Bab 85
"Kamu sangat merindukan tubuhku,
ya, sampai-sampai mengejarku ke tempat ini.
Diana berjalan ke luar dari balik
patung yang rusak. Cahaya bulan yang menerobos atap membuat kulitnya tampak
makin putih.
Adriel segera mengalihkan
pandangannya, takut kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
"Aku nggak tertarik dengan tubuh
kotormu itu," ujar Adriel dengan nada datar.
Diana tertawa kecil sambil menutup
mulutnya dengan tangan. "Di mana yang kotor? Aku mandi setiap hari. Kalau
nggak percaya, cium saja. Pasti harum."
Diana seolah-olah tidak takut mati.
Wanita itu langsung melepas pakaiannya dan hampir membuat Adriel kehilangan
konsentrasi akibat kekuatan mata ganda miliknya.
Glek!
Adriel tanpa sadar menelan air liur.
Dia selalu mengira bahwa Ana memiliki
bentuk tubuh yang paling seksi, tetapi Diana ternyata jauh lebih seksi daripada
Ana.
Pada saat ini, Adriel baru benar-benar
memahami apa yang dimaksud dengan pemandangan terindah. Sungguh mengagumkan!
Perlahan, Diana mendekati Adriel. Dia
tahu bahwa dirinya tidak bisa menang melawan Adriel sehingga memilih rayuan
sebagai senjatanya.
Tak dipungkiri, dia akhirnya menemukan
kelemahan terbesar Adriel!
"Kamu ingin membalaskan dendam
kakakmu, 'kan? Kenapa nggak langsung bertarung dan malah menggunakan trik
seperti ini?"
Jantung Adriel berdegup kencang.
Meskipun gairahnya menggelora, dia tetap mencoba bersikap tenang.
"Aku memang ingin membalas
dendam, tapi aku nggak bisa mengalahkanmu. Jadi, aku terpaksa memakai cara
ini."
Saat berbicara, Diana sudah berada di
depan Adriel.
Setiap gerakan Diana menebarkan
pesona dan keanggunan, bukan pose seksi yang dibuat-buat dan terlalu vulgar
sehingga membuat orang merasa jijik.
"Wanita ini sangat mengerti
pria!"
Adriel mengutuk dalam hati. Wanita
ini benar-benar licik. Karena kalah dalam hal kekuatan, dia menggunakan cara
kotor ini untuk membuatnya mati sengsara. Sungguh kejam!
Harus diakui, keahlian merayu Diana
jauh lebih hebat dibandingkan kemampuan bela dirinya yang sudah mencapai level
mahaguru tingkat ketiga.
Adriel tidak akan kesulitan saat
menghadapi sebuah jurus tingkat ketiga.
Namun, jurus rayuan maut ini mampu
membuat Adriel kehilangan konsentrasi, ini sangat berbahaya bagi mentalnya!
Saat berbicara, Diana mengulurkan
jari dan menyentuh dada Adriel dengan lembut.
Plak!
Seketika itu juga, Adriel melayangkan
tamparan keras ke arah Diana.
"Jangan dekat-dekat denganku.
Dasar wanita nggak tahu malu!"
Bibir Diana meneteskan darah dan
bekas tamparan Adriel tercetak jelas di pipinya. Tamparan Adriel cukup keras,
tetapi tamparan seperti itu tidak akan menyakitkan bagi seorang mahaguru
sepertinya.
Namun, senyum Diana justru semakin
licik dan memikat.
Adriel benar-benar kewalahan
menghadapi wanita ini. Awalnya, dia berniat langsung membunuh Diana, tetapi
ketika bertemu, Diana malah berhasil menaklukkannya dengan rayuan.
Tanpa dia sadari, saat ini
keinginannya untuk membunuh sudah lenyap.
Adriel juga tidak menyadari betapa
hebatnya keahlian Diana dalam merayu.
Plak!
Meskipun tidak memiliki niat
membunuh, Adriel masih mampu menjaga akal sehatnya dan menampar Diana sekali
lagi.
Diana menjerit kesakitan. Tamparan
kali ini lebih keras.
"Jangan menampar wajahku terus!
Apa kamu nggak bisa memilih tempat lain?"
"Para penonton, kalian dengar
sendiri, ' kan? Dia yang memintaku untuk menamparnya, jadi aku akan
menamparnya." Adriel berkelakar untuk mengalihkan perhatiannya dan dia
merasa lebih tenang.
Begitu mendapatkan kendali atas
dirinya lagi, Adriel bangkit dan mencengkeram leher Diana dan menekannya ke
dinding.
"Wanita murahan, aku akan
membiarkanmu hidup hari ini. Tapi, kalau kamu sampai tertangkap olehku lagi,
aku pasti akan membunuhmu."
Setelah selesai berbicara, Adriel
berbalik dan pergi.
Jika terus bersama dengan Diana,
Adriel takut tidak bisa mengendalikan diri dan menggila.
"Kamu harus membunuhku sekarang
atau tinggal di sini bersamaku. Kalau nggak, aku akan keluar dan membunuh
setiap orang kutemui."
Senyum jahat menghiasi wajah Diana,
seperti senyum iblis penggoda yang memesona tetapi mematikan.
"Apa kamu pikir aku nggak berani
membunuhmu?"
Adriel berbalik dengan wajah memerah
karena marah.
"Aku nggak tahu berapa banyak
orang yang sudah kubunuh. Ada orang yang kubunuh di tempat tidur, ada yang
kubunuh karena aku nggak suka mereka dan ada juga kubunuh karena mereka jelek.
Bagiku, membunuh orang nggak ada bedanya dengan membunuh ayam. Pria-pria yang
tidur denganku, mereka tewas sambil tersenyum."
"Aku membuat mereka merasakan
kenikmatan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Jadi, mereka lebih
memilih mati daripada nggak tidur denganku."
"Aku penasaran, kamu bisa menahan
diri di depanku, apa kejantananmu itu palsu? Apa kamu lemah dan impoten? Apa
kamu benar-benar seorang pria?"
Seusai berbicara, Diana tertawa
terpingkal -pingkal.
"Apa kamu bilang?"
Adriel sangat marah jika ada orang
yang mempertanyakan kelelakiannya. Hal ini mengingatkannya pada masa lalu
ketika dia kehilangan kemampuannya.
Ana sudah kena batunya ketika membuat
Adriel marah dengan kalimat itu. Pada akhirnya, dia harus mengakui kemampuan
Adriel.
Energi hangat di tubuh Adriel sudah
liar seperti api yang menggelegak, tidak ada tempat untuk melepaskannya.
Perkataan Diana ini jelas seperti menyiram bensin ke dalam api.
"Aku bilang, kamu bukan pria
tulen!"
Diana mengulangi tantangannya.
Adriel melompat maju dan mencekik
leher Diana sekali lagi. Ekspresinya berubah mengerikan. "Kamu mau mati,
hah!"
"Aku memang ingin mati. Bunuh
aku saja.
Saat berbicara, Diana menggenggam ke
bawah celana Adriel!
Energi hangat di tubuh Adriel meledak
sepenuhnya dan keinginan Diana pun tercapai.
Keahlian Diana dalam memikat pria
sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi. Dia benar-benar mahir dalam hal ini.
Dia yakin bisa menaklukkan Adriel dan
saat itulah waktu terbaik baginya untuk membunuh Adriel.
Diana membiarkan Adriel mengambil
inisiatif terlebih dahulu. Setelah Adriel kehabisan tenaga, barulah dia akan
balas menyerang.
"Huh ... dasar pria... sekuat
apa pun kamu, kamu akan kalah kalau terkena rayuanku!"
No comments: