Bab 286
Tetua Rafan berkata dengan heran,
"Hanya berdasarkan bocah itu, yang mana terlihat lemah dan nggak
berkemampuan, apa mungkin dia bisa membunuh kaki tangannya Simon? Aku rasa
Arjun sengaja mengelabui kita."
Nayana mencibir dan menggelengkan
kepalanya, "Nggak mungkin. Nathan juga sempat membuat gempar di kediaman
Halim."
"Dia berhadapan langsung dengan
tetua Keluarga Halim, tapi mampu meninggalkan kediaman Halim tanpa terluka
sedikit pun. Menurut kalian, apa orang biasa bisa melakukan hal ini?"
Tetua Rafan tidak berbicara lagi dan
mengerutkan kening.
Tetua Analin lainnya juga ikut
menimpali, "Tapi Nyonya Nayana, Sirion milik Simon sangatlah kuat.
Bukankah akan lebih baik kalau kita tetap bersikap netral? Kalau kita bergabung
dengan Gluton-nya Arjun, bukankah termasuk bermusuhan langsung dengan
Simon?"
"Aku juga punya pemikiran yang
sama denganmu sebelumnya," ucap Nayana.
"Tapi Nathan benar. Simon sangat
ambisius dan suka berkhianat. Kalau kita hanya duduk diam dan nggak melakukan
apa pun, begitu dia mengatasi Arjun, kita pasti akan mendapat masalah."
"Saat itu, Analin kita-lah yang
akan dirugikan."
Tetua Rafan berkata dengan cemas,
"Memang benar, tapi Sirion bukan hanya ada Simon saja, tapi juga ada
Julian."
"Seberapa besar peluang menang
kalau Gluton dan Analin bergabung?"
Nayana tersenyum misterius dan
berkata dengan santai, "Semuanya, kembalilah beristirahat. Kalian nggak
perlu khawatir seberapa besar peluang menang kita. Tenang saja."
"Penampilan Nathan benar-benar
mengejutkanku malam ini. Saat dia mengungkapkan triknya, bocah ini sungguh
menakutkan!"
Tetua Rafan mengerutkan kening, lalu
melirik Nayana sekilas. Begitu menyadari pipi Nayana memerah, dia pun berkata
sambil menggodanya, "Nyonya Nayana, kamu sudah melajang begitu lama, apa
kamu tertarik pada bocah tampan itu?"
Rona merah di pipi Nayana makin
jelas. Dia berkata dengan suara kecil, "Tetua Rafan, bukankah kamu sudah
terlalu mengkhawatirkan masalahku?"
"Selain itu, aku juga seorang
janda. Aku harus menanggung beban berat Analin. Tahukah kamu seberapa besar
tekanan yang aku rasakan selama ini?"
"Bersenang-senang dengan pria
yang kusukai, seharusnya bukan hal yang salah, 'kan?'
Tetua Rafan berdehem dan berkata
sambil tersenyum kecut, "Nyonya Nayana, sebagai bawahanmu, kami tahu
kesulitanmu."
"Tapi berdasarkan statusmu, kamu
boleh bermain-main dengannya, tapi jangan menganggapnya terlalu serius."
"Bocah bernama Nathan itu memang
pintar dan tahu sedikit bela diri. Tapi yang pantas menjadi kekasihmu, hanyalah
putra keluarga bangsawan ataupun lelaki dengan status tinggi."
Beberapa tetua lainnya juga
sependapat. "Benar sekali. Nyonya Nayana, status dan jabatan Anda nggak
boleh sembarangan diberikan pada bocah nggak dikenal."
"Setidaknya orang itu harus
punya status setara dengan Analin kita. Pria seperti itulah yang layak untukmu,
Nyonya Nayana."
Nayana mendengus pelan dan berkata
sambil tersenyum, "Bagaimana kalau aku hanya tertarik pada Nathan?"
Tetua Rafan mendengus. "Nyonya
Nayana, kami akan menyetujui bocah itu bersamamu, tapi dengan syarat, dia harus
punya sesuatu yang membuat Analin tertarik."
"Kalau hanya mengandalkan mulut
besar dan wajah tampannya, itu masih belum cukup."
Nayana berkata dengan jengkel,
"Sudahlah. Lihatlah penampilan kalian yang nggak berguna itu."
"Aku memang ingin tidur dengan
bocah itu malam ini."
"Aku sudah begitu inisiatif,
tapi dia nggak bergeming. Bocah itu menolakku berulang kali dan hampir
membuatku kehilangan harga diri."
Tetua Rafan mengelus jenggotnya dan
mencibir. "Anak muda zaman sekarang pintar bermain tarik ulur."
"Nyonya Nayana, bocah itu
mempelajari trik itu dari internet dan menolakmu, tapi sebenarnya dia hanya sok
jual mahal saja. Lucu sekali."
No comments: