Bab 299
Nindi merasa dirinya tidak mungkin
seterkenal itu, ' kan?
Cakra mengerjapkan matanya, lalu
segera menangkap Mario. "Bocah nakal itu, dulu pernah menyerang Kakak
keenam mu, dia bahkan berusaha merekrutmu ke tim E-Sportnya."
"Oh, aku baru ingat, mereka juga
sempat ribut di internet."
Nindi menatap Cakra. "Oh iya,
tadi dia memanggilmu 'Kak' Kalian itu saudara, ya?"
"Iya, kami ini ... argh!"
Belum sempat ia berbicara, Mario
merasakan cubitan di punggungnya. Ia meringis kesakitan, dan menoleh ke arah
Cakra. "Kamu apa-apaan sih!"
Ia berusaha memberikan kesan yang baik
di hadapan calon kakak iparnya kelak.
Kak, ngapain sih mencubit? Sopankah
begitu?'
Nindi menunjuk ke arah mereka berdua.
"Pasti kalian saudara, 'kan? Soalnya marga kalian tuh sama."
Setelah sampai pada pembahasan ini,
Nindi tiba-tiba tersadar, Mario dan Cakra adalah saudara?
Namun, bukankah Mario itu putra
bungsu dari keluarga Julian yang sangat berpengaruh di kota Yunaria!
Nindi menatap Cakra dengan tatapan
tajam. "Kok kamu nggak pernah cerita sih, kamu ada hubungan apa sama
keluarga Julian?"
Cakra sedikit gugup, lalu mulai
menjelaskan, "Kami cuma kebetulan punya marga sama."
"Iya, mereka saudara jauh. Bocah
ini adik bungsuku, kami kenal waktu main game. Hubungannya sarna Kak Cakra juga
lebih dekat."
Tiba-tiba, Zovan berlari menghampiri
Mario. Dengan gestur tubuh yang jelas, ia seolah memberikan isyarat tertentu.
Mario terdiam sejenak, lalu menyadari
bahwa kemungkinan besar Nindi belum mengetahui identitas Kakaknya. "Iya,
benar! Kak Mario, Kak Cakra, semuanya Kakakku!"
Nindi menatap ketiga pria di
hadapannya itu, hanya saja ia memilih untuk diam.
Ketiga pria itu tampak menahan napas,
tidak berani untuk mengatakan sesuatu.
Nindi pun mengangguk. "Aku nggak
nyangka hubungan kalian di kehidupan nyata bisa sedekat ini, soalnya aku kan
nggak pernah dengar kalian bahas ini."
"Kita sudah pernah bahas kok,
akun yang dipakai Kakakku itu sebenarnya punyaku."
Nindi langsung teringat, sepertinya
hal seperti itu pernah terjadi, ia bahkan sempat berpikir akun Cakra diretas.
Sepertinya orang itu juga mengaku
sebagai adik laki -laki Cakra, 'kan?
Hal itu sudah lama sekali,
sampai-sampai ia nyaris melupakannya.
Nindi tersadar, lalu menatap ke arah
Mario. "Akun ini beneran punya kamu?"
"Ya, iyalah!"
Nindi merasa bingung sekaligus terkejut,
jadi orang yang ia temui di kehidupan sebelumnya adalah Mario?
Bukan Cakra?
Mario merasa sikap Nindi sedikit
aneh. "Kenapa? Tapi aku cuma login waktu itu saja, sisanya yang login
Kakakku."
"Nggak apa-apa."
Nindi menundukkan kepalanya.
"Aku mau ke toilet sebentar."
Ia bergegas menuju kamar mandi,
pikirannya melayang mengingat pertemuan pertamanya dengan orang itu di
kehidupan sebelumnya.
Ia selalu yakin bahwa orang itu
adalah Cakra, mengingat kemiripan nada bicara dan gaya tingkah lakunya.
Meskipun belum pernah bertemu di
kehidupan sebelumnya, ia merasakan adanya kemiripan antara orang itu dengan
Cakra!
Namun, ia sama sekali tidak menyangka
bahwa akun itu milik Mario.
Jika bukan Cakra, siapa lagi yang memiliki
akses ke akun kecil ini?
Nindi memilih berhenti memikirkannya.
Di luar.
Mario sendiri di bawah tiang dengan
kedua tangan terangkat, menampakkan gestur seseorang yang sedang menyesali
kesalahannya.
Dengan hati-hati ia melirik Cakra.
"Kak."
Cakra sedikit mengangkat alisnya, dan
menjawab, " Diam!"
"Kak, aku 'kan nggak tahu kalau
dia belum tahu, bukan salahku dong!"
Zovan tampak berusaha menjelaskan,
"Untung saja aku datang tepat waktu, si Lemon nggak akan curiga kok."
"Kak, waktu itu kamu kan kecelakaan
sama kakak ipar, ya? Aku lihat di dahinya masih ada bekas luka."
Cakra menunjuk ke arah Mario dengan
tatapan penuh peringatan.
Mario lantas menutup mulutnya
rapat-rapat. "Aku nggak bilang apa-apa, mulutku ini bakalan aku tutup
rapat."
"Kamu tutup mulut? Dari dulu apa
pun itu, selalu kamu ceritakan ke orang lain!"
Cakra langsung tersulut emosi saat
melihatnya. Ia menatap Zovan. "Nanti jangan sampai keceplosan,"
ancamnya.
Zovan mengangguk. "Tenang saja,
serahkan padaku.
Mario menjulurkan kepalanya.
"Kak, kamu takut ya? Pede aja sih. Kasih aku kesempatan buat ngobrol sama
dia..."
Cakra sangat marah, hingga pelipisnya
serasa nyaris pecah.
Zovan langsung menarik Mario.
"Mario, mending kamu pergi saja, jangan berdiri di sini lagi."
No comments: