Bab 92
Kota Silas seharusnya diwarnai oleh
gejolak dan pertumpahan darah malam itu, tetapi Adriel berhasil mengatasi badai
dan meredakan situasi.
Di vila keluarga Juwana, Ana pulang
larut karena pekerjaan yang menumpuk dan dia terlihat lelah.
Dia bergegas untuk mandi dan duduk di
ruang tamu untuk membaca buku. Namun, dia tidak fokus seolah sedang menunggu
kedatangan seseorang.
Dia sesekali mendongak untuk melihat
jam dinding, tetapi sosok yang dia harapkan tidak kunjung datang.
Ketika suara lonceng tengah malam
akhirnya berbunyi, barulah Ana tersadar bahwa dia sudah menunggu terlalu lama
sampai larut malam.
Dia meletakkan bukunya, berjalan ke
taman, lalu berdiri di sana sebentar.
"Dasar, si berengsek itu nggak
datang malam ini?"
Ana pun kembali ke kamar dan
berbaring di tempat tidur, tetapi dia tidak bisa terlelap. Dia hanya terus
berguling ke kanan dan kiri dengan gelisah sepanjang malam.
Mungkin karena sudah terbiasa tidur
sambil dipeluk seseorang, kini hatinya jadi gelisah saat sendirian.
Keesokan paginya, Adriel sudah bangun
sebelum fajar menyingsing. Setelah meninggalkan catatan kecil, dia pun
mengemudi kembali ke Mansion Nevada.
Berlatih seni bela diri harus
dilakukan dengan tekun. Dia tidak boleh berhenti berlatih meski hanya sehari.
Setelah berganti pakaian, Adriel pun
mendaki Gunung Violet dan menuju tempat latihan. Dia menunggu saat fajar ketika
energi ungu muncul dari arah timur.
Saat itu, dia memperhatikan wanita
berbaju merah yang dilihatnya kemarin. Lagi-lagi, wanita itu duduk bersila
tidak jauh darinya.
Adriel diam-diam melatih kemampuan
mata ganda miliknya tanpa memperlihatkan ekspresi apa pun.
Saat energi ungu itu menghilang,
Adriel juga sudah selesai berlatih dan menoleh. Wanita berbaju merah itu mulai
menari lagi. Gerakan tubuhnya begitu alami dan penuh pesona yang tak
terkatakan.
Sesaat setelah wanita itu selesai
berlatih, Adriel pun bergegas mendekatinya.
"Permisi, maaf kalau aku
mengganggu. Aku melihat gerakan latihanmu sangat alami dan memesona. Aku
benar-benar terkesan, jadi aku memberanikan diri untuk bertanya kepadamu. Aku
juga ingin belajar."
Adriel mengutarakan maksud dan
tujuannya sambil memberi hormat.
"Kalau boleh tahu, ini ilmu bela
diri apa?"
Wanita berbaju merah itu tersenyum
dan menjawab, "Ini bukan ilmu bela diri. Ini adalah metode kultivasi yang
aku kembangkan sendiri."
Jawaban yang tidak terduga itu
mengejutkan Adriel. Dia pun bertanya lagi, "Luar biasa sekali kamu bisa
menciptakan metode kultivasi yang sangat indah dan alami seperti itu. Apa kamu
adalah Mahaguru Wendy Loren?"
Wanita berbaju merah itu mengangguk.
"Suatu kehormatan bisa bertemu
dengan Anda, Mahaguru Wendy. Namaku Adriel Lavali. Kalau berkenan, aku ingin
meminta Anda untuk menilai kemampuanku. Mohon bimbingannya."
Adriel langsung mengungkapkan niatnya
tanpa basa-basi.
Yang paling diinginkan Adriel saat
ini adalah latihan bertarung dengan para ahli hebat untuk meningkatkan
pengalaman bertarungnya.
Wendy mengangguk kecil, lalu
mengangkat tangannya seolah membentuk kuda-kuda. " Majulah."
"Terima kasih atas kesempatan
ini, Mahaguru Wendy. Mohon maaf jika aku lancang."
Adriel memfokuskan titik pusat energi
dan energi sejati di tubuhnya, kemudian dia langsung melancarkan serangan,
mencoba mengambil inisiatif untuk memulai.
Jemari halus dan lentik Wendy menepis
serangan Adriel dengan gerakan gemulai dan lembut, lalu mengubah pertahanannya
menjadi serangan. Dengan gerakan cepat dan cerdik, dia mengincar tepat ke bawah
dagu Adriel.
Adriel bereaksi sangat cepat. Dia
buru-buru mundur untuk menghindari serangan itu, tetapi Wendy dengan gesit dan
akurat memutar arah serangannya di udara. Wanita itu menepuk bahu Adriel,
membuat pria itu jatuh terduduk di tanah.
Padahal Adriel bisa melihat gerakan
Wendy tetapi tubuhnya tidak cukup cepat untuk bereaksi.
Gerakan Wendy benar-benar anggun,
tetapi kecepatannya luar biasa.
"Reaksi tubuhmu masih agak
lambat. Kecepatan adalah segalanya dalam ilmu bela diri. Kelihatannya kamu
kurang pengalaman bertarung, jadi reaksi tubuhmu nggak mampu mengimbangi
kemampuan pengamatanmu."
Wendy dengan rendah hati memberikan
penilaian atas kemampuan Adriel.
Adriel langsung melompat bangun dan
berkata, "Terima kasih atas bimbingan Anda, Mahaguru Wendy. Anda benar,
aku memang kurang pengalaman bertarung."
"Kita coba lagi."
Wendy mengajak bertarung lebih dahulu
sambil mengangkat tangannya, memasang kuda-kuda.
Kesempatan langka untuk bertarung
dengan ahli hebat seperti ini membuat jantung Adriel berdegup antusias. Tanpa
berpikir dua kali, dia pun maju dan menyerang lagi.
Namun, sekuat apa pun serangan yang
dilancarkan Adriel, Wendy selalu bisa menghadapinya dengan mudah. Wendy bahkan
bisa memberi arahan kepada Adriel di tengah-tengah serangan, memberikan
pelajaran yang berharga seraya bertarung.
Betapa terkejutnya Adriel saat
mengetahui bahwa Wendy adalah yang terlemah di antara Empat Mahaguru di Kota
Silas. Bagaimanapun, Adriel merasa Wendy yang saat ini berhadapan dengannya
benar-benar kuat.
Setidaknya dengan kekuatannya saat
ini, dia belum bisa mengukur seberapa hebat kemampuan Wendy yang sesungguhnya.
Namun, jika yang terlemah saja sekuat
ini, sekuat apa ketiga mahaguru lainnya?
Seandainya pertarungan ini bukan
latihan, mungkin Wendy sudah berhasil membunuhnya hanya dalam tiga serangan.
No comments: