Membakar Langit ~ Bab 94

 

Bab 94

 

Adriel tidak menggubris kehadiran Fanny dan hanya menyapa Bu Sri dengan ramah.

 

Sri tersenyum sebagai tanggapan, lalu berkata, "Adriel, Paman Cheky bilang ponselmu nggak bisa dihubungi. Dia sudah mencarimu ke mana-mana. Bu Sri pikir kamu sudah kabur dari Kota Silas."

 

"Kenapa juga aku harus kabur dari Kota Silas?"

 

Adriel malah bertanya heran.

 

"Jelas-jelas karena kamu menghajar Thomas, 'kan? Keluarga Santoso nggak mungkin tinggal diam setelah Thomas diperlakukan seperti ini. Dia sekarang babak belur sampai harus masuk rumah sakit. Thomas pasti benci sekali padamu dan Bu Sri yakin keluarganya akan balas dendam."

 

Perhatian Sri yang begitu tiba-tiba ini membuat Adriel sedikit heran.

 

Saat perayaan ulang tahun Simon sebelumnya, gerak-gerik Sri selalu menyiratkan kebencian terhadapnya. Kenapa sikapnya tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat?

 

"Kalau mereka mau balas dendam, biarkan saja."

 

Adriel hanya menanggapi dengan santai meskipun hatinya penuh tanda tanya melihat perubahan sikap Sri.

 

"Sudahlah, jangan keras kepala. Kamu mencari kami karena mau minta perlindungan dan bantuan untuk menyelesaikan masalah ini, 'kan?" tanya Sri.

 

"Bukan begitu." Adriel menggeleng mantap.

 

"Kalau begitu, kamu mau minta uang untuk kabur?"

 

Sri sudah mengangguk bahkan sebelum dijawab, lalu melanjutkan, "Jangan khawatir, Bu Sri dan Paman Cheky pasti akan membantumu. Masuklah ke mobil, kita pulang dulu. Nanti Bu Sri akan menyiapkan uangnya supaya kamu bisa menjauh dari Kota Silas untuk sementara waktu."

 

Sri tampak sangat ramah dan dengan antusias menarik Adriel masuk ke dalam mobil.

 

"Ibu ... apa yang Ibu lakukan?" tanya Fanny bingung.

 

Ternyata bukan hanya Adriel yang terheran - heran, bahkan Fanny juga merasa sikap ibunya itu benar-benar aneh.

 

Ibunya jelas membenci Adriel sampai ke tulang. Kenapa dia tiba-tiba begitu peduli sampai mengajak pemuda itu ke rumah?

 

"Kamu diam saja! Ayo, jalan."

 

Sri memotong perkataan Fanny tanpa berniat menjelaskan.

 

Adriel duduk dengan tenang di mobil dan mulai memutar otak. Mungkinkah Sri tahu identitasnya sebagai Pak Adriel? Ataukah dia sudah tahu bahwa Adriel diam-diam membantu Grup Candila mencapai kesepakatan bisnis dengan Grup Jahaya? Mungkin sikapnya berubah karena semua itu?

 

Namun, sepertinya tidak mungkin. Kalau Sri sudah tahu bahwa dia adalah Pak Adriel, seharusnya dia juga tahu bahwa menghajar seseorang seperti Thomas bukanlah masalah besar baginya!

 

Adriel bertanya-tanya melihat sikap Sri yang seolah punya maksud tersembunyi. Entah kenapa, dia punya firasat tidak mengenakkan soal ini. Namun, Adriel juga tidak keberatan kalau memang Sri berniat memperbaiki hubungan mereka.

 

Setibanya di vila keluarga Lein, Sri mengundangnya masuk dengan ramah. " Adriel, duduklah dulu. Bu Sri perlu menelepon orang untuk menyiapkan uang."

 

"Bu Sri, aku benar-benar nggak butuh uang. Nggak perlu khawatir soal itu."

 

Adriel berusaha menjelaskan situasinya.

 

"Kenapa nggak perlu? Nggak perlu sungkan dengan Bu Sri. Aku dan ibumu sudah seperti adik-kakak. Paman Cheky dan ayahmu juga saudara angkat. Sekarang mereka sudah nggak ada, tapi kamu sudah Bu Sri anggap seperti anak sendiri. Kalau bukan Bu Sri yang mengurus dan menjaga kamu, siapa lagi?"

 

Sri menyentuh punggung tangan Adriel dengan lembut seraya tersenyum, persis seperti yang dia lakukan dahulu.

 

Setelah mengatakan itu, Sri pun naik ke lantai atas.

 

Saat menyaksikan semua ini, Fanny bergumam seorang diri, "Apa Ibu salah minum obat?"

 

Fanny bahkan tidak menghiraukan Adriel dan segera mengekor di belakang Sri sampai ke lantai atas.

 

"Ibu, sebenarnya Ibu kenapa, sih? Tadi di rumah sakit, bukannya Ibu bilang pada Thomas dan ayahnya kalau Ibu akan mencari Adriel? Bukannya Ibu sudah janji mau menyerahkan dia pada mereka?"

 

Fanny mulai mencecar, menuntut jawaban dari ibunya.

 

Saat itu, senyuman lembut yang terukir di bibir Sri seketika pudar. "Ya, memang benar. 11

 

"Lalu kenapa Ibu malah membawa dia ke sini dan menyambutnya baik-baik?"

 

"Aduh, dasar anak bodoh. Kalau Ibu nggak membawa dia pulang, bagaimana caranya kita menangkap dia? Kamu pikir Ibu benar- benar sudi bersikap baik begini padanya ?"

 

Selagi berbicara, Sri sudah mengeluarkan ponsel dan mulai menekan nomor seseorang.

 

"Pak Arkan, tolong ke sini sekarang juga. Adriel ada di rumahku sekarang dan aku perlu bantuanmu untuk menangkap dia."

 

Setelah panggilan itu berakhir, barulah Fanny akhirnya mengerti.

 

"Ibu benar-benar cerdas! Kita harus menahan dia selama mungkin. Bisa repot kalau harus mencari-cari dia lagi kalau sampai dia kabur," Fanny akhirnya menimpali dengan semangat.

 

Sri mengangguk setuju dan berkata dengan ketus, "Bocah itu membuat masalah besar dan hampir merusak kerja sama kita dengan Grup Jahaya. Sekarang, yang Ibu mau cuma melihat dia cepat dihabisi. Begitu Pak Arkan sampai, kita harus cepat seret dia ke rumah sakit dan biarkan keluarga Santoso yang mengurus sisanya."

 

Bab Lengkap

Membakar Langit ~ Bab 94 Membakar Langit ~ Bab 94 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on November 23, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.