Bab 77
Ekspresi Nindi terlihat
penuh keyakinan.
Sania justru makin ragu
karena suara si penyiar sangat mirip dengan suara Nindi.
Bagai pinang dibelah
dua!
Namun, dia tetap tidak
mau mengakui bahwa Nindi adalah penyiar tersebut.
Seharusnya, Nindi tidak
sehebat itu.
Si Dua bersuara nyaring
saat mengejek, "Nindi, jangan pura-pura, deh. Wajah penyiar itu nggak
pernah kelihatan, kebetulan saja suaranya mirip denganmu. Jangan
kepedean."
Ketua Kelas langsung
membela, "Nindi hebat, kok! Dia berhasil menyerang pakai Kombinasi Dua
Belas Serangan hingga menang di pertandingan babak penyisihan!"
"Betul. Beberapa
orang malah menjadi beban di pertandingan babak penyisihan itu. Kalau bukan
karena Nindi, mana mungkin bisa menang?"
"Benar itu! Sania,
kamu pasti iri karena Nindi lebih jago bermain daripada kamu!"
Mata Sania langsung
terlihat kemerahan.
Beberapa murid laki-laki
di kelas langsung membelanya.
"Nindi, lihat.
Sania sampai menangis karena kamu. Cepat minta maaf padanya!"
Ekspresi Nindi tetap
datar saat membalas, "Dia memang payah."
Sania tidak terima,
tetapi wajahnya masih saja terlihat memelas. "Sudah, jangan diperpanjang.
Memang benar aku nggak jago main gim. Aku sudah berusaha sekuat tenaga, tetap
nggak bisa sebagus Kak Nindi. Tapi, aku nggak iri sama dia, kok. Aku malah turut
bahagia untuknya."
Nindi tersenyum dingin.
"Bagus kalau tahu diri. Berusahalah lebih keras nanti."
Sania terdiam, tidak
mengira Nindi malah akan menyombongkan diri.
Namun, para siswa ini
tetap membela Sania. "Nindi, kamu memang agak jago main gim, tapi kamu
nggak boleh sengaja pamer begitu."
"Benar. Sania
sampai menangis, lho. Kamu harus minta maaf dan menghiburnya."
Nindi tersenyum tipis,
tetapi tatapannya tetap terlihat dingin. "Pantaskah kalian mengaturku
dengan kemampuan yang kalian punya?"
"Nindi, kamu
keterlaluan!"
Ketua Kelas berdiri di
samping Nindi, menatap para siswa itu sebelum berseru, "Berhenti bela
Sania. Setiap kali ada masalah, dia selalu menangis, seolah -olah dia yang
paling menderita. Menyebalkan sekali!"
"Ya. Kalau ada
masalah, bicarakan. Kalau terus menangis, memangnya kamu akan terlihat
benar?"
Sebenarnya, para siswi
di kelas tidak menyukai lagak Sania yang senang menjadi korban.
Setiap kali Sania
menangis, dia bisa melakukan apa saja tanpa ada masalah.
Para siswi sudah lama
tidak suka Sania.
Sania menangis
tersedu-sedu di depan para siswa setelah dihujat berulang kali. Tampang
sedihnya membuat banyak siswa merasa iba.
Nindi langsung
membereskan barang-barang miliknya dan keluar kelas karena tidak ingin membuang
waktu.
Dia sama sekali tidak
ingin melihat orang-orang dari keluarga Lesmana, termasuk Sania.
Ketua Kelas mengejarnya,
lalu perlahan bicara, " Nindi, jangan pernah menyerah pada mimpimu hanya
karena kata-kata Sania. Kami semua penggemarmu dan akan diam-diam mendukungmu.
Nindi merasa, Ketua
Kelas dan yang lainnya sudah tahu bahwa "Lemon Manis" adalah dirinya.
Dia tersenyum malu-malu.
"Sebenarnya, bukan maksudku nggak mau kasih tahu."
"Kamu nggak perlu
jelaskan ke kita, semuanya sudah tahu, kok. Takutnya, ada orang-orang jahat
yang iri sama penggemarmu dan diam-diam buat masalah."
Sania, dengan sikap
kekanak-kanakannya, pasti akan menangis lagi kalau tahu Nindi sudah begitu
terkenal sekarang.
Melihatnya saja sudah
membuat kesal.
Nindi pun lega.
"Terima kasih atas pengertian kalian," pungkasnya tulus.
"Nindi, ternyata
datang juga. Aku kira kamu mau menghindar dari kami selamanya."
Sebenarnya, Leo menunggu
di gerbang sekolah.
Ketika dia melihat sosok
yang tidak asing tengah berada di lapangan, dia tahu itu adalah Nindi.
Beberapa hari ini, Nindi
tidak menjawab telepon, bahkan tidak membalas WhatsApp-nya.
Gadis itu malah
memblokir nomornya.
Mengingat hal itu,
amarah Leo makin menggila.
Ekspresi Nindi tetap
datar ketika melihat Leo. Dia pun menoleh ke arah Ketua Kelas serta
teman-temannya, lalu berkata, "Aku pergi dulu, ya. Nanti, kita mengobrol
lagi."
Dia berbalik dan
berjalan keluar dari sekolah, tidak berniat banyak bicara dengan Leo.
Melihat itu, Leo makin
marah. "Nindi, berhenti di situ! Kak Nando sampai masuk rumah sakit karena
marah padamu beberapa hari lalu, tapi kamu malah nggak bisa dihubungi. Dari
dulu, Kak Nando paling sayang sama kamu. Sekarang, kamu saja nggak jenguk dia
yang sakit meski cuma satu kali."
'Kak Nando sakit?'
No comments: