Bab 479
Saat Nindi melihat raut
wajah Sania, suasana hatinya seketika membaik.
Jelas sekali, Sania
benar-benar tak ingin dia kembali ke keluarga Lesmana, terutama saat Nando,
Brando, dan Leo serentak berpihak padanya.
Itulah efek yang memang
Nindi harapkan.
Ketika menghadapi
pertanyaan Sania, ekspresi Darren tampak sedikit canggung.
Nando buru-buru menyela,
"Kak, bukankah selama inį kamu selalu bilang ingin keluarga kita tetap
utuli? Memang benar ada konflik di antara kita, tapi sekarang Nindi sudah mau
berdamai. Leo dan Brando juga sudah nggak ada masalah. Jadi, mari kita semua
saling mengerti."
Sania tidak rela begitu
saja, "Kak Nando, tapi Nindi setuju berdamainya secara tiba-tiba. Kita
nggak tahu apa yang sebenarnya dia rencanakan."
Bagaimanapun juga, dia
tidak bisa membiarkan Nindi kembali ke dalam keluarga Lesmana, kemudian merebut
posisi yang seharusnya menjadi miliknya.
Nando mendengus dingin,
"Nindi itu adik kandung kita, putri sulung keluarga Lesmana. Wajar saja
kalau dia mau berdamai. Lagi pula, keluarga Lesmana itu rumahnya."
Brando langsung menunjuk
hidung Sania dan memakinya, "Kamu ini cuma anak sopir, memangnya punya hak
apa buat bicara di sini? Kalau dia nggak kembali, kamu pikir bisa menggantikan
posisinya sebagai putri sulung keluarga Lesmana? Mimpi saja sana!"
Jangan kira dia tidak
bisa melihat niat busuk Sania.
Mata Sania langsung
memerah karena menahan tangis. Dia menoleh ke Darren seraya berkata, "
Kakak, aku nggak pernah berpikir buat menggantikan Kak Nindi sebagai putri
keluarga Lesmana. Aku cuma merasa aneh saja. Dulu dia sangat membenci keluarga
Lesmana, tapi tiba-tiba sekarang mau berdamai. Aku cuma penasaran dengan
alasannya, nggak ada maksud lain."
Darren langsung
membentak Brando, "Ayah Sania meninggal gara-gara menyelamatkan ayah dan
ibu. Dia sudah dianggap sebagai putri keluarga Lesmana dan mendapatkan
kehidupan yang layak. Dia nggak perlu bersaing dengan Nindi."
Brando tertawa sinis,
"Kak, selama ini keluarga Lesmana sudah cukup berbaik hati pada Sania. Apa
Kakak lupa kalau kecelakaan mobil dulu ada hubungannya dengan ayahnya?
Memangnya dia punya jasa apa untuk keluarga Lesmana?"
Seusai Brando
mengatakannya, raut wajah Nindi berubah drastis, "Kak, apa maksudmu?"
Mungkinkah Brando tahu
sesuatu?
Sania juga ketakutan dan
buru-buru menjelaskan, " Kak Brando, Kakak ngomong apa, sih? Ayahku memang
meninggal gara-gara kecelakaan mobil! Apa hubungannya dengan itu?"
Hati Sania dipenuhi
kecemasan. Jangan-jangan, Brando tahu bahwa ayahnya sebenarnya belum meninggal?
Nindi melangkah mendekat
dan menatap Brando dengan serius, "Apa yang sebenarnya terjadi dengan
kecelakaan mobil waktu itu?"
Brando melanjutkan
dengan dingin, "Kalau saja ayah Sania nggak ceroboh saat mengemudi, mana
mungkin dia bisa tertabrak dan kecelakaan? Apa dia sama sekali nggak punya
tanggung jawab dalam kejadian itu?"
Hati Nindi mencelus saat
mendengarnya. Ini bukan jawaban yang dia harapkan.
Sania juga langsung
menghela napas lega. Asal bukan soal ayahnya yang masih hidup, itu sudah cukup
baginya.
Sania buru-buru memasang
ekspresi memelas, " Kak Nando, ayahku selalu mengemudi dengan hati-hati.
Lagi pula, saat itu yang menerobos lampu kuning 'kan mobil lain. Mobil ayahku
yang tertabrak, jadi apa hubungannya itu?"
"Tapi, hasil
penyelidikan di tempat kejadian menunjukkan kalau ayahmu sama sekali nggak menginjak
rem saat itu, sekalipun kecepatan mobilnya sangat tinggi. Biasanya, orang pasti
akan menginjak rem di saat seperti itu, tapi ternyata dia nggak
melakukannya!"
Sania terdiam tanpa tahu
harus menjawab apa, karena dia sendiri pun tidak terlalu paham kejadian
kecelakaan saat itu.
Dia pernah bertanya
kepada sang ayah tentang kecelakaan itu, tetapi ayahnya selalu menghindar dan
menyuruhnya untuk tidak banyak bertanya.
Akhirnya, Sania hanya
bisa berkata sambil terisak, " Mungkin saja ayahku saat itu ketakutan dan
nggak sempat bereaksi. Tapi bagaimanapun juga, dia sudah meninggal! Apakah
pantas membahas orang yang sudah tiada selama bertahun-tahun?"
"Itu memang nggak
pantas."
Darren menatap Brando
dan berkata, "Aku sudah menyelidiki kecelakaan itu dengan teliti.
Penyebabnya jelas gara-gara si penabrak. Kejadian itu nggak ada hubungannya
dengan ayah Sania!"
"Tapi, Kak,
bukankah dulu kamu juga pernah bilang kalau ada yang janggal soal ayah Sania
yang nggak menginjak rem?"
"Aku memang pernah
bilang begitu. Tapi bisa saja ada alasan lain, seperti panik sampai lupa
menginjak rem. Sekarang ayah Sania sudah meninggal. Nggak ada gunanya lagi
mempermasalahkan hal ini."
Darren memang pernah
menyelidiki kejadian itu. Penyebab utamanya adalah karena pengemudi yang menabrak.
Namun, Nindi tiba-tiba
berkata, "Bagaimana kalau rem mobil itu memang sudah rusak
sebelumnya?"
Jika ayah Sania
sebenarnya belum meninggal, maka sangat mungkin dia sendiri yang telah merusak
remnya.
Sania langsung membantah
dengan tegas, "Nggak mungkin! Ayahku pasti sudah memeriksa mobilnya. Kalau
remnya memang dirusak, itu juga nggak ada hubungannya dengan ayahku! Lagi pula,
dia juga sudah meninggal!"
No comments: