Bab 83
"Apa kamu pikir aku nggak bisa
mengalahkanmu?"
Adriel tidak lagi menyembunyikan
kekuatannya.
"Menyenangkan sekali. Kamu
tampan dan lebih kuat dariku. Aku jadi makin menyukaimu."
Diana melemparkan tatapan manja ke
arah Adriel.
Dorian melompat dan berdiri di sisi
Diana.
Kedua bersaudara itu adalah mahaguru
tingkat ketiga. Namun, dengan mengandalkan kerja sama yang kompak dan serangan
kombinasi yang kuat, mereka pernah membunuh seorang mahaguru tingkat empat.
"Memangnya kenapa kalau kamu
mahaguru tingkat empat? Kami sudah pernah membunuh mahaguru tingkat empat
sebelumnya. Hari ini, kamu akan mati di tangan kami."
Wajah buruk Dorian mengulas senyuman
sinis.
"Kak, jangan langsung
membunuhnya. Biarkan dia mati di tempat tidurku."
Diana tersenyum menggoda.
Tanpa berbicara lagi, kedua
bersaudara itu menyerang Adriel bersama-sama dari dua sisi.
Kerja sama mereka memang sangat baik.
Meskipun Adriel memiliki kekuatan seorang mahaguru tingkat empat, pengalaman
bertarungnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kedua bersaudara itu. Dalam
sekejap, Adriel terdesak.
Seorang mahaguru tingkat empat biasa
pasti akan kewalahan menerima serangan Dua Iblis Lembayung Perak.
Ketika merasa panik, seorang petarung
akan menunjukkan celah selama dia bertahan.
Namun, Adriel memiliki kemampuan mata
ganda. Meskipun sedang terdesak, dia tidak menunjukkan kelemahan dan secara
perlahan mulai memahami pergerakan lawan untuk mencari celah.
Adriel memukul mundur Diana, kemudian
menyerang Dorian dengan sekuat tenaga. Dengan kekuatan yang meledak - ledak,
dia melayangkan pukulan yang kekuatannya setara dengan kekuatan empat lembu.
Setelah mengempaskan Dorian, Adriel
melesat secepat kilat ke arah Dorian dan meninju dada Dorian sekali lagi.
Duak!
Tubuh Dorian terpental dan menabrak
mobil. Mulutnya menyemburkan darah dan dadanya melesak ke dalam.
"Kakak!"
Diana bergegas menuju ke arah Dorian
yang tengah sekarat. Napas kakaknya sudah sangat berat.
Pukulan Adriel telah menghancurkan
organ dalam Dorian. Kematiannya tidak terelakkan lagi.
"Lari ..."
Dorian berbisik dengan napas
terakhirnya.
Kesan genit seketika meninggalkan
sosok Diana. Matanya kini penuh dengan niat membunuh.
"Bajingan, aku pasti akan
membunuhmu untuk membalaskan dendam kakakku."
Setelah berbicara, Diana segera
melarikan diri.
"Kamu nggak akan punya
kesempatan untuk membalas dendam!"
Adriel tidak berniat membiarkan dua
bersaudara itu pergi hidup-hidup.
Mereka adalah orang-orang yang sangat
berbahaya, pembunuh berdarah dingin yang sangat kejam dalam tiap aksinya.
Bahkan, mereka tadi sudah membunuh beberapa orang yang tidak bersalah.
Meskipun tidak menganggap dirinya
pahlawan, Adriel tidak bisa diam saja saat bertemu dengan sosok yang begitu
kejam. Dia harus menghabisi mereka.
Adriel segera melompat sejauh sepuluh
meter untuk mengejar Diana yang melarikan diri.
Tidak lama setelah mereka pergi,
suara sirene terdengar dan polisi dari Departemen Keamanan Kota pun tiba di
tempat kejadian.
Sudah tugas Departemen Keamanan Kota
untuk menjaga keamanan masyarakat, melawan kejahatan dan menjaga ketertiban.
Sementara itu, Adriel yang lebih
cepat daripada Diana perlahan-lahan mulai memperkecil jarak.
Namun, Diana tiba-tiba berhenti dan
mengincar beberapa orang yang sedang berjalan-jalan di sana.
Seorang nenek dan wanita muda
kebetulan sedang mengajak seorang anak kecil untuk berjalan-jalan di tepi
sungai. Siapa yang menyangka bahwa mereka akan segera tertimpa musibah?
Diana merampas anak kecil berusia
sekitar lima tahun itu dan mengangkatnya ke atas.
"Aku akan membunuh anak ini
kalau kamu berani mendekat."
Adriel tidak meragukan ancaman Diana.
Wanita itu mampu membunuh tanpa belas kasihan. Bagi Diana, membunuh sudah
menjadi kebiasaannya seperti makan atau minum.
No comments: