Bab 410
Tak butuh waktu lama
bagi sekretaris untuk menyiapkan kontrak. Setelah membacanya sekilas, Nindi
langsung membubuhkan tanda tangannya.
Sambil menyerahkan
kontrak itu, dia pun bertanya, "Mana informasi yang kamu janjikan?"
Darren menerima dokumen
itu dengan acu tak acuh, "Kupikir kamu benar-benar berhati dingin dan
nggak peduli lagi dengan orang yang melarikan diri waktu itu."
Nindi tersenyum tipis,
"Jangan buang-buang waktuku."
"Aku menghabiskan
bertahun-tahun untuk mengumpulkan sedikit petunjuk ini. Itu mengarah ke
keluarga Morris."
"Keluarga Morris?
Maksudmu keluarga Serena?"
Darren mengangguk,
"Tepat."
Nindi langsung teringat
bagaimana keluarga Morris melindungi Serena mati-matian. Jika memang begitu,
maka besar kemungkinan orang yang mengendarai mobil waktu itu berasal dari
keluarga Morris. Lalu, seperti biasa, mereka pasti telah mengorbankan sopir
sebagai kambing hitam.
Darren menatapnya tajam,
"Nindi, sekalipun kamu tahu, tetap saja kamu nggak akan bisa
menyelidikinya sendirian. Kamu masih terlalu lemah."
Nindi terkekeh sinis,
"Kalau aku memang selemah itu, kenapa kamu masih butuh bantuanku?"
Setelah Nindi
mengatakannya, wajah Darren seketika menjadi suram.
Melihat ekspresi
kakaknya yang kesal, suasana hati Nindi terasa membaik. Tanpa berkata-kata
lagi, dia langsung berbalik pergi.
Namun, dia tidak
menyangka petunjuk itu akan mengarah pada keluarga Morris. Sepertinya, dia
harus mencari cara untuk menyelidikinya lebih dalam, untuk mengetahui siapa
dari keluarga Morris yang pernah datang ke Kota Antaram saat kejadian itu
berlangsung.
Tak lama kemudian, Nindi
tiba di markas tim.
Para kru masih syuting
di sana, tetapi jumlah orang yang menonton jauh berkurang dibanding sebelumnya.
"Nindi, kamu
terlambat lagi hari ini."
Brando tetap duduk di
bawah payung besar, seraya menatapnya dengan tenang, "Kamu memang adikku.
Tapi bukankah rasanya keterlaluan kalau kamu selalu terlambat, sampai membuat
semua orang menunggu selama ini?"
Sania yang berdiri di
samping langsung menyahut dengan nada mengejek, "Benar sekali, Nindi.
Sekarang tinggal adeganmu saja yang belum selesai diambil."
Nindi menatap mereka
dengan dingin, "Kurasa nggak masalah. Aku nggak lagi buru-buru, kok."
"Nindi, apa-apaan
sikapmu ini!"
"Aku bukan adikmu,
kan? Jadi, setidaknya aku masih punya hak buat menentukan urusanku sendiri.
Lagi pula, tim sebentar lagi akan latihan. Aku nggak punya waktu untuk
syuting"
Tanpa menunggu jawaban,
Nindi langsung berbalik dan pergi, tidak peduli bagaimana wajah Brando yang
langsung berubah kesal.
Baginya, selama dia
tidak terburu-buru, maka yang merasa terdesak bukanlah dirinya.
Brando selalu suka
berpura-pura menjadi kakak yang baik di depan orang lain, bukan?
Baiklah, kalau begitu
dia akan membiarkan Brando membereskan kekacauan ini. Sampai akhirnya Brando
sendiri yang tidak tahan. Lalu, saat itu terjadi, dia pasti berhenti mencari
masalah dengannya.
Begitu Nindi kembali ke
kantor, Brando langsung masuk dengan wajah penuh amarah.
"Nindi, kamu
sengaja, ya?"
"Tentu saja, aku
memang sengaja."
Nindi menatapnya dengan
seringai ejekan, "Lagi pula, uang yang dihamburkan oleh tim produksi juga
bukan uangku."
"Bagus, kamu
semakin pintar sekarang."
Brando tampak kesal,
lalu berkata dengan nada penuh penekanan, "Tapi, jangan mengira kamu sudah
menang. Malam ini, kita langsung syuting adegan luar ruangan. Kamu nggak
mungkin pakai alasan buat latihan, 'kan?"
"Hm, oke."
Nindi langsung
menyetujuinya tanpa ragu. Brando sebenarnya tak berniat lama-lama berdebat. Di
sisi lain, Nindi juga malas buang-buang waktu untuk beradu argumen dengannya.
Lagi pula, waktunya
memang tak bisa disia-siakan begitu saja.
Brando pun pergi dengan
raut kesal.
Galuh masuk dengan wajah
semringah, "Jadi, sekarang dia nggak akan sengaja menyulitkan kita dan
menunda-nunda waktu lagi, 'kan?"
"Seharusnya begitu,
Kak Brando itu sangat menjaga harga diri, dia nggak mungkin terus-menerus
membuang waktunya di sini."
"Tapi, Nindi, melihat
sikap kakakmu ini, sepertinya dia bukan tipikal yang mudah menyerah begitu
saja. Kamu harus segera cari cara lain, jangan sampai terus-menerus diancam
olehnya."
Nindi mengangguk,
"Aku sudah mengumpulkan cukup banyak informasi tentang kelemahannya. Begitu
semuanya terbongkar, dia akan hancur total. Karirnya berakhir, bahkan impiannya
untuk meraih penghargaan tahun ini juga akan lenyap."
Begitu Nindi selesai
bicara, matanya menangkap sesuatu seperti ada bayangan seseorang di luar pintu
yang tak tertutup rapat.
Nindi memicingkan
matanya, "Siapa di sana?"
Tak ada jawaban. Galuh
berjalan ke pintu, melirik ke luar, lalu berkata, "Nggak ada
siapa-siapa."
Sementara itu, di sudut
lorong, Sania bersembunyi. Dia menatap layar ponselnya yang baru saja merekam seluruh
percakapan tadi. Sebuah senyum puas tersungging di bibirnya.
Kalau Brando mendengar
ini, dia pasti akan memberi Nindi pelajaran yang pantas.
'Nindi, kamulah yang
suka cari gara-gara,' batin Sania.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: