Bab 88
Sania marah sampai
matanya kemerahan. "Kak Nindi, kamu bilang nggak mau pakai uang keluarga
lagi, 'kan?"
Dia tidak percaya Nindi
memiliki uang untuk beli pakaian semahal itu.
Nindi memberikan kartu
banknya kepada manajer toko. "Silakan bayar, aku akan coba lagi
nanti."
Si Dua tidak terima,
sehingga dia berteriak pada manajer toko. "Jelas-jelas kita dulu yang
lihat ini, bagaimana bisa dijual ke orang lain? Kami adalah anggota
premium!"
Manajer toko begitu
sopan ketika menjawab, " Biasanya, kami mengacu pada pesanan. Meskipun
Nona Nindi nggak punya kartu anggota, statusnya adalah Nona Besar dari keluarga
Lesmana, tamu istimewa di toko kami."
"Dia sudah diusir
dari rumah, Nona Besar dari mana!
Manajer toko tenang
sekali saat menanggapi, "Ini hanya pertengkaran sepele. Lagi pula,
hubungan darah nggak bisa diputuskan."
Nindi Lesmana adalah
satu-satunya adik kandung dari keluarga Lesmana dan itulah faktanya.
Sanía menangis karena
jengkel. "Aku telepon Kak Leo."
Tidak boleh biarkan
Nindi melihatnya mempermalukan diri sendiri.
Mendengar manajer toko
berkata kalau hubungan darah tidak bisa diputuskan, hati Nindi serasa agak
kurang nyaman.
Dia tidak ingin terikat
hubungan darah!
Lantas, dia membawa gaun
itu ke ruang ganti.
Di luar, Sania menangis
sambil menelepon Leo, tetapi tidak diangkat juga. Sekretaris Leo pun berhasil
mengangkat teleponnya.
"Kenapa kak Leo
nggak angkat teleponku?"
"Semalam, Bos mabuk
berat dan belum sadar sampai sekarang."
'Mabuk?'
Sania sontak kesal
sedikit. Mengapa harus mabuk di saat penting begini?
Lalu, dia harus
bagaimana?
Dia tidak mau
mempermalukan diri di depan Nindi.
Sania hanya bisa
menelepon Nando. Beruntung, telepon itu langsung dijawab, "Ada apa,
Sania?"
"Kakak
Kedua..."
Suara Sanja terdengar
bak tengah menangis. "Aku sudah benar-benar terpaksa untuk
menghubungimu."
"Kamu kenapa
menangis? Siapa yang ganggu kamu?
"Kakak Kedua, aku
keluar untuk belanja dan bertemu Kak Nindi. Awalnya, aku pikir dia pergi dari
rumah nggak bawa uang, tapi ternyata dia nggak kekurangan uang. Aku nggak mau dia
menghabiskan uang orang lain. Jadi, aku coba bantu dia dengan kasih uangku,
tapi ternyata uangnya nggak cukup dan dia terlihat agak marah."
Si Dua segera
menimbrung, "Nindi memang keterlaluan, nggak tahu dapat uang banyak dari
mana, pakai pamer ke Sania. Katanya, Sania cuma pura-pura kaya."
"Jangan bilang
gitu. Kak Nindi pasti nggak bermaksud buat begitu."
Sania memberi tatapan
penuh arti kepada si Dua.
Nando mendengarkan dan
bertanya dengan bingung. "Dari mana Nindi dapat banyak uang?"
"Aku juga nggak
tahu."
"Oke, aku paham.
Kembali saja dulu, jangan bertengkar dengannya."
Sania ber-oh ria, lalu
menutup teleponnya dengan enggan. Dia marah sambil menendang maneken di
sampingnya.
Kalau ini terjadi di
masa lalu, Nando pasti akan memberi dia uang untuk membayar.
Si Dua bertanya,
"Bagaimana? Apa Kakak Kedua sudah transfer uangnya? Biar kita bisa kasih
pelajaran ke Nindi."
"Nggak. Dia menyuruhku
pulang."
Sania tidak kuasa
menahan pilu, tetapi ponselnya menerima pesan dari Nando. "Aku sudah
transfer, bayarkan juga punya Nindi."
Akhirnya, Sania kembali
ke toko dengan puas.
Tepat saat Nindi keluar
usai mengganti pakaian, dia lihat Sania berjalan penuh kepuasan. Mungkin dia
sudah mendapatkan uang.
Sania bersedekap, tampak
angkuh saat berkata, " Bungkus semua pakaian ini untukku, aku ambil
semuanya."
Nindi tidak menunjukkan
perubahan ekspresi, tidak peduli sedikit pun.
Sania menoleh ke arah
Nindi untuk pamer padanya. "Tadi, Kak Nando transfer aku banyak uang,
suruh kuhabiskan semua. Kalau nggak habis, nggak boleh pulang.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Sudah ada Novel Baru yaa
No comments: