Bab 86
Di bawah perlindungan James dan
Yudha, Yunna pun tiba di rumah.
"Yunna, bukannya kamu pergi
bernegosiasi dengan Doni? Kenapa sudah pulang?"
Simon bertanya dengan heran.
"Doni itu jahat dan licik. Dia
berpura- pura setuju bernegosiasi dan menyuruh orang untuk menyergap kami di
tengah jalan," jawab Yunna dengan marah.
"Pak Adriel mana?"
Wina yang tidak melihat Adriel pulang
bersama kakaknya pun bertanya.
"Doni menyewa dua mahaguru untuk
membunuh kami dan Mahaguru Yudha nggak mampu melawan mereka. Dia terluka parah,
jadi Pak Adriel terpaksa bertarung dan mengulur waktu agar kami bisa lari. Aku
juga mencemaskan keselamatan Pak Adriel."
Yunna menjawab pertanyaan adiknya
dengan ekspresi khawatir.
Mendengar jawaban itu, Wina kembali
bertanya, "Apa Pak Adriel akan baik-baik saja?"
Yudha angkat bicara,
"Sebelumnya, aku meremehkan kekuatan pemuda itu. Dia sepertinya juga
seorang mahaguru tingkat ketiga. Jarang ada orang yang bisa sekuat itu di usia
muda."
"Tapi, aku pernah dengar soal
ahli bela diri yang disewa Doni itu. Mereka adalah Dua Iblis Lembayung Perak.
Keduanya adalah mahaguru tingkat ketiga dan pernah bekerja sama mengalahkan
mahaguru tingkat empat. Adriel mungkin dalam bahaya."
Ekspresi cemas langsung menghiasi
wajah Yunna dan Wina setelah mendengar perkataan Yudha.
"Aku benar-benar nggak
menyangka, Doni berani membayar mahal untuk menyewa ahli sehebat itu."
Sama seperti kedua putrinya, Simon
menimpali dengan ekspresi khawatir dan marah.
"Kak, bagaimana ini? Cepat
pikirkan sesuatu. Kalau nggak, Pak Adriel bisa tewas."
Wina meraih lengan kakaknya dan
bertanya dengan panik.
"Kita nggak punya siapa-siapa
untuk dimintai bantuan sekarang. Waktu melarikan diri, aku sudah lapor polisi.
Semoga mereka bisa datang tepat waktu."
Yunna pun tak kalah gelisahnya.
"Apa gunanya lapor polisi?
Mereka mungkin mampu menangkap penjahat biasa, tapi mereka nggak akan sanggup
melawan seorang mahaguru," ujar Yudha.
"Aku akan menelepon Pak Tobby
sekarang. Mungkin dia bisa membantu. Kalau Pak Tobby bisa meminta Pak
Yudhistira turun tangan, mungkin Pak Adriel bisa selamat."
Yunna tidak punya pilihan lain. Dia
segera menelepon Tobby dan menjelaskan situasinya.
Sementara itu, Tobby dan seorang wali
kota, Yudhistira Sumitro baru saja tiba di tempat negosiasi yang telah
disepakati. Doni juga sudah ada di sana.
Setelah menutup panggilan dari Yunna,
Tobby menghampiri Yudhistira dan melirik ke arah Doni. "Pak Wali Kota, ada
hal penting yang perlu aku laporkan," ujarnya
Dengan ekspresi muram, Yudhistira
bangkit dan berjalan ke samping setelah mendengarkan laporan Tobby.
Yudhistira adalah ahli terbaik di
Kota Silas meskipun tidak masuk dalam jajaran Empat Mahaguru.
Walaupun nama Empat Mahaguru banyak
disorot, sebenarnya ada enam mahaguru di Kota Silas.
Dari semua ahli di Kota Silas, Wali
Kota Yudhistira adalah yang terkuat. Selain dia, ada pula Joshua Herman,
perwira pertama di Garnisun Kota Silas dengan pangkat jenderal bintang satu.
"Baik, aku mengerti. Tapi, sudah
terlambat kalau kita ke sana sekarang."
Usai berbicara, Yudhistira berjalan
kembali ke meja pertemuan. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun.
"Pak Yudhistira, sudah waktunya
pertemuan ini dimulai, tapi Yunna belum juga datang. Sepertinya dia nggak ingin
bernegosiasi. Nggak masalah kalau dia menganggapku sebagai lelucon, tapi dia
bahkan menyepelekan Pak Yudhistira dan Pak Tobby. Dia sungguh nggak
sopan."
Doni tersenyum lebar.
"Pak Doni benar-benar ketua yang
hebat. Sepertinya, orang yang sudah menyepelekan wali kota itu Anda,
'kan?"
Yudhistira angkat bicara, masih tanpa
emosi.
"Apa maksud Pak Wali Kota? Mana
berani saya berbuat seperti itu? Saya sangat menghormati Pak Wali Kota,"
ujar Doni yang segera berdiri.
"Huh!"
Yudhistira hanya mendengus. Tanpa
mengatakan apa-apa, dia berbalik dan pergi.
Dia tahu bahwa Donilah yang
memerintahkan penyergapan itu. Namun, dia tidak memiliki bukti dan Doni jelas
tidak akan mengaku.
Setelah Yudhistira dan Tobby pergi,
Doni mengambil sebatang cerutu dan mengisapnya perlahan. Wajahnya penuh dengan
senyum kemenangan.
"Dua Iblis Lembayung Perak
sepertinya berhasil melaksanakan perintahku. Yunna, gadis bau kencur sepertimu
ingin melawanku? Kali ini aku akan menghancurkan Grup Jahaya sampai
akarnya!"
"Pak Wali Kota, Pak Adriel
mungkin dalam bahaya. Bagaimana kalau kita pergi melihatnya?"
Tobby pernah ditolong Adriel, jadi
dia sangat khawatir.
"Aku dengar, orang yang bernama
Adriel ini pernah membantumu. Benar begitu?" tanya Yudhistira.
Tobby tidak berniat menyembunyikan
apa pun sehingga segera mengiakan. Namun, Yudhistira berkata, "Setiap
orang punya nasibnya masing-masing. Dia berani melukai anak Doni, jadi dia
seharusnya sudah memikirkan konsekuensinya. Aku nggak bisa membantu dalam hal
ini. Tapi, Dua Iblis Lembayung Perak sudah membunuh orang yang nggak bersalah
dengan kejam. Ini nggak boleh dibiarkan."
Saat ini, Yudhistira dengan jelas
menunjukkan bahwa dia tidak ingin terlibat dalam perselisihan antara keluarga
Wijaya dan keluarga Millano.
Yudhistira lalu berbicara pada
sekretarisnya, "Laporkan masalah ini ke Departemen Keamanan Kota agar
mereka bisa segera mencari pelakunya. Setelah ketemu, beri izin kepada
Departemen Keamanan Kota untuk langsung menembak mati."
"Tapi, pelakunya adalah mahaguru.
Apa mungkin Departemen Keamanan Kota bisa menangkap mereka? Bukannya ini hanya
akan menambah jumlah korban di Departemen Keamanan Kota? Apa nggak sebaiknya
kita meminta bantuan Garnisun Kota Silas?" tanya sang sekretaris.
"Apa kamu pikir Departemen
Keamanan Kota bisa menangkap mereka? Dua Iblis Lembayung Perak terkenal kejam.
Di ibu kota saja mereka nggak tertangkap, apalagi di sini."
Usai berbicara, Yudhistira langsung
masuk ke mobil.
Sang sekretaris pun segera paham
bahwa perintah penangkapan itu hanya formalitas untuk menunjukkan sikap dan
memberi kesan baik di mata masyarakat.
Tobby menghela napas dengan kecewa
dan menelepon Yunna.
"Pak Yudhistira nggak ingin ikut
campur masalah ini. Nggak ada lagi yang bisa aku lakukan. Semoga Pak Adriel baik-baik
saja."
Setelah menutup telepon, Yunna
terduduk di sofa dan termenung cukup lama.
"Bagaimana, Kak? Apa kata Pak
Tobby?" tanya Wina segera.
"Kalau sampai terjadi apa-apa
pada Pak Adriel, aku akan mempertaruhkan segalanya untuk melawan Doni meski harus
melanggar perintah keluarga!"
Wajah cantik Yunna menunjukkan
kemarahan.
Sementara itu, di Kuil Dewi Sungai
...
Diana sudah mulai menyesal. Awalnya,
dia mengira bisa mengendalikan Adriel dengan seni rayuannya. Siapa yang
menyangka justru dia yang menjadi korban?
Pada saat ini, Adriel terlihat
mengerikan. Wajahnya beringas, matanya merah, dan urat-urat di tubuhnya
menonjol.
Tidak seharusnya Diana menantang
Adriel. Dia telah bermain-main dengan api dan terbakar.
Sesaat sebelum pingsan kelelahan,
Diana merasa dirinya akan tewas di sini.
No comments: