanjutnya, " ucap Tiara.
"Kamu mengantarku pulang. Begitu
kamu keluar, Brian langsung menyelinap masuk."
"Jujur saja, aku sempat panik
dan marah."
"Untungnya kamu datang tepat
waktu. Kalau nggak, aku nggak tahu harus berbuat apa."
"Kamu terjaga sepanjang waktu.
Bajingan ini sudah ingin menodaimu, tapi kamu masih diam saja? Seharusnya kamu
menolak dan mengancamnya akan menyerahkan masalah ini pada Dokter Bayu!"
kata Nathan.
Tiara menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Kalau masalahnya semudah itu, aku juga nggak perlu ambil pusing
lagi."
"Justru karena Brian adalah
kakak seperguruanku dan juga murid pertama kakekku, aku baru bersabar selama
ini."
Nathan mengangkat alisnya.
"Tiara, kakak seperguruanmu sudah mencoba melakukan hal yang nggak senonoh
padamu, apa kamu takut kakekmu tahu?"
Tiara menghela napas dan berkata,
"Aku nggak takut, tapi aku akan berusaha keras agar skandal keluarga ini
nggak diketahui semua orang."
"Kakekku adalah orang yang
sangat menghargai reputasi. Apalagi, Brian juga murid pertama kakekku."
"Kalau aku beri tahu kakekku
tentang sifat aslinya, Keluarga Wijaya kami pasti akan menjadi bahan
pembicaraan banyak orang."
"Aku juga takut masalah ini akan
menimbulkan kebencian di antara kakekku dan Brian. Terakhir, akan menyebabkan
Keluarga Wijaya terpecah belah."
Nathan mendengus dingin.
"Bukankah Brian hanya murid kakekmu? Memangnya dia begitu hebat?"
Tiara tersenyum pahit dan berkata,
"Kakekku sudah melepaskan banyak urusan Keluarga Wijaya dan menyerahkannya
pada Brian untuk ditangani."
"Prestise dan pengaruh Brian di
Keluarga Wijaya kami hanya berbeda jauh dari kakekku. Apalagi, aku sendiri juga
nggak bisa menandinginya."
"Alasan aku terus diam dan
bersabar selama ini juga karena aku khawatir Keluarga Wijaya kami akan
mengalami pertikaian internal."
"Jadi, apa rencanamu ke
depannya? Apa kamu akan terus bersabar?" tanya Nathan.
Tiara menarik napas dalam-dalam dan
menggertakkan giginya, "Tentu saja aku nggak akan bersabar selamanya. Aku
akan cari kesempatan dan mengatakan pada Brian kalau aku nggak menyukainya. Aku
akan membuatnya menyerah."
Nathan menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Aku rasa kakak seperguruanmu ini bukanlah tipe orang yang akan
menyerah begitu saja."
"Dia punya obsesi tinggi. Kalau
nggak bisa mendapatkannya, mungkin dia akan melakukan hal-hal di luar
logika."
Tiara menarik napas dalam-dalam dan
berkata dengan tegas, "Sekalipun begitu, aku juga nggak mungkin memaksakan
diri untuk memenuhi keinginannya."
"Aku selalu menganggap Brian
sebagai kakakku. Tapi perilakunya kini makin berlebihan. Sekarang dia sudah
membuatku merasa jijik."
Nathan berdiri dan berkata,
"Sudah larut malam. Aku harus pulang. Kamu beristirahatlah. Kalau kelak
kamu butuh bantuanku, hubungi aku saja."
Tiara tersenyum. "Nathan, terima
kasih sudah kembali menyelamatkanku malam ini."
Nathan melambaikan tangannya dan
segera meninggalkan kediaman Wijaya.
Pria itu juga memahami kesulitan yang
dihadapi Tiara.
Keluarga bangsawan sangat menghargai
reputasi dan paling takut aib keluarga mereka terbongkar.
Namun menurut Nathan, akan lebih baik
jika bajingan seperti Brian itu disingkirkan secepatnya.
Bisa-bisanya Brian punya keinginan
untuk menodai cucu gurunya sendiri Sekalipun dia murid yang sangat berbakat,
siapa yang bisa menoleransi hal seperti itu terjadi?
No comments: