Bab 483
Nindi mencemooh Sania,
lalu berbalik dan pergi.
Nando melangkah maju dan
menawarkan, "Nindi, biar kami antar kamu kembali ke kampus. Sudah larut,
aku khawatir kalau kamu pulang sendirian."
"Nggak perlu, aku
bisa naik taksi sendiri."
Nindi masih bersikap
dingin. Dia hanya setuju untuk berdamai, tapi tidak pernah berniat memaafkan
mereka.
Setelah dia mengetahui
kebenaran di balik kecelakaan mobil itu, dia tidak akan pernah bertemu mereka
lagi.
Tanpa basa-basi, Nindi
langsung pergi dengan taksi.
Sania menatap punggung
Nindi dengan gigi gemeletuk karena kesal. 'Tunggu saja! Kecelakaan mobil
kemarin gagal membunuh Nindi, tapi siapa tahu apa yang akan terjadi di lain
waktu?'
Ketika Sania Kertanegara
berbalik dan menatap Darren, dia kembali memasang wajah memelas." Kak
Darren, meskipun aku juga senang Kak Nindi pulang, tapi aku merasa ada yang
nggak beres."
Darren berpikir sejenak.
"Apa yang menurutmu nggak beres?"
"Kak Darren,
bukannya aku mencurigai Kak Nindi, tapi sebelumnya dia begitu marah. Lalu
tiba-tiba dia setuju berdamai dan nggak menuntut Kak Brando serta Kak Leo?
Bukankah itu aneh?"
"Kamu terlalu
berpikir berlebihan. Nindi berdamai karena warisan orang tua kita. Dia nggak
ingin semua itu jatuh ke tanganmu. Sebelum aku benar-benar yakin, aku nggak
akan menyerahkan warisan itu kepada Nindi."
Darren sangat yakin
Nindi merendahkan diri karena alasan itu.
Dia juga tahu Nindi
menyerah karena warisan orang tua mereka, jadi Darren akan menunggu sampai
badai reda sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.
Sanía merasa sangat
tidak nyaman ketika dia melihat Darren benar-benar setuju untuk membiarkan
Nindi Lesmana kembali. Dia telah hidup dengan sangat baik di keluarga Lesmana
selama ini dan dia hampir merasa seperti putri keluarga Lesmana.
Namun, kali ini Nindi
mau merendahkan diri dan kembali ke keluarga Lesmana. Kelopak matanya terus
berkedut, seolah sesuatu yang buruk akan terjadi.
Sania menundukkan
pandangannya. Niat buruk seketika berkilat di matanya. Dia tidak bisa duduk
diam. Jika tidak, Nindi pasti tidak akan melepaskannya setelah kembali ke
keluarga Lesmana.
Dia harus mencari jalan
keluar. Lagi pula, dia sudah mendapatkan banyak keuntungan dari yayasan itu.
Sebelum semuanya berakhir, dia harus meraup keuntungan terakhir.
Sementara itu, Nindi
sudah kembali ke kampus.
Dia teringat ekspresi
Sania saat mengertakkan giginya. Ini baru permulaan. Setelah acara penggalangan
dana selesai dan dia mendapatkan bukti kejahatan si gadis licik itu, barulah
saatnya dia bertindak.
Sania baru beberapa hari
mengambil alih yayasan amal, tapi sudah berani memanipulasi pembukuan dan
menggelapkan ratusan juta.
Tidak heran akhir-akhir
ini Sania selalu mengenakan pakaian baru dan semuanya dari merek ternama.
Gadis licik itu pasti
tidak berani menyimpan uang sebanyak itu sendiri. Dia pasti sudah mentransfernya
ke ayahnya.
Nindi diam-diam menyusun
rencana, berusaha menenangkan pikirannya. Saat ini, dia tidak memercayai satu
pun saudara-saudaranya.
Mereka berpihak padanya
sekarang hanya karena kepentingan mereka sendiri telah diambil alih oleh Sania.
Ini hanya kerja sama
sementara.
Setelah kembali ke
asrama, Nindi menerima pesan dari Cakra. 'Aku baru pulang dari perjalanan
bisnis. Besok ada waktu nggak?'
Nindi melirik jadwal
kuliahnya. 'Besok aku ada kelas seharian. Ayo kita bertemu malamnya di gym.'
Selama Cakra pergi,
Nindi tidak pernah pergi ke pusat kebugaran.
Sekarang tubuhnya sudah
cukup pulih, dia ingin kembali berlatih tinju agar menjadi lebih kuat.
Cakra melirik kotak
hadiah di sampingnya dan memutuskan untuk memberikannya besok.
Zovan mencondongkan
tubuh dari kursi penumpang, "Saranku, ajak si Lemon berkencan ke tempat
yang menyenangkan besok."
"Dia ingin pergi ke
gym, jadi aku akan menemaninya latihan tanding."
"Pasangan lain
berkencan keliling kota, kalian malah ke gym."
Suara Cakra terdengar
berat. "Selama dia suka, aku akan menemaninya."
"Apa rencanamu
tentang campur tangan keluarga Ciptadi dalam konferensi pers?"
Ketika masalah ini
disebutkan, senyum di wajah Cakra memudar. "Aku akan bertanya padanya dulu
besok."
"Kenapa kamu nggak
mengurusnya sendiri? Gadis kecil itu tampaknya sangat menyukai gaya CEO yang
mendominasi."
"Dia ngga suka aku
ambil keputusan sepihak tanpa persetujuannya. Kalau begitu, apa bedanya aku
dengan saudara-saudaranya?"
Cakra mengusap kotak
hadiah itu dengan lembut. Pandangannya penuh kehangatan.
Apa pun keputusan Nindi,
dia akan selalu mendukungnya.
Keesokan harinya,
setelah selesai kelas, Nindi kembali ke asrama untuk berganti pakaian.
Dia memilih rok pendek
yang cukup panjang untuk menutupi bekas luka di kakinya dari kecelakaan mobil
beberapa tahun lalu.
No comments: