Bab 88
Simon khawatir Doni akan membawa
orang untuk menyerang kediamannya. Saat ini, Yudha adalah satu-satunya mahaguru
di sana.
"Ayah, biarkan saja dia pergi!
Kalau Dua Iblis Lembayung Perak benar-benar datang, nggak ada bedanya ada
Mahaguru Yudha atau nggak."
Yunna tidak akan lagi bermanis-manis
di depan Yudha.
"Kakak benar! Aku lihat dia
sebenarnya pengecut. Dia takut Doni akan kemari, jadi dia sengaja cari-cari
alasan untuk kabur."
Wina menimpali dengan nada dingin.
"Beraninya kalian kurang ajar
pada seorang mahaguru sepertiku!"
"Sebagai seorang mahaguru, aku
akan memberi kalian pelajaran sebelum pergi agar kalian tahu bahwa seorang
mahaguru nggak bisa dihina seenaknya!"
Yudha memang berniat kabur. Kalaupun
Yunna tidak marah, dia akan mencari alasan lain agar bisa segera pergi.
Usai berbicara, Yudha bersiap-siap
untuk memberi pelajaran pada Yunna dan Wina.
"Kakek sialan, coba saja kamu
sentuh mereka kalau berani."
Tiba-tiba, terdengar suara Adriel
dari luar rumah.
"Pak Adriel?"
Yunna dan Wina berseru serempak, lalu
menoleh ke luar.
Adriel berjalan mendekat. Saking
gembiranya, Yunna dan Wina sampai menangis haru.
Yunna lebih mampu mengendalikan diri.
Matanya berkaca-kaca, tetapi air matanya tidak sampai menetes.
Bersama-sama, dia dan Wina bergegas
menyambut Adriel.
Namun, saat baru berjalan dua langkah
Yunna menahan diri, sedangkan Wina tetap berlari ke arah Adriel dan memeluknya.
"Pak Adriel benar nggak apa-apa?
Syukurlah, aku takut sekali tadi."
Wina memeluk Adriel dengan erat dan
membuat Adriel merasa canggung. Dia bingung bagaimana harus menanggapi. Tidak
mungkin juga dia langsung mendorong Wina, bukan?
Simon dan James tersenyum lega.
Hanya Yudha yang tampak terkejut.
"Pemuda ini masih hidup?"
Adriel menepuk-nepuk punggung Wina
dan berkata, "Sudah, jangan menangis. Aku nggak apa-apa kok."
Wina akhirnya melepas pelukannya dan
tersenyum pada Adriel. Setelah itu, dia segera mengusap air matanya.
"Kakek sialan, siapa yang mau
kamu beri pelajaran tadi?"
Adriel perlahan berjalan menghampiri
Yudha.
Saat ini, Yudha benar-benar takut
berhadapan dengan Adriel dan tidak berani lagi meremehkannya. Kakinya berjalan
mundur dengan gemetar, selangkah demi selangkah.
"Kenapa kamu masih hidup? Ini
nggak mungkin."
Yudha tidak percaya Adriel bisa
selamat dari sergapan Dua Iblis Lembayung Perak.
"Iblis Perak itu sudah kubunuh.
Iblis Ungu juga sudah luka parah dan melarikan diri. Bagaimana? Aku hebat,
kan?"
Senyum dingin muncul di bibir Adriel.
"Bagaimana ... bagaimana kamu
melakukannya? Apa kamu mahaguru tingkat empat? Ini nggak mungkin!"
Yudha menggeleng-gelengkan kepala.
Pikirannya sulit mencerna hal ini.
"Hei, aku tanya dari tadi. Siapa
yang mau kamu beri pelajaran, hah?"
Tiap kali Adriel maju selangkah,
Yudha mundur selangkah.
"Aku ... mereka nggak
menghormatiku, padahal aku adalah tamu kehormatan keluarga dan seorang
mahaguru. Aku harus mengajari mereka sopan santun. Tapi, demi menghormatimu,
aku akan membiarkan masalah ini."
Yudha berbicara dengan ekspresi
tegang.
"Oh. Jadi, kamu sekarang
menghormatiku? Kamu bilang mahaguru nggak boleh dihina, lalu bagaimana dengan
penghinaan yang kamu lakukan padaku siang tadi? Apa aku juga harus memberimu
pelajaran?"
Meskipun senyum di wajah Adriel
tampak tulus, Yudha merasa ngeri dibuatnya.
No comments: