Bab 67
Nindi menggerakkan kelopak matanya
almonnya, tampak dingin dan tidak peduli.
Dia melihat barang-barang di lantai,
lalu mengangkat tangannya untuk menutup pintu.
Namun, pengurus rumah sontak
menghalangi Nindi. "Nona Besar, jika Anda punya masalah sama saya, silakan
bilang langsung. Nona Sania nggak ganggu Anda!"
Nindi tersenyum sinis. Lantas, dia
berbalik seraya mengambil sebuah pemantik api dan langsung melemparkannya ke
barang-barang di lantai.
Api langsung mengenai buku tersebut,
lalu menyala begitu cepat.
Pengurus rumah tertegun, wajahnya
berubah pucat. "Gila, gila. Nona Besar sudah gila. Siapa pun, cepat
padamkan apinya!"
Nindi langsung menutup pintu dengan
keras!
Dia mencium bau hangus dari luar,
lalu dengan tenang membuka komputernya dan mulai bermain gim.
Namun, dia melihat beberapa pesan
pribadi.
Ada pesan dari Leo. "Jika kamu
bergabung dengan tim E-Sport kami, kami pasti akan memperlakukanmu dengan baik.
Jika ada permintaan lain, kamu bisa menyampaikannya dan aku bisa
memenuhinya."
"LeSky Gaming kami didukung
keluarga Lesmana. Kamu nggak perlu khawatir mengenai dana dan fasilitasnya.
Kakak keempatku punya sebuah perusahaan film, kami bisa merencanakan sesuatu
untuk kalian. Langsung terjun ke dunia hiburan juga nggak masalah."
"Aku nggak tahu apakah kamu
masih sekolah atau sudah bekerja, bergabung dengan LeSky Gaming nggak akan
merugikanmu. Kamu nggak perlu bekerja penuh waktu di tim, itu nggak akan
memengaruhi kehidupan pribadimu. Pertimbangkanlah!"
Nindi agak geli membaca pesan yang
dikirim Kak Leo.
Di luar dugaan, dia belum menyerah
sampai sekarang.
"Aku akan
mempertimbangkannya," balas Nindi.
Jika Kak Leo tahu bahwa akun ini
miliknya, pasti dia akan sangat terkejut.
Nindi mendadak penasaran dengan
reaksi itu.
Setelah menyelesaikan satu misi,
terdengar suara ketukan pintu yang keras dari luar.
"Nindi, keluar kamu!"
Nindi mendengar suara Kak Leo. Dia
dengan santai membagi barang-barang dan tidak menghiraukan orang di luar.
Pintu terbuka dengan keras!
Leo masuk dengan sikap marah. Melihat
Nindi masih bermain gim, dia kian murka.
"Nindi, coba lihat perilakumu ?
Kamu membuang semua barang Sania dan membakarnya pakai pemantik api,
benar-benar keterlaluan!"
Awalnya, Leo tidak percaya. Akan
tetapi, usai melihat barang-barang yang terbakar di koridor, dia tidak habis
pikir.
Bagaimana bisa Nindi tiba-tiba
berubah seperti ini?
Nindi keluar gim, memutar kursi, dan
menengadah dengan ekspresi datar. "Ah, lalu apa?"
Nada suaranya cukup angkuh.
Leo murka hingga pelipisnya
berdenyut. "Nindi, aku tahu kamu marah pada kami, merasa kami lebih memihak
Sania dan mengabaikanmu bertahun-tahun. Kamu bisa melampiaskan amarahmu pada
kami, Sania nggak utang apa pun padamu. Jangan lupa kalau ayahnya pernah
menyelamatkanmu!"
"Kak Leo, jangan bicara lagi.
Aku mau pindah dan tinggal di tempat lain. Lagi pula, sekarang aku sudah
dewasa, nggak ada hak untuk terus tinggal di keluarga Lesmana."
Sania memegang buku pelajaran
miliknya yang terbakar. Matanya tampak kemerahan, penuh kesakitan.
"Sanía, jangan bilang begitu.
Tunggu Kak Nando pulang dan biarkan dia saksikan dengan jelas siapa Nindi yang
sebenarnya! Kini, ujian sudah selesai, nggak perlu khawatir tentang apa pun
lagi."
"Kak Leo, kalau kepergianku bisa
mendamaikan kalian dan membuat Kak Nindi bergabung dengan tim E-Sport ke final,
aku rela pergi!"
Leo mendengus. "Nindi, memangnya
kamu berpikir kalau kamu itu hebat? Kuberi tahu, tim E-Sport nggak
membutuhkanmu lagi."
Nindi mengangkat alisnya. Kak Leo
baru mengirimkan pesan pribadi di akun gim.
Orang ini memang munafik.
Leo begitu bangga saat kembali
berkata, "Aku sudah menemukan seorang penembak berbakat. Dia bilang akan
mempertimbangkan partisipasinya dengan tim E-Sport. Jangan kira kamu bisa
mengendalikan kami dengan cara ini!"
Sania mengangkat kepalanya. "Kak
Leo, apa benar sudah menemukannya?"
"Tentu. Orang itu balas pesanku
satu jam yang lalu."
Nindi sudah paham siapa yang dimaksud
Kak Leo.
Namun, orang itu belum menyetujui dan
hanya bilang akan mempertimbangkannya.
Nindi menatap Leo, mengulas senyum
agak mengejek sembari berkata, "Kak Leo yakin orang itu akan
bergabung?"
"Tentu saja. Tim E-Sport dari
keluarga Lesmana selalu bersikap sangat baik. Bergabung dengan kami cuma akan
menguntungkan orang itu. Selama ada uang, siapa yang nggak bisa kami
rekrut?"
Akhirnya, Leo bisa membanggakan diri
di depan Nindi.
"Nindi, aku sudah kasih kamu
kesempatan, tapi kamu nggak menghargainya. Jadi, jangan salahkan aku."
Nindi menyunggingkan senyuman tidak
peduli di sudut bibirnya. "Nggak masalah."
No comments: