Bab 63
Nindi berjalan di depan,
tetapi Nando bergegas mengejarnya.
"Nindi, aku sudah
selidiki masalah ini dan memang kelalaian pengurus rumah. Jadi, dia datang
untuk minta maaf padamu."
Setelah Nando selesai
bicara, pengurus rumah segera mendekat. "Nona Besar, penglihatan saya
sudah kabur sampai nggak lihat ada masalah dengan salah satu alat tulisnya.
Semua salah saya, jangan salahkan Tuan Nando."
Pada saat bersamaan,
Sania berjalan keluar. "Kak Nîndi, pengurus rumah sudah tua. Wajar kalau
ada salah begini. Jangan terlalu dipermasalahkan, ya!"
Nindi hanya berdiam di
tempat. Sorot matanya terlihat dingin, bahkan terkesan acuh tak acuh.
'Apa mereka benar-benar
mengira kalau minta maaf sudah cukup setelah menyakiti orang lain?'
"Lucu sekali.
Penglihatan nggak jelas karena sudah tua. Tapi, kenapa hanya alat tulis Nindi
yang masalah, sedangkan punyamu nggak?"
Sebuah mobil berhenti di
pinggir jalan. Zovan turun dari mobil dan mulai melontarkan kata-kata tajam.
Cakra menurunkan jendela
mobil dan menatap tajam ke arah Nindi. "Masuk!" serunya.
Nindi berbalik dan
berjalan pergi tanpa keraguan
Nando pun buru-buru
menghampiri. "Nindi, tunggu. Masalah ini sudah jelas, bisakah kamu pulang
ke rumah?"
Nindi menepis tangan
Nando. "Nggak bisa!"
"Nindi, sebetulnya
kamu mau diperlakukan seperti apa supaya nggak marah?"
Cakra turun dari mobil,
ekspresinya begitu dingin. Dia mendorong Nando seraya berseru, "Perlu cermin
biar bisa lihat wajah egoismu itu, ya!"
"Aku egois? Aku
cuma khawatir dengannya!"
"Kalau kamu
benar-benar mengkhawatirkan dia, kamu nggak akan memaksanya untuk terima
permintaan maafmu sebelum ujian selesai. Begitu dia menolak, kamu simpulkan dia
sedang marah dan nggak tahu terima kasih karena menolak permintaan
maafmu."
"Sekarang,
perasaannya yang paling penting."
"Tapi, kamu cuma
peduli untuk menjelaskan alat tulis ini nggak berhubungan sama kamu, memaksa
Nindi untuk menerima permintaan maaf tanpa pertimbangan apakah itu akan
berpengaruh untuknya atau nggak."
"Memangnya ini
bukan egois?"
Cakra menyampaikannya
begitu cepat nan tajam.
Nando seketika terdiam,
dia tidak bermaksud untuk bersikap seperti itu.
"Aku hanya khawatir
Nindi salah paham, makanya aku buru-buru ingin menjelaskannya!"
"Tapi, kamu nggak
pertimbangkan perasaannya Apa kondisinya sedang tepat atau nggak buat mendengar
penjelasanmu? Bagaimana kalau kata-katamu malah memengaruhi hasil
ujiannya?"
"Apakah permintaan
maaf memang semulia itu?"
"Kalau sudah minta
maaf, lalu kalian pikir nggak ada tanggung jawab lagi?" sindir Cakra.
Pada akhirnya, Nando
tidak bisa berkata apa-apa.
Sania menggertakkan
giginya sebelum berkata, " Kak Nando hanya khawatir dan bingung. Dia
sangat peduli pada Kak Nindi, mana mungkin dia mau menyakiti Kak Nindi!"
Zovan mendengus marah.
"Oh, ini adik palsu sok baik itu? Satu per satu antre untuk minta maaf,
apa kalian pandainya cuma minta maaf? Kalau begitu, aku boleh tusuk kalian
pakai pisau dan datang untuk minta maaf, dong?"
"Si Lemon sama
sekali nggak butuh perhatian egois seperti ini!"
"Ayo, kita
pergi!"
Nindi membungkuk seraya
masuk ke mobil.
Nando tidak bisa lagi
menahan diri untuk mendekat. "Nindi, aku benar-benar nggak maksud begitu,
aku hanya terlalu buru-buru."
Dia takut kehilangan
Nindi!
Nindi menatap Nando yang
ada di luar jendela mobil, tampak tenang saat membalas, "Aku tahu. Aku
akan kembali setelah ujian beres."
Pikiran Nando terasa
kacau.
Mengapa dia tidak lega
saat Nindi berkata bahwa dia tahu?
Kini, dia makin tidak
mengerti jalan pikiran Nindi.
Nando mengangguk.
"Oke, aku memang kurang saat mempertimbangkan semuanya. Aku akan menunggu
kamu sampai ujian selesai, lalu menjelaskan semua padamu."
Nando mundur beberapa
langkah. Dia tidak berani menghalangi meskipun tidak rela.
Pria bernama Cakra itu
bukanlah orang sederhana. Dia pun tidak akan menang andai memaksakan diri.
Yang terpenting, ini
akan berpengaruh pada kondisi ujian Nindi.
Inilah yang paling
penting.
Bukan berarti dia takut
pada Cakra, dia hanya mundur demi Nindi!
Sania menggertakkan
giginya saat melihat Nindi pergi. Dia tidak percaya jika Nindi benar-benar
pergi.
Sial, Nando pun tidak
memaksanya tetap tinggal!
Sania berpura-pura panik
dan berkata, "Kak Nando, bisa gawat kalau sampai Kak Darren tahu Kak Nindi
nggak pulang beres ujian!"
"Cukup!"
No comments: