Bab 286
"Nggak perlu, buktinya udah
cukup. Bisa tolong balikin buku itu ke tempatnya?"
Galuh mengangguk, "Kalau gitu,
aku balik duluan ya."
Nindi pergi sendirian ke ruang
rektor.
Namun, begitu dia masuk, rektor dan
dosen pembimbing sudah ada di sana.
Rektor itu berbicara dengan nada
kurang bersahabat, "Nindi, kamu sekarang melaporkan Seno. Kami ingin tahu
apakah ini karena kalian berdua ada masalah, terus dia nekat masuk ke
asramamu?"
"Walaupun ada masalah, Seno yang
nyogok ibu asrama buat masuk ke kamar siswi, lalu mencoba melakukan kekerasan,
dan ini bukan pertama kalinya dia melakukan ini! Hal seperti ini yang
seharusnya jadi perhatian sekolah, bukan malah diputarbalikkan jadi masalah
hubungan pribadi!"
Rektor meninggikan suara,
"Nindi, bicara baik-baik! Kami hanya bertanya!"
Namun, Nindi tetap keras kepala.
Dengan bukti yang ada di tangannya, dia tidak akan menyerah.
Tiba-tiba, Leo masuk ke ruang itu
dengan tergesa gesa, "Yang harus bicara baik-baik itu Anda, bukan Nindi!
Dia nggak salah apa-apa, jadi kenapa Anda malah mencoba mengarahkan dan
memutarbalikkan fakta?"
Nindi langsung mengerutkan dahi begitu
melihat Leo, 'Kenapa dia ada di sini?'
Dengan nada dingin, Nindi berkata ke
Leo, "Tolong keluar dari ruang ini."
Rektor itu menunjuk Leo, "Orang
luar nggak boleh ada di sini. Ini ruang kepala sekolah, bukan tempat semua
orang bisa masuk sembarangan."
Leo menepuk meja dengan keras,
"Saya ini kakaknya Nindi. Saya walinya. Kenapa saya nggak boleh di
sini?"
'Wali siswa?'
Rektor langsung tertegun,
"Bukannya Nindi itu yatim piatu?"
Dosen pembimbing menjelaskan dengan
suara pelan, "Pak, saya sudah bilang, dia bukan yatim piatu."
Waktu kasus fitnah di forum kampus,
kebetulan rektor tidak ada di tempat.
Namun, efek dari kasus itu membuat
wajah kepala sekolah dan dekan memerah habis-habisan.
"Siapa bilang Nindi itu yatim
piatu? Memang orang tua kami sudah lama meninggal, tapi dia masih punya
kakak!"
Dosen pembimbing berkata pelan,
"Tapi waktu itu yang datang bukan Anda."
"Itu kakak kedua saya. Keluarga
kami ada tujuh bersaudara!"
Nada rektor langsung berubah jadi
jauh lebih ramah, "Pak Leo, soal ini karni sedang menyelidikinya."
Leo dengan penuh emosi berkata kepada
dosen pembimbing, "Kejadian di asrama wanita ini, pihak sekolah harus beri
kami penjelasan. Kalau Nindi nggak pintar bertindak, hal buruk apa yang bisa
terjadi semalam? Apakah ini cara sekolah melindungi siswanya?"
Rektor disemprot habis-habisan.
Dia hanya bisa menunduk sambil minta
maaf, " Memang ada kelalaian dari pihak sekolah. Nindi juga adalah korban.
Kami akan segera menyelesaikan penyelidikan. Nindi, kamu bisa pergi
sekarang."
"Nggak bisa! Keluarga Lesmana
akan terus, menuntut tanggung jawab!"
Nindi terlihat kesal, "Leo,
otakmu error ya? Siapa suruh kamu datang ke sini dan ngaku-ngaku keluargaku?
Aku nggak ada hubungan sama keluarga Lesmana!"
Dia langsung menatap rektor,
"Semua bukti sudah saya serahkan. Kalau pihak kampus masih mencoba
melindungi Seno, saya nggak akan ragu menuntut universitas ini!"
Rektor mengusap keringat di dahinya,
"Kapan kami bilang mau melindungi Seno? Kami cuma mau klarifikasi masalah
ini. Sepertinya kamu salah paham, Nindi."
Nindi ini, benar-benar sulit diajak
kompromi!
Akhirnya, tidak ada yang bisa
dilakukan lagi.
Setelah Nindi mendapat hasil yang dia
mau, dia langsung meninggalkan ruangan.
Leo mengejarnya sambil berkata dengan
hati-hati, " Kak Nando tahu soal ini. Dia nyuruh aku buat datang dan bantu
kamu. Dia bilang dia nggak punya muka buat ketemu kamu sekarang."
"Hari ini tanpa kamu, aku juga
akan baik-baik saja! Kamu cuma bikin ribet. Mulai sekarang, jangan ngaku-ngaku
sebagai saudaraku!"
Nada suara Nindi sangat tegas.
"Nindi, kamu pikir masalah ini
bisa selesai kalau kamu sendiri yang ngurus?"
Dari arah tangga, Nindi melihat
Darren dan Sania naik ke atas. Ekspresi mengejek di wajahnya makin terlihat
jelas.
Darren dengan wajah muram dan bau alkohol
berkata, "Seno itu didukung oleh Keluarga Morris! Kamu tahu nggak, masalah
sebesar apa yang kamu buat?"
'Oh, jadi mereka mau menghitung
kesalahannya?'
No comments: