Bangkit dari Luka ~ Bab 480

 

Bab 480

 

Nindi tersenyum tipis seraya berkata, "Aku cuma menduga saja. Kenapa kamu kelihatan panik begitu?

 

Sania berdiri di samping Darren dengan ekspresi penuh derita, "Kakak, aku tahu aku nggak disukai di rumah ini, terutama karena masalah Kak Nindi meninggalkan rumah gara-gara aku. Kakak-kakak juga semakin membenciku. Tapi soal ayahku, aku nggak akan mundur. Dia meninggal demi menyelamatkan Paman dan Tante."

 

Pada saat seperti ini, memanfaatkan rasa bersalah Darren adalah langkah yang tepat.

 

Darren pun sedikit melunak dan menenangkan Sania, "Sania, tenang saja. Selama aku ada, aku nggak akan membiarkanmu diperlakukan dengan buruk."

 

"Aku tahu, Kak. Tapi aku hanya khawatir Kak Nindi jadi nggak nyaman setelah kembali ke rumah. Bagaimanapun, hubungannya dengan kakak-kakak sebelumnya sangat buruk. Mereka bahkan hampir saling menjebloskan ke penjara."

 

Sania sengaja membangkitkan masa lalu itu, karena dia tahu ini adalah luka yang belum sepenuhnya sembuh bagi kakak-kakaknya.

 

Namun, Nando langsung menyela, "Yang sudah berlalu, biarkan berlalu. Kita ini saudara kandung. Nggak ada dendam yang nggak bisa dimaafkan. Tapi kamu juga jangan lagi membahas hal-hal buruk di masa lalu. Kamu terdengar seperti lagi coba mengadu domba kami."

 

Sania langsung memasang ekspresi tersinggung, " Kak Brando, aku nggak ada maksud begitu."

 

Baguslah kalau nggak. Ngomong-ngomong, karena Nindi akan kembali ke keluarga Lesmana, lebih baik kamu mulai berkemas dan pindah dari kamar di Vila Yunaria. Kamar itu milik Nindi."

 

Begitu Nando mengucapkan kalimat ini, wajah Sania langsung pucat.

 

Dia terdiam beberapa saat sebelum menoleh ke Darren, lalu berkata dengan lirih, "Kak, bukannya kamu yang bilang kamar itu milikku? Sejak kecil aku nggak pernah punya kamar sendiri. Kamu yang bilang kalau kamar itu milikku."

 

Darren terbatuk pelan, "Vila itu punya banyak kamar. Nindi bisa pilih salah satu yang lain nanti."

 

Nindi tersenyum dingin, "Tapi vila itu dibeli sama ayah dan ibu, 'kan? Mereka pernah bilang kalau kamar terbesar dengan pemandangan terbaik adalah milikku."

 

Dia tak akan menyerah begitu saa dengan apa yang menjadi miliknya.

 

Nindi menatap Sania, "Kalaupun kamu dikasih kebebasan memilih kamar, itu cuma berlaku buat kamar yang nggak punya pemilik. Sedangkan kamarku, ya, sudah seharusnya jadi milikku. Kecuali ayah dan ibu sendiri yang mengubah keputusan, nggak ada yang bisa mengambilnya."

 

Darren mengernyit dibuatnya, "Nindi, bukannya semua kamar sama saja? Jangan terlalu mempermasalahkan hal ini."

 

"Oh, iya. Aku yang duluan datang ke sini. Tapi cuma gara-gara aku yang belum sempat menempati kamar itu, sekarang kamar itu bisa jadi milik Sanía, begitukah? Apa dia setidak tahu malu itu, ya?"

 

Begitu Nindi selesai bicara, Sania langsung tersedu -sedu.

 

Darren buru-buru membela Sania, "Nindi, kamu baru saja kembali ke keluarga ini, tapi kenapa harus membuat keributan di rumah, sih?"

 

Brando mendengus, "Kak, bukankah semua ini gara -gara kamu? Kamu sendiri yang memutuskan membiarkan Sania tinggal di kamar Nindi."

 

Leo ikut menimpali, "Kak, justru kamulah yang suka cari masalah."

 

Nando menegaskan dengan sinis, "Kak, kamar itu diwariskan oleh ayah dan ibu buat Nindi. Kamu sama sekali nggak punya hak buat kasih ke Sania."

 

Nindi bersedekap seraya menatap Darren dengan tajam, "Sudah jelas kan Pak Darren? Ini semua salahmu!"

 

"Hmph, kalian nggak berhak menentukan segalanya di dalam keluarga Lesmana!"

 

"Tapi kalau kami berempat menggabungkan kepemilikan saham kami, jumlahnya akan lebih besar darimu. Jadi, masih yakin posisi CEO Lesmana Grup akan tetap menjadi milikmu? Semua itu masih belum pasti."

 

Wajah Darren langsung memucat.

 

Sania maju dan berkata dengan suara gemetar, " Nindi, aku..."

 

Nindi langsung merenggut kalung dari leher Sania, " Ini peninggalan ibuku buatku. Kamu pikir dirimu pantas memilikinya?"

 

Sejak tadi, dia sudah merasa ada yang aneh dengan kalung itu, hampir saja dirinya lupa soal ini.

 

Leher Sania îmemerah dengan bekas goresan akibat tarikan itu. Dia seketika berteriak lantang, "Ini hadiah dari Kak Darren!"

 

"Dia nggak berhak kasih barang milikku kepada orang lain."

 

Darren buru-buru menengahi, "Nindi, kamu ini pelit banget!"

 

Nindi justru tergelak. Dia melangkah maju, merapikan dasi Darren dengan lembut. Darren terdiam dan terpaku di tempat, tanpa mengerti apa yang sebenarnya ingin Nindi lakukan.

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 480 Bangkit dari Luka ~ Bab 480 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on March 14, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.