Bab 408
Raut wajah Brando tampak
sedikit canggung, Mungkin aku yang salah ingat. Akhir-akhir ini pekerjaan
lumayan sibuk."
"Kalau memang nggak
ingat, lebih baik berhenti pura-pura jadi kakak yang baik. Di sini nggak ada
kamera yang merekam, kok."
Wajah Brando langsung
berubah semakin suram.
Sania bergegas maju
untuk melerai, "Kak Brando, Kak Nindi memang seperti ini bicaranya. Jangan
terlalu dimasukkan ke hati, ya."
Brando pun memanfaatkan
kesempatan itu untuk mundur dengan tenang. Dia lalu berbalik dan meninggalkan
markas tim.
Galuh berkata dengan
geram, "Orang macam apa sih dia? Selama ini cuma pura-pura baik. Aku benar
-benar ingin membuka kedoknya di depan semua orang!"
"Dia itu artis.
Tanpa bukti yang kuat, nggak akan ada seorang pun yang percaya omonganmu."
Terlebih lagi, Brando
selalu membangun citra sebagai kakak yang perhatian. Mustahil dia bisa
mengalahkan Brando di hadapan para penggemar hanya dengan ucapan semata.
Nindi mengedarkan
pandangan ke setiap anggota tim, "Oke, ayo kita kita mulai latihannya
sekarang. Semua harus melawanku satu per satu. Aku mau lihat sejauh mana
perkembangan kalian!"
Nindi dan tim berlatih
hingga waktu batas masuk asrama tiba. Baru setelah itu, mereka mengakhiri
latihan.
Sesampainya di asrama,
Nindi langsung mandi. Saat keluar dari kamar mandi, dia melihat sebuah kotak
paket tergeletak di atas meja.
Dia langsung membuka
begitu melihat kemasannya yang familiar. Ternyata, itu adalah plester obat yang
dikirimkan untuknya.
Nindi mengambil foto
paket itu dan mengirimkannya kepada Cakra, "Sudah aku terima, terima
kasih, ya."
Cakra membaca pesan itu,
tetapi dia tidak tahu harus membalas apa sekarang.
Baginya, sikap Nindi
terasa sulit ditebak.
Zovan melirik ke
sampingnya, "Kalau Lemon masih mau balas pesanmu, itu berarti dia cukup
rasional. Dia tahu bukan kamu yang mengemudikan mobil itu. Jadi, dia juga paham
kalau kamu nggak terlibat langsung."
"Tapi, dari
balasannya, dia nggak seperti orang yang sudah tahu kebenarannya."
Cakra menatap layar
ponselnya sambil bergumam, tampak ragu-ragu.
Zovan melanjutkan,
"Benar juga, ya. Waktu itu, yang menangani masalah ini kan ibu tirimu.
Mungkin identitas aslimu belum terbongkar. Kalau penasaran, tanya langsung saja
padanya."
Cakra mengangguk, merasa
itu masuk akal. Kebetulan, dia memang berencana kembali menemui Mario untuk
menyelesaikan urusan pria itu yang ingin menjual identitasnya.
Seusai Nindi
mengeringkan rambutnya, dia tersadar bahwa Cakra belum membalas pesannya.
Sebaliknya, justru ada
beberapa pesan dari pasar gelap masuk ke ponselnya.
Seorang admin
menghubunginya, "Pihak pembeli sangat berminat. Mereka bahkan bersedia
menambah penawaran. Kalau kamu punya permintaan lain, ajukan saja."
"Bukan soal harga,
tapi urusan ini memang nggak bisa dinego lagi."
Dia tidak ingin bekerja
sama dengan perusahaan Darren.
"Kamu punya masalah
pribadi sama perusahaan itu, ya?"
"Yah, begitulah,"
balas Nindi tanpa ragu.
"Kalau begitu, ini
kesempatan bagus buatmu. Biar mereka yang datang minta maaf dan merendah.
Mereka butuh kamu sekarang, jangan sia-siakan kesempatan ini."
Saat Nindi membaca pesan
itu, tiba-tiba saja terlintas sesuatu dalam pikirannya.
Darren memiliki petunjuk
tentang kecelakaan mobil yang menewaskan orang tuanya.
Mungkin saja, dia bisa
menukarkan sesuatu untuk mendapatkan informasi itu.
Bagaimanapun, Darren
sudah bertahun-tahun tinggal di Kota Yunaria, tetapi dia baru menemukan sedikit
petunjuk. Itu berarti, pencarian ini tidaklah mudah.
Jika Nindi harus
mengandalkan dirinya sendiri, entah berapa lama lagi dia harus menunggu.
Meski dia tak ingin
punya keterkaitan dengan keluarga Lesmana, Nindi tetap ingin mengetahui
kebenaran kecelakaan di masa lalu, juga menemukan orang yang melarikan diri
saat itu.
"Benar juga, aku
akan pergi ke Lesmana Grup besok pagi," balas Nindi.
Beberapa hal memang
harus dibicarakan langsung.
Keesokan paginya, Nindi
langsung pergi ke Lesmana Grup sepulang kuliah.
Nindi masuk dengan tas
di punggungnya, lalu menghampiri resepsionis, "Aku ingin bertemu dengan
Pak Darren."
"Maaf, apa sudah
membuat janji?"
Namun, sang resepsionis
terkejut begitu melihat wajah Nindi, "Kamu Nindi?"
Nindi mengangguk tanpa
berniat menyangkal. Melihat itu, resepsionis tidak ragu untuk membawanya
langsung ke lantai atas menuju ruang direktur.
Ketika Darren mendongak
dan melihat Nindi masuk, ekspresinya tampak terkejut, "Kamu ngapain di
sini?
Nindi langsung bicara ke
intinya, "Aku ingin tahu petunjuk tentang orang yang melarikan diri waktu
itu."
Darren tersenyum sinis,
"Jadi, akhirnya kamu memutuskan membatalkan gugatan? Seharusnya dari dulu
begitu. Setidaknya, kamu masih punya sedikit hati nurani. Orang tua kita jadi
nggak sia-sia membesarkanmu."
Hati Darren merasa
begitu puas. Dia memandang Nindi dengan merendahkan, "Tapi, kalau memang
kamu mau petunjuknya, kamu harus memohon padaku lebih dulu."
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: