Bab 68
"Nindi, lebih baik minta maaf
pada Sania sekarang!"
Kini, Leo tidak perlu mengkhawatirkan
apa pun karena dia tidak lagi berharap pada Nindi.
Nindi hanya mengangkat alis.
"Dia tinggal di kamarku tanpa izin. Jadi, aku berhak melakukannya.”
"Sania punya alasan untuk
tinggal beberapa hari, apa masalahnya?"
"Jadi, kenapa Kak Leo nggak
membiarkan Sania tetap di tim E-Sport untuk ikut final? Apa karena terlalu
lemah dan takut terpengaruh olehnya?
Kenapa kamu begitu pelit, prestasi
Sania turun demi ikut kompetisi ini. Kenapa kamu biarkan dia sebagai
cadangan?"
"Ini tim E-Sport keluarga. Meski
Sania nggak begitu cakap, dia sudah cukup berusaha."
"Kalau kalah di final, nggak
akan rugi!"
Kata-kata Nindi cepat nan tajam,
sehingga Leo tidak bisa bicara satu kata pun.
Nindi menatapnya sinis. 'Kenapa?
Nggak bisa terima?'
Dulu, saat Kak Leo bicara seperti ini
untuk mengikat moralnya, cara bicaranya begitu percaya diri.
Sekarang, mengapa dia tidak bisa
terima saat sudah dapat bumerang?
Leo sontak murka hingga wajahnya
merah padam." Nindi, kamu benar-benar kelewatan! Kalau kamu nggak minta
maaf, kamu bukan adikku lagi!"
Nindi pun tertawa sambil berujar,
"Pas sekali, ini jüstru memudahkanku.
"Oke, Nindi. Kamu yang bilang.
Jangan menyesal!"
Leo pergi dengan marah.
Sania masih berdiri di tempat, lalu
memandangi Nindi dengan pasrah. "Kak Nindi ..."
"Kamu juga pergi!"
Nindi membanting keras pintunya saat
ditutup, tidak mengindahkan orang yang ada di luar.
Sania hampir marah. 'Apa Nindi sudah
gila? Bahkan, dia sudah berani melakukan hal seperti ini,' batinnya.
Namun, Nindi lebih dulu meminta
hubungan keluarga untuk diputuskan, tentu mempermudah Sania.
Setelah menutup pintu.
Nindi kembali ke depan komputer dan
masuk ke gim lagi. Benar saja, dia melihat undangan dari Leo.
Bahkan, kontrak untuk ditandatangani
sudah dikirim.
'Buru-buru sekali?' batin Nindi.
Teringat dengan sikap Leo yang
sombong tadi, Nindi langsung membalasnya. "Aku akan lihat kontraknya dulu."
"Nggak masalah. Kamu lihat saja
lebih dulu. Jika ada syarat yang ingin diajukan, bisa kita bicarakan,"
balas Leo lagi.
Nindi merasa agak lucu melihat Kak
Leo begitu sopan.
Di kehidupan sebelumnya, dia berlatih
keras untuk kompetisi tim E-Sport, tetapi Kak Leo tidak pernah bersikap sebaik
ini padanya.
Orang ini memang tidak tahu malu.
Keesokan paginya, Nindi bangun tanpa
bantuan.
Saat dia turun untuk makan siang, Kak
Nando sudah kembali.
Leo pun langsung mengadu, "Kak,
Nindi benar-benar kelewatan. Sungguh!"
Nando diam-diam melirik ke arah
Nindi, tetapi dia acuh tak acuh saja.
Nando agak tidak fokus sembari
berkata, "Ini salahku. Seharusnya, aku nggak usah menyetujui Sania tinggal
di kamar Nindi. Wajar kalau dia marah.
Leo tertegun. "Kak Nando, kenapa
kamu bisa bilang begitu? Sania hanya tinggal dua hari, di mana masalahnya? Lagi
pula, ayah Sania telah menyelamatkan nyawa Nindi!" 2
Nando sakit hati ketika mendengar
ucapan yang tidak asing dan menyakitkan ini.
Dia merasa bingung. Jika Nando
memihak Nindi, pasti Sania terluka.
Nando tidak tahu harus berbuat apa
saat itu.
"Kak Nando, setelah
memikirkannya cukup lama, aku memutuskan untuk pindah dan keluar," kata
Sania.
Leo segera menghentikannya.
"Sania, kamu bicara apa, sih? Jelas-jelas Nindi cari masalah, nggak ada
hubungannya denganmu!"
Pengurus rumah juga ikut menimpali,
"Tuan Nando, tolong nasihati Nona Sania. Dia nggak boleh pindah keluar,
nggak melakukan kesalahan apa pun!
Nando terdiam cukup lama.
Nindi merasa pusing. Dia membalikkan
meja makan hingga semua makanan tumpah ke arah Sania dan Leo.
Suasana di ruang makan menjadi sunyi.
No comments: