Bab 60
Cakra buru-buru bicara, "Bukan.
Jangan banyak tanya dan bertingkah yang nggak perlu. Paham?"
Mario mengangguk. "Baik, aku
tahu."
'Padahal, cuma tanya beberapa
pertanyaan, kenapa dia semarah itu?'
Cakra menjelaskan semuanya sebelum
memelankan suara dan berbisik, "Apa kamu ingin mengundangnya bergabung
dengan Tim E-Sports?!"
"Ah, aku punya ide itu, tapi
lebih ingin membuat Leo marah. Kemampuan gimnya jelek, tapi besar mulut!
Dengar-dengar, dia nggak akur dengan adik yang ini, makanya aku sekalian
memanfaatkan kesempatan."
"Jangan coba-coba rusak hubungan
dia, tunggu sampai ujiannya selesai. Jangan lakukan ini sekarang, bisa
memengaruhinya."
Setelah Cakra menutup telepon, Mario
pun menambahkan Nindi sebagai teman bermain, ingin mengetahui hubungan gadis
ini dengan kakaknya!
Mario tidak pernah melihat satu pun
gadis di samping kakaknya.
Apalagi Mario belum pernah melihat
kakaknya begitu baik kepada seorang gadis!
Sebulan berlalu begitu cepat.
Nindi melihat hitungan mundur yang
tertulis di papan kelas berganti o, tiba pada hari yang Nindi tunggu-tunggu.
Di kehidupan sebelumnya, jalan yang
salah ini akan Nindi perbaiki.
Sepulang sekolah, Nindi langsung
pergi ke ruang UKS.
Zovan melambaikan tangan. "Si
Lemon, besok ujian. Apa kamu tegang?"
"Nggak, sih. Malah
menantikan."
Nindi melihat Cakra duduk di kursi
dengan setelan jas putih, terlihat sangat cuek.
Namun, Nindi tahu bahwa Cakra orang
baik.
Nindi saling bertatapan dengan Cakra.
Cakra melihat tatapan Nindi,
mendapati mimpi-mimpi yang belum terwujud di sana. Pikiran Nindi pun begitu
mudah untuk dimengerti.
Cakra begitu tenang saat bersuara,
"Ayo, semangat!"
"Aku pasti bisa."
Nindi tersenyum dan berkata,
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Dah."
Nindi datang ke sini hanya untuk
mendengar dua kata itu dari mulut Cakra.
Selain Cakra, sepertinya tidak ada
yang serius untuk mendukungnya.
Setelah Nindi pergi, Zovan mengejek,
"Murid yang begitu pintar dan baik, membuatku ingin punya satu juga."
Cakra tidak berkata apa-apa,
memejamkan mata, dan pura-pura tidur.
"Kak Cakra, seharusnya kamu
pulang setelah ujian dia beres, 'kan? Apa kamu bisa menjaganya seumur
hidup?"
Cakra pun perlahan membuka mata.
Tatapannya sangat serius dan sulit dimengerti.
'Seumur hidup?'
Cakra memang belum memikirkan masalah
ini. Dia hanya melakukannya begitu saja.
Ujian Bersama Masuk Perguruan Tinggi
telah dimulai.
Nindi tidur nyenyak semalam. Keesokan
harinya, dia merasa segar.
Nindi pergi ke ruang makan untuk
sarapan, pengurus dapur menyiapkan mi juara. Harapannya, bisa memperoleh
keberuntungan.
Namun, Sania terlihat lemah dan
batuk-batuk. Sepertinya, dia belum pulih total dari flu.
Nando sedikit khawatir pada Sania.
"Nggak apa-apa, 'kan? Kenapa sudah sebulan belum sembuh juga?"
Pengurus rumah langsung membela,
"Dia kehujanan sebelum flu parah."
Nindi mendengar ucapan itu, tetapi
pura-pura tidak mendengarnya.
'Itu bukan urusannya!!
Sania menjelaskan, "Kak Nando,
tubuhku saja yang nggak terlalu kuat. Lalu, kehujanan dan terserang flu. Ini
salahku."
"Sania, jangan begitu. Usaha
yang terpenting, jangan terlalu stres."
Nindi menunduk dan makan dengan
serius, sama sekali tidak mengamati orang di sekitarnya. Dia telah
mempersiapkan sejak lama, seakan-akan inilah puncak medan perang yang akan
Nindi masuki.
Nindi tidak akan membiarkan siapa
atau apa saja mengganggu suasana hatinya.
Nando mengantar mereka ke sekolah
untuk ujian.
Hujan turun dengan derasnya di
perjalanan. Udarą tidak begitu panas lagi, tetapi lalu lintas sangat macet!
Wajah Sania tampak lesu saat bicara,
"Kak Nindi, semoga ujianmu lancar, ya."
Nindi menoleh ke luar jendela, tetap
diam tanpa membalas.
Sania menggigit bibirnya, tampak
murung. Diam -diam, dia melihat ke kursi penumpang depan, tetapi Nando tidak
mengatakan apa-apa.
Jika ini terjadi sebelumnya, Nando
pasti akan menegur Nindi!
Sania telah berusaha sebulan, tetapi
masih tidak bisa mengubah apa pun!
Akhirnya, mobil tiba di luar sekolah.
Saat Nindi turun dari mobil, alat
tulis di tasnya jatuh.
Ketika Nindi membungkuk untuk
mengambilnya, dia seketika menyadari alat tulis itu bermasalah. Semua alat
tulisnya berupa barang rusak!
Nindi agak panik sambil bertanya,
'Kenapa bisa begini?'
Nindi menatap Sania. Selain gadis
itu, tidak ada orang yang bisa bertindak seperti ini.
No comments: