Bab 87
Adriel tidak membunuh Diana. Dia
merasa agak ragu untuk melakukannya.
"Anggap saja kamu sudah menolong
Ana, jadi aku nggak akan membunuhmu."
Diana yang seorang mahaguru tingkat
ketiga saja sampai lemas seperti itu. Adriel tidak berani membayangkan jika hal
yang sama terjadi pada Ana. Besar kemungkinan Ana akan tewas di ranjang!
Jadi, bisa dibilang Diana sudah
menyelamatkan nyawa Ana secara tidak langsung.
Adriel melepas jaketnya dan
menyelimuti tubuh Diana sebelum akhirnya meninggalkan Kuil Dewi Sungai.
"Mungkin aku nggak boleh
terburu-buru dalam berlatih. Efek samping dari menyerap tanaman rumput air liur
naga benar-benar menakutkan. Energi hangat yang berlebih ini sangat sulit
dikendalikan."
Adriel akhirnya menyadari risiko dari
sikapnya yang tergesa-gesa. Untung saja dia bertemu dengan Diana sehingga
masalah ini dapat diatasi. Jika tidak, akibatnya bisa sangat buruk.
Sementara itu, di kediaman keluarga
Millano, tidak ada yang bisa duduk dengan tenang.
Lewat koneksinya, Yunna mencoba
mencari tahu perkembangan situasi saat ini. Namun, Departemen Keamanan Kota
telah menyegel tempat kejadian sehingga tidak ada orang yang bisa masuk dan
memperoleh informasi.
Setelah menutup telepon, James
berkata dengan ekspresi muram, "Kenalanku di Departemen Keamanan Kota baru
saja memberi tahu kalau ada seorang mahaguru pria yang ditemukan tewas di
tempat kejadian."
"Apa itu Pak Adriel?"
Dengan raut wajah tegang, Yunna
bertanya.
"Belum jelas. Sayangnya
kenalanku nggak ditugaskan menjaga tempat kejadian. Saat ini, situasi di tempat
kejadian masih dirahasiakan dan Departemen Keamanan Kota sudah mengeluarkan
perintah pengejaran untuk Dua Iblis Lembayung Perak. Orang yang tewas itu, kemungkinan
besar adalah Pak Adriel."
Ucapan James membuat suasana seketika
hening.
"Nggak mungkin! Pak Adriel
sangat kuat. Dia ahli pengobatan, dia nggak mungkin tewas semudah itu."
Wina menggelengkan kepala dan
bergumam dengan lemah.
"Punya kemampuan pengobatan yang
hebat pun percuma. Seorang dokter nggak akan bisa mengobati dirinya
sendiri."
Yudha menyeletuk dari samping.
"Sudah jelas kalau mahaguru yang
tewas itu adalah Adriel. Mana mungkin Iblis Perak? Aku sudah bilang sebelumnya,
bakat dan kegeniusan itu nggak ada gunanya. Mahaguru yang mampu bertahan hidup
adalah genius yang sebenarnya."
"Genius yang mati muda nggak
akan diingat oleh siapa pun. Pemuda itu terlalu sombong. Sayang sekali dia
harus tewas begitu saja."
Saat berbicara, Yudha terdengar
gembira, seolah-olah senang melihat kesengsaraan orang lain.
Yudha adalah seorang mahaguru dan
tamu kehormatan keluarga utama. Keluarga Millano sangat menghormatinya dan
tidak berani menyinggungnya.
Namun, begitu mendengar perkataan Yudha,
Yunna langsung marah dan tidak mampu menyembunyikan perasaannya.
"Mahaguru Yudha, apa kamu nggak
malu bicara seperti itu? Bukannya ini namanya nggak tahu diri?"
"Apa kamu bilang? Yunna,
beraninya kamu bicara begitu kepada seorang mahaguru?"
Kemarahan Yudha tersulut.
"Yunna ... jangan bicara
sembarangan." Simon segera mengingatkan.
Namun, Yunna bukan tipe orang yang
bisa diam saja jika sudah marah.
"Yudha, aku sudah cukup lama
bersabar! Sejak Adriel bertemu denganmu, kamu selalu bersikap sombong dan
menghinanya. Apa masalahmu?"
"Selain itu, kalau bukan karena
Adriel, kamu sudah dibunuh oleh Dua Iblis Lembayung Perak. Kamu nggak akan bisa
berdiri di sini lagi dan bicara omong kosong seperti ini."
"Adriel sudah menolongmu.
Meskipun dia terbunuh, kamu nggak berhak bicara seolah-olah senang atas
kematiannya Kalau yang kamu lakukan itu bukan nggak tahu diri, lalu apa
namanya?"
Yunna benar-benar naik pitam
mendengar perkataan Yudha.
"Kurang ajar!"
Yudha marah besar.
"Kalian cuma keluarga cabang.
Beraninya kamu nggak sopan terhadap tamu keluarga utama!"
"Setelah membunuh Adriel, Dua
Iblis Lembayung Perak mungkin akan kemari mencari kalian. Tanpa adanya seorang
mahaguru, tunggu saja kematian kalian di sini. Aku mau pergi saja."
Yudha tertawa mencemooh dan
mengibaskan lengan bajunya, bersiap siap untuk pergi.
"Mahaguru Yudha, jangan terbawa
emosi. Yunna hanya mengkhawatirkan Pak Adriel. Dia nggak bermaksud menyinggung
siapa pun."
No comments: