Bab 266
Edward berkata sambil memasang
ekspresi meledek, " Emilia, jarang-jarang lihat gadis cantik sepertimu
begitu marah."
"Kamu ingin aku melepaskan
Keluarga Sebastian, 'kan? Gampang saja. Segera alokasikan dua triliun dari Grup
Sebastian untuk membantu Keluarga Halim."
Tanpa perlu mempertimbangkannya,
Emilia langsung menolak. "Dua triliun? Bukankah persyaratanmu terlalu
tinggi? Grup Sebastian nggak punya uang sebanyak itu."
Bukankah dua triliun sama dengan
meminta nyawa Grup Sebastian?
Keluarga Halim sungguh kejam!
Edward tersenyum sinis dan berkata,
"Jangan buru-buru menolakku karena aku masih belum menyelesaikan kata
-kataku."
"Grup Sebastian bukan hanya
harus mengalokasikan dua triliun untuk Keluarga Halim, tapi kamu juga harus
menikah denganku dan menjadi wanitaku."
Emilia sangat marah. "Edward,
jangan harap!"
Tamara juga berteriak, "Benar,
jangan harap!"
"Putriku begitu cantik dan
polos. Apa kamu nggak bisa bercermin dan melihat dirimu sendiri? Memangnya kamu
pantas bersanding dengannya?"
Edward langsung menamparnya dengan
keras.
Tamara menjerit kesakitan. Lantaran
pukulannya sangat keras, dia bahkan sempat berguling dua kali di lantai.
Dia menangis tersedu-sedu. Matanya
memerah. Dia hanya menatap tajam Edward, tetapi tidak berani bertindak lagi.
Ada air mata yang menggenangi pelupuk
mata Emilia. Dia tidak bisa menahan lebih lama lagi. "Ibu!"
"Emilia, sekalipun harus mati,
kita juga nggak akan membiarkan bajingan ini berhasil," ucap Tamara dengan
penuh benci.
Edward yang berulang kali ditolak
tidak bisa menahan amarahnya lagi. Pria itu langsung berteriak, "Emilia,
kalau kamu nggak setuju."
"Aku akan habisi adikmu dulu,
lalu mencampakkan ibumu ke kolong jembatan sana. Orang-orang tua di bawah
jembatan paling suka wanita paruh baya montok seperti ibumu!"
"Kamu sendiri, jangan kira bisa
lolos dari genggamanku. Aku harus memilikimu hari ini. Jangan harap ada orang
yang bisa menyelamatkanmu."
Emilia tampak putus asa.
Dia menaruh harapannya pada keluarga
utama dari Naroa, tetapi orang-orang dari keluarga utama masih belum datang.
Sebaliknya, Edward telah datang
mengancam mereka di sini.
Emilia dan juga Keluarga Sebastian
sudah tidak punya jalan keluar lagi.
Edward berkata dengan nada dingin,
"Aku beri kamu waktu satu menit untuk memikirkannya."
"Setujui persyaratanku atau
nggak, aku akan bunuh adikmu."
Ken memegangi perutnya dan meraung
dengan gigi terkatup, "Kak, jangan khawatirkan aku. Kalau bajingan itu
punya nyali, biarkan dia membunuhku saja. Kalau dia nggak bisa membunuhku, aku
akan melawannya sampai akhir."
Tatapan mata Edward berubah tajam,
lalu dia mengangkat tangannya, "Kemarilah, potong lidahnya dulu."
Dua master Keluarga Halim maju ke
depan sambil tersenyum sinis. Mereka langsung menarik Ken.
Dahi Emilia dipenuhi keringat dingin,
"Tunggu sebentar!
Edward tersenyum dan berkata,
"Kenapa, Emilia? Kamu sudah membuat keputusan? Baguslah. Katakan jawabanmu
padaku. Setuju atau nggak?"
Emilia menatap kondisi keluarganya
yang menyedihkan dan perlahan memejamkan matanya.
Tidak ada yang bisa dia perbuat lagi.
Dia hanya bisa menyetujui persyaratan Edward.
Air mata mengalir dari sudut matanya.
Bibirnya juga bergetar.
"Baiklah, aku se...."
Tiba-tiba terdengar suara erangan
dari luar.
Sebelum sempat berbicara, dua
pengawal Keluarga Halim yang berjaga di luar langsung terpental masuk ke dalam.
Mata Edward berubah dingin. Dia pun
berteriak, "Siapa?"
Emilia dan keluarganya sangat gembira
"Pasti anggota keluarga utama
kita sudah tiba. Emilia, kita terselamatkan."
Wajah Tamara langsung berseri-seri.
Semangat juangnya telah kembali.
Namun, di bawah tatapan semua orang,
yang masuk bukanlah anggota Keluarga Sebastian.
Melainkan Nathan yang tampak memasang
ekspresi datar.
"Nathan, lagi-lagi kamu!"
Saat musuh saling berhadapan, tentu
timbul rasa kebencian.
Edward langsung menggertakkan
giginya.
Emilia bertanya dengan kaget,
"Nathan, kenapa kamu datang ke sini?"
Nathan meliriknya sekilas, tetapi
tidak berbicara dan hanya memberi jalan.
No comments: