Bab 73
Sania terus mendengar
suara "Lemon Manis" hingga berulang kali.
Dia hampir yakin, itu
adalah suara Nindi!
Namun, siaran langsung
itu tidak menunjukkan wajah si penyiar. Hanya papan ketik dan jemari saja.
Mustahil untuk tahu siapa sosok itu!
Sania agak panik.
Apakah Leo tidak bisa
mengenali suara Nindi?
"Sania, kenapa berdiri
di luar saja? Memangnya nggak panas?"
Leo, yang baru selesai
makan dan keluar dari kantor, melihat Sania berdiri seorang diri di lorong.
Ekspresi Sania tampak
rumit. "Kak Leo, barusan aku menonton video 'Lemon Manis'. Kakak sudah
lihat atau belum?"
Bagaimanapun juga, suara
milik si penyiar bisa terdengar di bagian akhir video.
Leo menggeleng.
"Belum beres, tapi aku sudah cukup kenal dengannya. Nggak perlu menonton
sampai habis supaya tahu kalau besok dia lolos babak berikutnya. Kita harus
segera rekrut dia."
"Kak Leo, Kakak
sudah cari tahu soal orang ini? Misal, siapa nama aslinya atau seperti apa
wajahnya?
"Belum. Tawaran
tanda tangan kontrak dariku selalu ditolak. Awalnya, aku pikir ada alasan
khusus. Sekarang, tampaknya dia pindah ke Drego untuk siaran langsung biar
nilai dirinya meningkat saja."
Leo yakin, jika penyiar
itu ditawari lebih banyak uang, si penyiar pasti akan setuju untuk
menandatangani kontrak.
Melihat rasa percaya
diri Leo, Sania mulai ragu dengan dirinya sendiri.
Kalau "Lemon Manis"
benar-benar Nindi, wanita itu tidak mungkin membiarkan diri untuk diperlakukan
semena-mena.
Mungkin hanya suaranya
yang mirip.
Ada banyak orang di
dunia ini yang mirip.
Sania langsung lega.
Seperti dugaannya, orang itu pasti bukan Nindi.
Keesokan harinya, Nindi
terbangun. Dia melirik ponselnya, mendapati beberapa pesan masuk.
Ada pesan dari Nando.
"Nindi, kamu lagi kerja paruh waktu apa? Capek, nggak? Mau bekerja di
perusahaanku? Nggak akan kecapekan, kok."
Nindi hanya membaca
pesan itu tanpa balasan.
Dia perlu mempersiapkan
siaran langsung untuk malam ini. Karena itu, dia sibuk sekali.
Nindi pergi ke kamar
sebelah.
Cakra sedang menelepon
di balkon. Dia bicara dalam bahasa asing berkecepatan tinggi.
Zovan duduk di sofa,
terlihat santai saat bicara, "Eh, Nindi. Kamu sudah bangun? Tahu, nggak,
video siaran langsung kamu semalam sedang viral? Kalau kamu siaran lagi malam
ini, pasti penontonnya banyak sekali. Kamu deg-degan, nggak?"
"Sedikit, tapi aku
yakin nggak akan kalah."
Nindi percaya diri
dengan kemampuannya.
Tanpa sadar, Nindi
melirik ke balkon. Cakra, yang tinggi dan tegap, sedang bersandar satu tangan
pada pagar balkon.
Seolah-olah tengah
merasakan sesuatu, Cakra pun menoleh dan menatap Nindi.
Mata pria itu hitam
pekat bagai tinta. Dia bicara beberapa kata lagi di telepon sebelum menutup
panggilan.
Nindi cepat-cepat
mengalihkan tatapan, tetapi dia masih melihat masuknya Cakra ke ruang tamu
lewat sudut matanya.
"Nanti, aku ada
urusan keluar sebentar. Malam ini, mungkin nggak pulang," ujar Cakra.
'Keluar?' batin Nindi.
Nindi spontan bertanya,
"Bukannya sekolah lagi libur?"
Zovan terbatuk kecil.
"Begini, ada beberapa urusan bisnis yang perlu aku selesaikan bersama Kak
Cakra, " jelasnya.
Nindi tahu, Zovan adalah
anak keluarga kaya, sehingga dia tidak bertanya lebih jauh.
Saat makan siang, Nindi
dihubungi oleh Drego. 11
Halo, saya manajer Drego
Entertainment. Apa benar Anda pemilik akun 'Lemon Manis'?"
"Ya, itu
saya."
"Begini. Perusahaan
kami benar-benar optimis dengan prospek Anda dan ingin membahas penandatanganan
kontrak dengan Anda. Bisakah Anda menambahkan kontak saya di WhatsApp agar saya
bisa mengirim kontrak dan dokumen lainnya?"
Nindi menutup telepon,
lalu menatap ke arah Cakra. "Barusan, Drego Entertainment menghubungiku
."
Zovan pun segera
menyela, "Jangan langsung setuju! Tunggu sampai kamu siaran malam ini,
baru negosiasi sama mereka. Jangan sampai kita dirugikan para kapitalis
itu!"
Padahal, kapitalis yang
dimaksud juga berada di ruangan itu! 5
Zovan merasa dia sangat
keren saat ini karena berhasil membantu Nindi memperjuangkan haknya!
No comments: