Bab 482
Akhirnya, dia
mengangguk. "Benar, aku sudah bertanya dengan jelas tadi. Naskah itu
memang sepenuhnya ditulis oleh Nindi sendiri. Aku yang sebelumnya salah
paham."
Sania yang mendengar
ucapan Darren dan langsung naik pitam. Matanya memerah karena marah.
Tak disangka, Darren
sama sekali tidak membela dirinya. Lalu, bukankah kehadirannya di pesta ini
hanya menjadi bahan tertawaan?
Nindi sengaja menoleh ke
arah Sania. "Aku tahu kamu selalu ingin meraih prestasi, tapi bergantung
pada orang lain nggak akan membantumu berkembang, justru malah merugikanmu. Aku
melakukan ini demi kebaikanmu, kamu nggak akan menyalahkanku, 'kan?"
Ucapan yang penuh dengan
sindiran itu membuat Sania hampir gila.
Ekspresinya pun langsung
berubah buruk. "Aku permisi ke kamar kecil dulu."
Nindi memperhatikan
punggung Sania yang menjauh, lalu melepaskan lengan Darren. Dia memang sengaja
ingin membuat Sania marah.
Bagaimanapun juga, di
keluarga Lesmana, satu-satunya orang yang selalu berpihak pada Sania hanyalah
Darren.
Penampilan Nindi
selanjutnya juga sangat bagus, membuat Darren mendapat cukup muka di depan
orang-orang. Hal ini juga sedikit mengurangi prasangka buruknya terhadap Nindi.
Darren berbisik kepada
Nindi, "Bukankah lebih baik begini? Kamu dan Sania bisa berdamai dan hidup
rukun."
Nindi menyunggingkan
senyum dingin. "Baiklah, tapi kamu harus bersikap adil. Kembalikan semua
yang menjadi milikku, baru aku bisa menuruti kata-katamu."
"Oke, akan kusimpan
dulu semua barang-barang yang diberikan Ayah dan Ibu kepadamu. Aku akan
menyerahkannya nanti, supaya aku bisa memastikan kalau kamu benar-benar ingin
kembali ke keluarga Lesmana."
Darren masih sedikit
waspada, dia merasa Nindi mungkin kembali hanya untuk mendapatkan warisan.
Bagaimana kalau gadis
itu berubah pikiran setelah Darren buru-buru menyerahkan harta itu padanya?
Nindi menjawab dengan
santai, "Oke, tapi Sania nggak boleh ikut campur dalam urusan ini,
termasuk dalam yayasan amal."
"Boleh saja."
Darren langsung
menyetujuinya. Nanti dia bisa memberikan kompensasi lain kepada Sania.
Nindi menatap gelas
sampanye di tangannya, dia yakin Sania pasti akan sangat marah jika mengetahui
hal ini.
Ini baru permulaan,
Pria sombong dan percaya
diri seperti Darren selalu suka menjaga citra. Dulu dia mengorbankan Nindi,
sekarang giliran Sania yang dikorbankan.
Roda kehidupan berputar,
dia juga ingin melihat sampai kapan Sania bisa bertahan.
Dia juga penasaran,
bagaimana ekspresi Darren ketika mengetahui bahwa ayah Sania sebenarnya belum
mati, dan bahkan terlibat dalam kecelakaan mobil waktu itu.
Setelah pesta berakhir,
barulah Sania keluar dari kamar kecil dengan wajah muram.
Nando berkata kepada
Nindi, "Pulanglah untuk makan malam bersama akhir pekan, ini makan malam
pertama kita setelah keluarga kita utuh."
"Baiklah, tapi
kamarku harus dirapikan.'
Nindi menatap ekspresi
kesal Sania yang tidak berani melawan. Dia pun menambahkan, "Oh ya, Sania,
yayasan amal itu milikku. Dulu aku nggak ada di sini, tapi sekarang aku sudah
pulang. Jadi, semua ini harus dikembalikan kepadaku."
Sania sangat marah.
"Kak Darren, bukankah kamu bilang yayasan amal itu untukku?"
Kenapa ini juga harus
diambil kembali?
Darren berdeham.
"Aku sengaja membuat Nindi marah sebelumnya. Jangan khawatir, aku akan
kasih kamu kompensasi."
"Tapi aku juga
sudah berusaha keras untuk yayasan ini, aku bahkan sudah menyiapkan acara
penggalangan dana, undangan sudah disebar, bagaimana bisa kamu menyuruhku
mundur sekarang?"
Sania benar-benar tidak
menyangka bahwa hanya karena Nindi sedikit merendahkan diri, Darren bisa dengan
mudah mengkhianatinya.
Benar saja, adik kandung
memang berbeda.
Saat mendengar tentang
acara penggalangan dana, mata Nindi berbinar. "Sepertinya kamu memang
sudah berusaha cukup keras. Kalau begitu, silakan lanjutkan acara penggalangan
dananya."
Sania pasti akan bermain
curang dengan dana amal.
Darren menatap Nindi
dengan Heran. "Kamu setuju?”
Dia pikir Nindi akan
dengan tegas menolak, tetapi kini Darren bisa bernapas lega.
Nindi sengaja menatap
Sania. "Jangan sampai gagal, ya. Laksanakan penggalangan dana itu dengan
baik. Nanti aku akan menggajimu."
Sania hampir mati karena
marah. Beraninya gadis jalang ini benar-benar memperlakukannya seperti
karyawan?
Padahal, uang dari acara
lelang amal itu seharusnya menjadi miliknya. Kenapa sekarang dia hanya diberi
gaji?
Sejak Nindi kembali,
semua rencananya jadi berantakan. Dia harus menghubungi ayahnya dan
menyingkirkan Nindi Lesmana, duri dalam dagingnya.
No comments: