Bangkit dari Luka ~ Bab 61

Bab 61

 

Tatapan Nindi menajam, bak ingin menerkam orang.

 

Sania mundur selangkah. "Kak Nindi, kenapa kamu menatapku seperti itu? Bukan aku yang menjatuhkan alat tulismu ke lantai."

 

Nando datang mendekat. "Nindi, ada apa?"

 

tanyanya.

 

Nindi berusaha menahan amarah sambil berkata, " Alat tulisnya rusak."

 

"Bagaimana bisa rusak?"

 

Nando melihat sekilas ke alat tulisnya, ekspresinya berubah drastis. "Kamu masuk dulu, biar segera kubelikan yang baru."

 

Nindi agak menyesal. Seharusnya, dia tidak tinggal di keluarga Lesmana.

 

Kali ini, dia ceroboh.

 

Nindi tidak percaya pada Nando, sehingga dia punya rencana untuk menelepon Cakra.

 

"Kak Nando, bagaimana kalau alat tulisku saja yang diberikan pada Kak Nindi? Aku akan menunggumu bawa alat tulis yang baru," tawar Sania.

 

"Nggak perlu, biar aku yang belikan."

 

Nando menoleh ke arah Nindi, kemudian bicara, " Nindi, percaya padaku. Masuk dulu saja. Kalau nggak, kamu akan telat."

 

Nindi hanya menatap Nando sejenak, lalu berbalik ke sekolah dan menunggu di ruang ujian lebih dulu.

 

Kebetulan, hari ini hujan deras dan macet. Pasti tidak akan sempat mengantarkannya.

 

Namun, Nindi memiliki firasat buruk.

 

Saat Sania melewatinya sambil membawa payung, dia berlagak baik dan berkata, "Semoga Kak Nando bisa kembali tepat waktu sebelum ujian mulai."

 

Memegang sebuah payung besar warna hitam, Nindi hanya diam-diam menatap ke depan dan tidak mengindahkan ucapan Sania.

 

Sania merasakan canggung, sehingga kakinya hanya dientakkan sebelum pergi.

 

Sebenarnya, Sania masih kurang puas karena yang dia bayangkan, Nindi baru sadar ada yang salah dengan alat tulisnya saat ujian.

 

Nindi sungguh beruntung.

 

Hujan di luar makin deras.

 

Nindi pun segera menelepon Cakra.

 

Telepon langsung dijawab dalam sekejap. "Ada apa? Mestinya kamu sudah di kelas, lho!"

 

"Alat tulisku rusak. Ini sedang tunggu Kak Nando buat membelikan yang baru, tapi dia belum kembali. 11

 

Cakra langsung duduk tegak. "Tunggulah di kelas."

 

Setelah telepon ditutup, Nindi terus melihat ke arah luar sampai guru mengingatkan dirinya sudah harus masuk kelas, barulah dia berbalik dan berjalan menuju area sekolah.

 

Dia percaya pada Cakra.

 

Nindi masuk ke kelas dan duduk di tempatnya hingga bel berbunyi.

 

Kepala Sekolah tampak tergesa-gesa saat masuk ke kelas dengan alat tulis di tangan, lalu memberikannya pada pengawas ujian untuk diperiksa sebelum diserahkan pada Nindi.

 

Nindi agak kaget dan mengamati kepala sekolah. Pikirnya, bagaimana bisa dia yang mengantarkan ?

 

Namun, sekarang, dia tidak mempunyai waktu untuk berpikir soal itu karena ujian akan segera dimulai.

 

Waktu pun berlalu.

 

Saat ujian pertama selesai, Nindi bisa agak menghela napas lega.

 

Dia berjalan keluar kelas, kemudian menatap langit dan merasakan suasana hatinya cukup baik.

 

Saat Nindi tiba di pintu gerbang sekolah, Nando sontak berlari menghampirinya. "Nindi, bagaimana? Aku sudah susah payah mencari, tapi sopirnya salah jalan karena tadi hujan deras. Jadi, nggak sempat diantarkan padamu."

 

Nando tampak basah kuyup, ekspresi bersalah terlihat jelas di wajahnya.

 

Nindi menanggapinya acuh tak acuh. Sebenarnya, dia sudah menduga bahwa ini akan terjadi.

 

Namun, sekarang, día sudah tidak begitu marah.

 

Dia sudah terbiasa kecewa dengan para kakaknya.

 

Tidak peduli tentu tidak akan membuatnya sakit hati.

 

Nando agak takut ketika melihat ekspresi Nindi." Nindi, bilang sesuatu! Kamu bisa memarahiku juga!

 

Nindi menjaga jarak dengan mundur selangkah.

 

Hati Nando seketika merasa berat.

 

Pada saat bersamaan, Sania berlari keluar. "Kak Nando, kamu nggak mengantarkan alat tulisnya karena telat? Sepertinya akan sangat berdampak pada Kak Nindi."

 

Sania melihat Nindi yang raut wajahnya terlihat datar, membuat Sania agak bersenang hati.

 

Nando menatap Nindi penuh rasa bersalah. "Maaf, kali ini memang salahku. Kalau berdampak pada ujiannya dan kamu nggak puas dengan hasilnya, Kakak akan menemanimu mengulang tahun depan!"

 

Nindi tiba-tiba tertawa sinis. "Kak Nando, sudahlah. Biar saja."

 

Nando tertegun. Apa yang Nindi maksud dengan " biar saja"?

 

Dia lebih rela Nindi marah dan menyalahkan dirinya ketimbang bersikap tidak peduli seperti sekarang!

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 61 Bangkit dari Luka ~ Bab 61 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on March 02, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.