Bab 493
Saat Nindi berjalan menuju pintu,
Darren bergegas mengikutinya.
"Nindi, berhenti di situ!"
"Karena kata-kataku nggak
berarti, nggak ada alasan untuk aku tetap tinggal di sini."
Nindi benar-benar tidak peduli.
Ekspresi Darren berubah, lalu dia
berkata dengan susah payah, "Mungkin tadi aku salah dengar, jadi aku kira
kamu yang melakukannya."
Kalau Nindi benar-benar pergi,
bagaimana nasib Brando dan Leo? Darren tidak sanggup menanggung akibatnya.
Nindi tersenyum dingin, "Kamu
salah dengar, atau ada yang sengaja memutarbalikkan fakta?"
Darren menghela napas dan berkata
lirih, "Apa itu perlu dipermasalahkan?"
"Jelas penting. Dulu kalian suka
pura-pura nggak tahu, tapi sekarang aku muak. Semua harus jelas!"
Setelah Nindi berkata demikian,
Brando langsung menyeret Sania dan membawanya keluar.
Brando menunduk dan menatap Sania
dengan tajam. "Kalau begitu, ulangi persis seperti yang kamu bilang sama
Kak Darren tadi."
Dengan wajah bersalah, Sania melirik
Darren dan berkata, "Kak Darren, aku ... aku tadi nggak pernah bilang
kalau Kak Nindi yang memukulku."
Darren tiba-tiba merasa sedikit tidak
enak hati.
Meskipun Sania tidak mengatakannya
secara langsung, nadanya jelas menyiratkan bahwa Nindi yang melakukannya.
Darren berpikir sejenak, lalu berkata
kepada Nindi, " Iya tadi aku yang salah dengar. Begitu sudah cukup,
kan?"
"Kak Darren, kalau kamu salah
dengar, kamu harus minta maaf ke Nindi."
Nando mendekat dan berkata,
"Betul, Kak Darren. Kamu ini terlalu cepat menyalahkan Nindi, dan itu juga
kesalahanmu. Dulu, Nindi sering diperlakukan nggak adil karena prasangka kita.
Kita nggak boleh membiarkan hal itu terjadi lagi."
Wajah Darren tampak enggan. Sebagai
kakak tertua, dia tidak terbiasa meminta maaf.
Saat menyadari keengganan Darren,
Sania buru-buru berkata, "Kak Darren 'kan kakak tertua, sebenarnya ini
semua salahku. Aku yang bikin Kak Darren salah paham. Aku saja yang minta
maaf."
Saat melihat Sania mengambil
inisiatif untuk bertanggung jawab, Darren merasa lebih lega. Awalnya, dia
memang sempat kesal pada Sania.
Begitu melihat perempuan licik itu
berpura-pura datang dengan wajah penuh penyesalan, Nindi mengangkat tangan dan
menamparnya.
Sania tertegun karena tamparan itu.
Nindi mengelus pergelangan tangannya
dan berkata, "Karena sudah mengakui kesalahanmu, berarti ini memang
salahmu. Aku menamparmu demi kebaikanmu."
Sania berteriak, "Demi
kebaikanku?"
"Ya, lagi pula ucapanmu yang
nggak jelas itu gampang menimbulkan kesalahpahaman. Ini bukan kebiasaan yang
baik. Aku cukup baik hati untuk membantumu memperbaikinya. Kamu seharusnya
berterima kasih."
Nindi bahkan berinisiatif membantu
Sania berdiri, lalu berkata dengan nada pura-pura lembut, "Lain kali
jangan bicara begitu lagi, ya? Aku juga nggak ingin memukulmu."
Saat melihat ekspresi Nindi yang
lembut, bulu kuduk Sania langsung berdiri.
Nindi yang seperti ini malah lebih
menakutkan.' Apa yang sebenarnya dia rencanakan?' pikir Sania.
Sania buru-buru menoleh ke arah
Darren. "Kak Darren!" ujarnya.
Darren berdeham, lalu berkata,
"Nindi ada benarnya juga. Dia bahkan membantumu berdiri, berarti dia nggak
niat musuhan denganmu."
Sania merasa seakan ingin muntah
darah karena kalimat itu.
Dasar wanita jalang ini, sikap mana
yang tampak seperti ingin baikan denganku? Tapi karena Darren sudah bilang begitu,
aku juga nggak berani membantah,' pikir Sania.
Nindi langsung melepaskan
genggamannya, lalu mengusap tangannya ke pakaian Sania dengan sengaja.
Sania begitu marah sampai merasa
kepalanya mendidih. "Ternyata wanita ini memang sengaja! Dia kembali ke
Keluarga Lesmana cuma untuk merebut segalanya dariku!" gerutu Sania dalam
hati.
Mereka semua kembali ke ruang tamu,
lalu pengurus rumah mendekat dan berkata, "Tuan Muda, apa makan malamnya
bisa dimulai?"
Begitu melihat pengurus rumah ini,
senyum dingin di wajah Nindi semakin dalam
'Jadi dia benar-benar datang ke Kota
Yunaria,' pikir Nindi.
Pengurus rumah tangga itu bisa
merasakan tatapan Nindi, tetapi tidak berani membalas tatapan itu.
Ketika hendak duduk, Nindi melihat Sania menarik kursi untuk dirinya sendiri. Nindi pun duduk di sana duluan dengan santai, sambil berkata, "Oh, makasih!"
Sania langsung berkata dengan kesal,
"Hei, ini kursiku!"
"Oh ya? Tapi aku lebih suka
duduk di sini waktu makan."
Nindi sama sekali tidak berencana
untuk pindah dari kursinya.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Novel Membakar Langit Menaklukkan Dunia Bab 2100 - 2205 sudah tersedia di lynk id, yang masih sabar, tunggu di sabtu ya
No comments: