Bab 36 Tuan Besar Girin
Mengenali Elisa?
Elisa melihat ke arah
suara itu.
Tuan Besar Girin sudah
bangun di atas tempat tidur.
Matanya tidak terlihat
tua meski sudah berusia lanjut dan malah terlihat tenang.
Itu adalah keberanian
yang telah melalui banyak perjuangan di dunia bisnis, bukan sesuatu yang bisa
dimiliki oleh sembarang orang.
Meski keduanya
berbisnis, sepuluh Adrian pun tidak bisa menandingi pria tua di depannya dari
segi kepribadian.
Meski dia belum sembuh
total, dia sudah terlihat lebih baik melalui nada bicaranya.
Selain Tuan Besar Girin,
pasien tampan kemarin juga ada di sana.
Dia duduk di sisi tempat
tidur. Kaki panjangnya saling bertumpuk. Tanpa mengenakan jas, dia terlihat
agak sakit tetapi tetap tampan. Dia meletakkan tangannya di atas lututnya yang
panjang dan putih sehingga memperlihatkan sendinya dengan jelas.
Pria itu sepertinya
sedang bermain catur dengan Tuan Besar Girin. Namun, dia tiba-tiba menggigit
bibirnya saat melihat Elisa datang.
Elisa memberi hormat
kepadanya dengan sopan.
Setelah itu, dia
meletakkan tas hitam di tangannya dan berjalan ke depan Tuan Besar Girin sambil
tersenyum dengan tenang tanpa merasa rendah diri atau sombong. "Saya tidak
berani menganggap diri saya sebagai penyelamat, merawat pasien adalah tugas
kami sebagai dokter."
Namun, setelah Tuan
Besar Girin melihat wajah cantiknya dengan jelas, tangannya yang hendak
meletakkan pion tiba-tiba berhenti.
Dokter ajaib ini...
sangat mirip dengan istrinya saat muda!
Kalau dia tidak sibuk
memulai bisnis pada saat itu, istrinya tidak akan meninggalkan Kota Mersus dan
pindah ke Peros.
Tuan Besar Girin sedang
memikirkan ini, tetapi matanya masih terpaku pada wajah gadis itu.
Tunggu sebentar, wajah
mereka sangat mirip, jangan-jangan dia itu Luna!
Tuan Besar Girin
tiba-tiba menjadi bersemangat dan langsung bertanya, "Dokter Ajaib, apa
kamu lahir di Kota Sulga? Kamu pernah pergi ke Kota Mersus nggak? Atau pernah
pergi ke Gunung Thomas?"
Saat Tuan Besar Girin
mengatakan ini, dia menggenggam batu putih di tangannya seolah dia sedang
menantikan sesuatu.
Hal ini membuat Jason
yang selalu punya intuisi tajam juga berhenti bergerak. Sepasang matanya yang
indah menatap Elisa.
Elísa meletakkan tasnya
dan menghindari pandangannya. "Ya, saya adalah penduduk asli sini, tapi
belum pernah meninggalkan kota ini. Saya hanya pernah melihat Gunung Thomas di
televisi. Kata temanku mereka baru bisa menghargai keindahannya saat melihatnya
secara langsung."
Elisa tersenyum setelah
mengatakan itu. "Kalau saya punya kesempatan, saya akan mengajak nenek
saya ke sana."
Dia tidak perlu
menceritakan masalah keluarganya kepada pasiennya. Selain itu, alasan kenapa
" Tangan Suci" bisa menjadi misterius dan sulit dilacak adalah karena
Elisa ingin menyembunyikan diri.
Meski Tuan Besar Girin
tahu jawabannya, tangannya tetap terkulai setelah mendengar jawaban ini seolah
tubuhnya menjadi lemas. Dia menata kembali emosinya dan berkata, "Mataku
sudah tua, jadi aku salah mengenali orang. Jangan dimasukkin ke hati, ya,
Dokter Ajaib."
"Tidak, kok."
Elisa masih tidak tega melihat orang tua itu terluka. Dia berpikir sejenak,
lalu berkata lagi, "Tuan Besar Girin, keluarga Suherman telah melakukan
kebaikan selama beberapa generasi, jadi keturunan Anda tidak akan menderita dan
Nona Luna pasti akan kembali dengan selamat."
Setelah mendengar ini,
Tuan Besar Girin langsung duduk tegak dan tersenyum lebar. "Aku akan
meminjam kata-kata keberuntunganmu, Dokter Ajaib!"
Elisa juga tersenyum
saat melihat kakek itu senang.
Tiba-tiba, Jason yang
sedang duduk berkata dengan suara yang tenang dan datar, "Kenapa kamu bisa
tahu kalau keluarga Suherman sedang mencari seseorang?"
Dia menanyakan hal yang
sulit dijawab.
Elisa menutup matanya
sejenak lalu menatap pria itu lagi sambil tersenyum. "Nebak. Kemarin waktu
saya melakukan sesi akupunktur pada Tuan Besar Girin, beliau beberapa kali
memanggil nama Luna saat setengah sadar."
"Aku pikir Manajer
Furi yang memberitahumu." Jason memiringkan kepalanya, tersenyum, dan
melanjutkan permainan caturnya. "Nggak masalah gimana kamu bisa tahu,
lagian Dokter Ajaib adalah orang kita sendiri."
No comments: