Bab 287
Nindi memikirkan apa yang dikatakan
keluarga Morris, bahwa masalah ini bisa menyeret keluarganya. Ternyata, mereka
benar-benar mencari keluarga Lesmana.
Kenapa rasanya dia malah sedikit
menikmati situasi ini?
Dengan nada tenang, Nindi menjawab,
"
Bagaimanapun juga, aku sudah
memutuskan hubungan dengan keluarga Lesmana. Ini urusan pribadiku."
"Urusan pribadi? Kamu kira kamu
bisa menanggung semuanya sendiri? Keluarga Morris sudah menemui aku dan meminta
supaya aku mengurus ądik yang nggak tahu diuntung. Kalau nggak, mereka nggak
akan segan-segan bertindak," ujar Darren dengan nada penuh tekanan.
Nindi menjawab dengan dingin,
"Kecelakaan mobil yang mereka atur waktu itu hampir saja membuatku mati.
Masih ada sopan santun apa lagi yang mereka punya?"
Di samping, Sania mendengar perkataan
itu dan matanya sedikit berkilat.
Sepertinya, sekarang semua orang
mengira kecelakaan Nindi itu diatur oleh keluarga Morris, kalau begitu, itu
sangat bagus.
Dengan nada pura-pura baik, Sania
berkata, "Nindi, Kak Darren juga melakukannya demi kebaikanmu. Walaupun
kamu bilang sudah memutuskan hubungan dengan keluarga Lesmana, bagaimanapun
juga, kamu tetap bagian dari keluarga Lesmana. Hal itu nggak bisa diubah."
Leo menambahkan, "Nindi, Kak
Darren tadi siang sampai harus minum-minum sama orang keluarga Morris. Itu
cukup menguras tenaganya."
Melihat ekspresi Nindi yang terkesan
cuek dan santai, Darren langsung naik pitam, "Nindi, kamu harus ingat
kalau kali ini adalah aku, yang menyelesaikan masalahmu!"
'Oh, ini memang luar biasa, Nindi
hampir tertawa mendengar tuduhan besar itu.
"Aku nggak pernah minta bantuan
kalian, 'kan? Kalian bisa saja bilang ke keluarga Morris kalau aku sudah bukan
bagian dari keluarga Lesmana dan kalian nggak peduli hidup atau matiku. Itu
'kan lebih mudah?"
Nindi menjawab dengan tatapan dingin.
Aura di sekitarnya tampak semakin kuat.
Darren langsung marah besar,
"Nindi! Dasar nggak tahu terima kasih! Aku sudah bantu beresin semua
masalahmu, dan ini balasanmu?"
Sania buru-buru menarik Darren,
"Kak Darren, jangan marah. Nindi itu cuma keras kepala. Dia pasti bakal
ngerti maksud baikmu kok."
"Kak Darren, sabar
sedikit."
Leo berkata sambil berdiri di antara
mereka, mencoba meredam situasi.
"Kenapa kalian semua malah
menghalangi aku?
Dari awal aku sudah bilang, jangan
biarkan dia ke Yunaria buat kuliah. Akhirnya sekarang dia malah bikin masalah
yang nggak bisa kita selesaikan! Tapi dia tetap nekat ke sini!"
Darren menunjuk wajah Nindi dengan
penuh emosi dan berteriak, "Aku sudah kerja keras banget supaya keluarga
Morris nggak menuntut kita lagi. Tapi aku bahkan nggak dapat ucapan terima
kasih darimu!"
Nindi mendongak dan tersenyum sinis.
Lagi-lagi seperti ini, mengutuknya penuh hinaan dan tuduhan.
Nindi mengangkat alisnya, "Aku
nggak pernah minta kalian melakukan itu, dan aku juga nggak butuh bantuan
kalian!"
Dia memutar tubuhnya dan mulai
menuruni tangga, tidak ingin membuang waktu lagi.
"Nindi, berhenti! Leo, tahan
dia! Bawa dia kembali! Aku mau dia ikut bertemu langsung dengan keluarga
Morris!"
Darren berteriak marah, berharap bisa
membuat Nindi belajar sesuatu, tetapi dia tidak menyangka Nindi begitu berani.
Leo benar-benar mengejar Nindi dan
mencoba menariknya, "Kamu jangan pergi dulu."
"Jangan sentuh aku!"
Nindi menepis tangan Leo dan
memandang Darren, lalu lanjut bertanya dengan nada yang tajam, "Kamu kira
cuma dengan minum-minum sama mereka, masalah ini bisa selesai? Keluarga Morris
nggak akan mengejar lagi?"
"Kalau bukan begitu, kamu mau
apa? Berharap menyelesaikan semuanya sendiri? Serena, putri sulung keluarga
Morris, punya tunangan dengan putra mahkota komunitas konglomerat. Kalau dia
mau, dia bisa menghancurkan keluarga Lesmana hanya dengan jentikan
jarinya!" Darren berkata dengan penuh tekanan.
Nindi terkejut mendengar informasi
itu. Serena Morris punya tunangan dengan putra mahkota? Jadi dia harus menyerah
dan menunggu ajalnya?
Dengan nada dingin, Nindi menjawab,
"Aku punya bukti keluarga Morris memakai Seno untuk mencuci uang di markas
tim. Mereka nggak berani bertindak sembarangan."
Siapa pun itu kalau memang memegang
kendali, maka ada syarat untuk bernegosiasi.
Darren langsung tertegun mendengar
itu.
Sania tanpa sadar berkata,
"Tapi, Nindi, kalau kamu begitu, berarti kamu benar-benar menyinggung
keluarga Morris."
"Kalau nggak, apa aku harus
menunggu kalian dengan angkuhnya menyalahkan aku lagi? Mengatakan bahwa aku
bisa selamat karena keluarga Lesmana? Sudah, cukup sampai di sini!"
Sania dengan nada penuh sindiran
berkata, "Tapi Kak Darren jelas sudah mengusahakan segala cara. Keluarga
Morris pasti menghargainya juga."
"Jangan terlalu percaya diri.
Keluarga Morris tadi siang cuma mau menguji apakah bukti itu ada di tangan
kalian atau nggak."
Nindi berkata dengan tatapan penuh
arti ke arah Sania, lalu melanjutkan, "Bagaimanapun, aku yang punya bukti.
Aku yang memegang kelemahan mereka. Kalian kira mereka berani
macam-macam?"
Sania teringat ancaman Nindi
sebelumnya dan langsung merasa gelisah, dia tidak berani menatap mata Nindi
lagi.
Bagaimanapun, Sania juga punya
kelemahan di tangan Nindi, itu jelas sebuah peringatan!
Wajah Darren juga terlihat tidak
enak, karena apa yang dikatakan Nindi itu benar.
Dia sendiri merasa ada yang aneh,
kenapa keluarga Morris tiba-tiba tidak menuntut? Rupanya, itu karena alasan
ini!
Darren merasa kehilangan muka,
"Nindi, meskipun kali ini kamu beruntung, jangan kira kamu akan selalu
beruntung!"
No comments: