Bab 90
Wina menatap kagum ke arah Adriel.
"Nggak lama lagi, di Kota Silas
nggak hanya ada Empat Mahaguru, tapi lima mahaguru," timpal Yunna.
"Pak Adriel masih muda. Dia akan
melampaui Empat Mahaguru dan suatu hari nanti akan menjadi yang ahli dan
mahaguru terkuat di Kota Silas."
Wina tak henti-hentinya memuji.
"Sudah, jangan dipuji lagi.
Nanti aku bisa sombong."
Adriel membalas sambil tertawa.
James yang sedari tadi diam tiba-tiba
mendekat dan berlutut di depan Adriel.
"James, kamu sedang apa?"
"Pak Adriel adalah seorang
genius bela diri. Apa boleh aku menjadi muridmu dan belajar ilmu bela
diri?"
James meminta dengan bersungguh-
sungguh.
"Eh... ayo, berdiri. Aku belum
ingin menerima murid," jawab Adriel cepat.
"Apa karena aku nggak berbakat?
Aku akan tekun belajar dan berlatih dengan keras. Mohon berikan kesempatan
untukku berguru padamu."
James sangat mencintai bela diri dan
tidak ingin melewatkan kesempatan langka ini.
"Pak Adriel, bagaimana kalau
kamu kabulkan saja permintaan Kak James?" saran Wina.
"Wina, Pak Adriel mungkin punya
pertimbangan sendiri. Jangan terlalu memaksa."
Yunna segera menegur.
"Bukan masalah bakat, tapi aku
memang nggak punya waktu untuk mengajari. Aku juga nggak bisa menerima murid tanpa
seizin guruku."
Adriel memang tidak ingin menerima
murid, jadi dia mencari alasan untuk menolak.
Setelah mendengar penjelasan itu,
James tidak punya pilihan selain berdiri dengan wajah kecewa.
"Begini saja, nanti aku akan
memberimu metode latihan tenaga dalam untuk kamu pelajari sendiri. Aku juga
akan menjelaskan kalau ada bagian yang kamu belum paham. Dengan berlatih metode
ini, ada kemungkinan kamu menjadi seorang mahaguru. Tapi, kita bukan guru dan
murid, hanya teman," ujar Adriel sedikit mengalah.
"Terima kasih, Pak Adriel. Aku,
James Eswin, sangat berterima kasih dan siap melakukan apa saja untuk membalas
kebaikan ini."
James benar-benar bersemangat.
Mimpinya sejak kecil adalah menjadi seorang mahaguru alam bawaan.
"Terima kasih, Pak Adriel sudah
memberi kesempatan pada James."
Simon juga ikut mengucapkan terima
kasih.
Adriel melambaikan tangan dan
berkata, Karena sekarang kalian sudah aman, aku mau pergi dulu."
"Pak Adriel, apa malam ini kamu
bisa menginap di sini?"
Yunna tiba-tiba angkat bicara.
Merasakan tatapan heran Adriel, Yunna
buru -buru menjelaskan, "Doni adalah orang yang sangat kejam. Dia bisa
melakukan apa saja. Kali ini rencananya gagal, tapi aku khawatir dia akan
membawa orang- orangnya untuk menyerang rumah kami."
Adriel awalnya ingin menemui Ana.
Namun, dia telah mengeluarkan kelebihan energinya saat bersama dengan Diana
tadi. Sekarang, energi hangatnya sudah stabil sehingga dia bisa lebih tenang
dan tidak lagi menggebu - gebu. Dia pun menyanggupi permintaan Yuna.
"Pak Adriel, mari aku antar ke
kamar."
Wina dengan semangat menggandeng
tangan Adriel.
"Anak ini, dia suka sama Pak
Adriel, ya?"
Setelah Adriel ditarik pergi oleh
Wina, Simon angkat bicara.
"Ayah baru tahu? Bukannya sudah
jelas?"
Yunna menjawab pertanyaan sang ayah.
"Yunna, sebenarnya Ayah ingin
menjodohkanmu dengan Pak Adriel. Karakter Pak Adriel baik dan masa depannya
juga sangat cerah. Dia adalah pria yang luar biasa."
"Selain itu, Ayah tahu kamu
nggak suka dengan pria yang dijodohkan denganmu oleh keluarga utama. Kalau kamu
bisa bersama Pak Adriel, Ayah akan membantu membicarakannya dengan keluarga
utama."
Simon berbicara dengan penuh
pengertian.
Yunna yang terlihat murung berkata,
"Ayah, itu adalah keputusan keluarga utama, mungkin nggak akan bisa
diubah. Keluarga cabang seperti kita hanyalah pion di mata keluarga
utama."
"Aku nggak ingin dipandang
sebagai pion, tapi setelah berusaha membuktikan diri selama ini, aku tetap
merasa nggak berdaya."
"Mungkin Pak Adriel adalah orang
yang bisa membantumu keluar dari takdir sebagai pion. Apa kamu suka
padanya?" Simon bertanya dengan ekspresi serius.
No comments: