Bab 293
"Kalau kamu berani memukulku,
kamu nggak akan bisa menanggung akibatnya ... Ahh!!"
Karena ketakutan menghadapi Nindi,
Serena terus mundur hingga terjatuh ke dalam bak pel dengan posisi duduk dan
kepalanya terbentur sapu yang terpental.
Belum sempat Nindi bertindak, Serena
telah terjatuh dengan sendirinya.
Serena berusaha berdiri dari bak pel,
tetapi Nindi menahannya dengan menekan bahunya. Nindi lantas mengeluarkan
ponsel miliknya, dan mulai merekam video Serena.
"Tsk-tsk, astaga putri keluarga
Morris jatuh ke bak pel! Bau sekali, kotor banget!"
Amarah Serena memuncak, ia pun
berteriak, "Nindi, awas saja kamu berani merekamnya! Habis kamu!"
Walaupun Serena berusaha sekuat
tenaga, ia tak mampu melepaskan diri dari cengkeraman kuat Nindi yang
menahannya di bak pel.
Serena belum pernah merasakan
penghinaan seperti ini, dan ia pun menangis karena marah.
Nindi terus merekam dan mengambil
foto Serena dengan ponselnya. "Nangis, nangis yang keras!"
"Nindi, aku aduin kamu orang
tuaku, mereka bakal menghabisimu! Dasar jalang!"
Serena merasa dirinya benar-benar
hancur.
Gadis-gadis lain tampak begitu
ketakutan setelah mendapat tamparan dari Nindi, sehingga mereka tidak berani
mendekat untuk menghentikannya.
Saat itu, Sania masuk ke kamar mandi
dan berkata, " Nindi, lebih baik kamu berhenti, dia itu putri dari
keluarga Morris. Kalau kamu terus merekam videonya, bukannya itu keterlaluan,
ya!"
"Keterlaluan?"
Nindi lantas menoleh dan menatap
Sania, lalu berkata, "Serena dulu 'kan juga begitu ke temannya. Dia
tertawa puas di video waktu itu. Aku kira dia cuma bercanda, ternyata dia suka
mempermainkan orang lain, ya?"
Serena telah menunjukkan sifat
kejamnya dalam merundung teman-temanya, ia menyaksikan dengan mata kepalanya
sendiri dari video itu.
Sania berkata dengan tegas,
"Pokoknya, kamu lepasin dulu. Kalau sampai masalah ini berlarut-larut,
kamu sendiri yang bakal rugi!"
"Huh, aku kan cuma membela diri.
Pas mereka masuk tadi, aku langsung merekam semua bukti dengan ponselku."
Nindi menundukkan kepalanya dan
menepuk wajah Serena. "Kalau sampai ada yang menggangguku lagi, aku nggak
segan-segan menyebarkan video ini. Kamu tahu sendiri kan sebanyak apa
pengikutku, Serena, kamu bakalan langsung ditangkap dan diselidiki!"
la telah mengetahui bahwa Serena
telah dibebaskan dengan membayar jaminan.
Namun, jika Serena kembali berbuat
onar, konsekuensinya akan lebih berat!
Wajah Serena langsung pucat pasi
ketika menyadari bahwa Nindi diam-diam telah merekam tindakannya. Ia merasa
dirinya telah tertipu oleh perempuan itu.
Setelah selesai mengatakan maksudnya,
Nindi melepaskan genggamannya pada Serena, dan keluar dari kamar mandi dengan
menggenggam ponselnya.
Di luar, beberapa orang seolah
menikmati pertunjukan ini.
Namun, yang mengejutkan, Nindi
berhasil keluar dari situasi itu tanpa kesulitan sama sekali.
Setelah Nindi pergi, Sania segera
membantu Serena untuk berdiri. "Serena, kamu baik-baik saja?"
"Enyahlah!"
Setelah Serena berdiri dengan stabil,
ia langsung memberi tamparan pada Sania. "Kamu dari mana saja? Kamu tuh
nggak ada bedanya sama Nindi, sama -sama nggak tahu malu, orang kampungan!
Suruh nindi hapus video itu, kalau nggak, kamu juga habis!
Meski baru saja ditampar, Sania
memilih untuk diam dan mengamati suasana. Ia menyadari bahwa Serena adalah
kunci baginya untuk memasuki lingkaran sosial para anak-anak orang kaya.
Di dalam hatinya, Sania bertekad
untuk membalas semua perlakuan buruk yang diterimanya setelah berhasil menjadi
bagian keluarga Gunawan!
Setibanya di asrama, Nindi mendapati
beberapa teman sekelasnya berkumpul di depan kamarnya, seolah menyaksikan
sesuatu.
Ketika memasuki kamar asrama, ia
mendapati ruangan itu dalam keadaan sangat berantakan, seolah-olah disengaja.
Ranjang Galuh dan ranjangnya basah
kuyup, pakaian mereka berserakan di lantai.
Nindi menyadari bahwa semua barang
milik Jihan telah dibawa pergi dari sana.
Dengan nada dingin ia bertanya,
"Ini ulah orang tua Jihan, ya?"
Galuh dengan sedikit pasrah berkata,
"Kayaknya sih begitu, tapi mereka sudah pergi. Aku dengar katanya Jihan
sudah mengurus izin cuti kuliah."
Nindi segera mengeluarkan ponselnya.
"Kalau begitu, kita laporin ke polisi saja. Merusak barang orang lain
dengan sengaja, cukup buat orang tua Jihan mendekam di penjara!"
"Sudahlah, nggak usah lapor
polisi!"
Bibi pengurus asrama mendekat dan
berkata, " Sudah cukup kejadian di asrama kalian belakangan ini, bisa
nggak berhenti berbuat onar? Jihan sudah cukup menderita dan mendapat hukuman
yang layak."
Nindi mengangkat alis dan berkata,
"Kalau guru kasihan sama Jihan, gimana kalau membantu dia membayar ganti
rugi saja?"
Bibi pengurus asrama tampak terkejut.
"Aku yang ganti rugi?"
No comments: