Bab 294
"Iya dong, barusan kan kamu
bilang Jihan kasihan sekali, 'kan? Anda orangnya baik banget, bisalah ganti
rugi mewakili Jihan. nggak mau?"
Bibi pengurus asrama menjawab dengan
lirih, "Aku cuma..."
Nindi segera menyela ucapan wanita
itu, "Hah, perhitungan banget sih! Katanya simpati, tapi nggak melakukan
apa pun!"
Nindi segera membalas perkataannya
dengan nada tajam, sehingga membuat bibi pengawas asrama terkejut dan melarikan
diri.
Nindi mendengus dingin, lalu berkata,
"Zaman sekarang, kalau mau dicap baik sama orang cukup modal omong saja,
nggak perlu berbuat apa-apa. Pakai alasan moral buat memaksa orang lain, begitu
ya?"
Setelah selesai berkata, para gadis
yang berdiri di luar kamarnya pun terlihat angkat bicara, "Iya tuh, yang
salah kan orang tuanya Jihan, kenapa kalian yang disuruh mundur?"
"Nindi, kalau kamu mau melapor,
kami akan mendukungmu!"
Nindi melirik teman-temannya yang
berada di luar, lalu berkata, "Makasih ya, semuanya. Sekarang kalian boleh
bubar."
Begitu semua orang yang berada di
luar kamarnya pergi.
Dengan ragu, Galuh berkata,
"Nindi, biar aku yang cuci seprai dan lainnya. Masalah orang tuanya Jihan,
kita lupakan saja, ya? Aku bukannya sok baik, cuma kasihan saja, Jihan sekarang
cuma punya orang tuanya."
Nindi tampak melirik Galuh sekilas
dan menjawab, " Nggak usah diberesin, malam ini kita pergi saja keluar.
Ikut aku ke rumah yang kubeli, kita tidur di sana."
"Kamu beli rumah di dekat
sini?"
"Iya, lumayan dekat kok dari
kampus."
Nindi menjelaskan kondisi asramanya
kepada pembimbing, kemudian membawa Galuh menuju rumahnya.
Galuh terkejut begitu mengetahui
harga rumah yang dimiliki oleh Nindi begitu fantastis.
Ternyata Nindi adalah orang kaya yang
tersembunyi!
Keesokan harinya, Nindi dan Galuh
kembali melanjutkan perkuliahan mereka.
Namun, Sania memilih untuk menunggu
di luar kelas. Ketika melihat Nindi keluar, ia segera menghampirinya dan
berkata, "Nindi, bisa kita bicara berdua?"
Nindi berjalan ke samping Sania,
dengan nada dingin berkata, "Mau bicara apa?"
"Bisa nggak kamu hapus video
yang kamu rekam kemarin?"
"Sania, siapa yang bikin kamu
berani bicara begitu? Pede banget sih. Kita nggak sedekat itu, loh!"
Nada suara Nindi terdengar begitu
sinis, Sania terus berusaha meredam emosinya dan berbicara dengan tenang.
"Ingat perjanjian kita. Aku akan membantu mendapatkan semua yang kamu mau,
tapi sekarang kamu bantu aku dulu!"
"Sania, ingat, aku ini lagi
mengancam. Jadi, kamu nggak ada hak buat ngasih aku syarat, paham?"
Nindi lantas berbalik dan
meninggalkan tempat itu.
Sorot mata Sania penuh dengan
kebencian kepada wanita itu, "Nindi, aku nggak akan membiarkan kamu
mendapatkan semuanya!"
Nindi dan Galuh bergegas menuju
markas tim.
Setelah Seno tertangkap, otomatis ia
diberhentikan dari jabatannya. Tim harus segera memilih seorang kapten baru.
Setibanya di markas, Nindi mendapati
beberapa orang memegang sebuah papan neon bertuliskan " Lemon Manis".
Apa-apaan ini?
Kakak tingkat menghampiri Nindi dan
berkata, " Mereka semua ini penggemar yang datang buat mendukungmu!"
Kakak tingkat membawa Nindi menuju
atas panggung dan berkata, "Hari ini adalah pemilihan kapten tim E-Sport,
tapi kita semua tahu Nindi yang paling hebat, jadi dia pantas menjadi
kapten!"
Tepuk tangan yang meriah bergema dari
bawah panggung!
"Sejak kapan Nindi jadi kapten
tim?"
Serena memasuki ruangan dengan wajah
penuh amarah, kepalanya masih berbalut perban. "Kalau sampai Nindi
terpilih jadi kapten, keluarga Morris juga akan menarik investasi dari tim
E-Sport ini. Semua yang kalian makan dan pakai, kami ambil kembali, lihat saja
bagaimana nanti kalian bisa bertanding!"
Saat itu, suasana di sana tiba-tiba
berubah menjadi sangat hening.
Serena menaiki panggung dengan
ekspresi puas, kemudian menunjuk langsung ke arah Nindi. "Kamu tuh cuma
orang kampung yang miskin! Bisanya cuma mengandalkan siaran langsung buat
mencari uang, mana ada orang kayak begini pantas jadi kapten?"
"Jangan mimpi, ini bukan permainan
buat orang miskin kayak kamu!"
Awalnya, ia ingin menunggu Nindi
menjadi kapten, baru menyiksanya. Namun, kesabarannya ternyata mulai habis
untuk menunggu selama itu!
Dengan tiba-tiba, Nindi membengkokkan
jari-jari Serena hingga membuat wanita itu menjerit kesakitan!
Dengan nada suara yang dingin, ia
lantas berkata, " Pelajaran yang terakhir kali itu belum bikin kamu kapok,
ya!!"
No comments: