Bab 475
Begitu mendengar
kata-kata itu, Nindi langsung tergelak saking marahnya.
Dia kemudian berkata,
"Aku belum pernah melihat orang yang sangat nggak tahu diri seperti
kalian."
Sania tersenyum sinis
dan berkata, "Meskipun aku sudah lupa berapa kali naskah ini mengalami
revisi, aku masih ingat betul kalau ide awal dan arah ceritanya berasal dariku.
Masa kamu tega mengusirku begitu saja setelah aku berkontribusi?"
Nindi tertawa lepas
seketika.
Dia menoleh ke
teman-teman seprofesinya di sekitar dan berkata, "Kalian dengar itu? Yang
Sania sebut kontribusi itu cuma ide-ide yang akhirnya nggak ada gunanya. Dia
cuma sekali mengusulkan sesuatu, tapi sekarang mau namanya tercantum di
naskahku."
Para penulis lain yang
ada di sekitar mereka pun ikut merasa geram.
"Ini benar-benar
keterlaluan! Seenaknya saja mengaku berkontribusi dalam naskah."
"Aku sudah sering
mendengar bagaimana keluarga Lesmana memperlakukan adik kandungnya dengan
buruk, sementara mereka justru sangat baik pada saudara angkatnya. Akhirnya aku
bisa melihatnya sendiri sekarang."
Mereka semua sudah
terlalu sering menulis karakter tentang sosok malaikat berhati iblis, Jadi,
mereka sangat paham bagaimana pola pikir orang seperti Sania
Sania tergagap
dibuatnya, "Nggak begitu! Aku benar benar ikut dalam proses penulisan
naskahnya."
maskamya.
"Kalau memang ada
bukti, kenapa nggak langsung tunjukkan berkas naskah yang kamu tulis? Jangan
berlagak jadi korban di sini!"
Sania langsung terdiam.
Dia tidak berani menjawab karena memang tidak punya bukti keterlibatannya.
Akhirnya, dia hanya bisa
menoleh ke arah Darren.
Darren pun tampak murka.
Dia menatap Brando dan berkata dengan sengit, "Jangan pikir hanya dengan
membawa Nindi ke sini, kamu jadi bisa mengubah keadaan. Aku sudah memutuskan
kalau perusahaan ini akan dikelola oleh Sania mulai sekarang. Lebih baik kamu
istirahat saja untuk sementara waktu, tunggu sampai masalah ini mereda."
Sebagai pemegang saham
terbesar, Darren bisa langsung menyingkirkan Brando dari perusahaan hanya
dengan satu kalimat.
Sorot mata Sania tampak
puas. Dia menoleh ke Brando dan berkata, "Kak Brando, tenang saja, aku
pasti akan mengelola perusahaan ini dengan baik. Kalau nanti ada hal yang nggak
kupahami, aku pasti akan tanya padamu."
Nindi langsung tertawa
sinis, "Sejak awal, perusahaan ini selalu dijalankan oleh Brando. Sania,
kamu bahkan cuma bisa dapat nol di ujian masuk perguruan tinggi. Bisa-bisanya
kamu mau mengelola perusahaan, sedangkan membaca laporan keuangan saja mungkin
kamu nggak akan bisa."
Darren merasa wajahnya
sedikit tercoreng. Dia lalu menatap Nindi seraya berkata, "Nindi, kamu ini
⚫cuma seorang
penulis naskah, bukan pengusaha. Mulai sekarang, semua naskah yang kamu tulis
harus melalui persetujuan Sania dulu."
Sania semakin senang
mendengar itu. Baginya, tak peduli seberapa berbakat Nindi dalam menulis,
karena pada akhirnya, dia tetap hanya seorang pekerja yang harus tunduk pada
perintahnya.
Sania berkata dengan
manis, "Kak Nindi, aku tahu kalau kamu memang sangat berbakat dalam
menulis naskah. Tapi semua itu nggak lepas dari dukungan perusahaan. Aku harap
kamu bisa menulis naskah yang lebih bagus ke depannya. Kalau nggak, jangan
berharap perusahaan akan terus memberimu kesempatan."
Kemudian, dia mendekati
Nindi dan berbisik dengan lirih "Seberapa pun kau berusaha, kau tetap
nggak akan bisa menang dariku."
Nindi mendorong sosok
yang berlagak teraniaya itu.
Dia lalu berkata dengan
ketus, "Semua naskah itu ditulis atas permintaan Kak Brando. Aku
menulisnya karena memang berbakat, bukan karena aku diberi perlakuan khusus.
Aku sudah bilang kalau kamu itu nggak mengerti cara mengelola perusahaan, tapi
kamu masih saja bebal."
Brando pun maju untuk
menjelaskan, "Benar, dulu akulah yang memohon agar Nindi menulis naskah
itu. Meskipun dia masih pendatang baru, semua orang bisa melihat
kemampuannya."
"Tapi kalau nggak
ada perusahaan, sebagus apa pun naskah yang ditulis, tetap saja nggak akan ada
artinya!"
Sania jelas tak suka
melihat Brando membela Nindi.
Mendengar itu, Nindi
malah tertawa, Kalian dengar, 'kan? Menurutnya, kita para penulis naskah ini
bukan siapa-siapa!"
Ucapan Sania langsung
memicu amarah banyak orang!
Sania buru-buru meralat
begitu sadar telah salah bicara, "Bukan begitu maksudku! Aku cuma bicara
soal Nindi, bukan kalian semua!"
Beberapa orang yang
sudah tak tahan lagi akhirnya menyindir, "Pak Darren, Anda menyerahkan
perusahaan pada orang luar seperti dia? Apa menurut Anda perusahaan ini masih
kurang cepat bangkrut?"
Darren menatap Sania
dengan kecewa. Dasar bodoh!
Namun, dia tetap
berusaha membela Sania, "Aku akan merekrut manajer profesional untuk
mengelola perusahaan ini, lalu Sania akan belajar darinya. Jangan khawatir,
perusahaan nggak akan mengalami masalah."
"Kakak, bukan kamu
yang berhak menentukan siapa manajer utama perusahaan ini."
Brando akhirnya
benar-benar melihat bahwa kakaknya sudah kehilangan akal. Jika Darren
bersikeras menghabiskan uang untuk Sania, maka dia tak akan tinggal diam.
Darren mendengus dingin,
"Aku ini pemegang saham utama, kenapa aku nggak berhak
mengatakannya?"
No comments: