Bab 79
Nindi tampak serius saat
menatap Leo.
Sebenarnya, dia sangat ingin
tahu jawabannya.
Melihat ekspresi
mengejek Nindi, tiba-tiba Leo menemukan jawaban di hatinya.
Sejujurnya, dia sudah
berfirasat. Bagaimanapun juga, bakat Nindi dalam bermain gim memang luar biasa.
Gadis yang mampu
melakukan Kombinasi Dua Belas Serangan itu bukan lagi adik kecil yang dulu
selalu mengekor di belakangnya.
Dia telah tumbuh dewasa,
bahkan lebih hebat dari Leo.
Sania mengamati dari
samping, hatinya sangat tidak rela.
Sania maju selangkah,
pura-pura peduli. "Kak Nindi, kalau kamu benar-benar "Lemon Manis
", berarti kamu keren banget."
Nindi mendongak pelan.
"Benarkah?"
"Ya. Sekarang, kamu
sudah jago banget. Tim LeSky Gaming pasti bisa menang di final nanti. Benar,
Kak Leo?"
Ekspresi Leo menjadi
sangat canggung. Tentu saja dia berharap Nindi kembali ke Tim E-Sports!
Dia batuk beberapa kali
seraya memalingkan wajah, lalu berkata, "Aku nggak keberatan."
Nindi tersenyum sinis.
"Aku nggak pernah bilang kalau aku akan ikut main di final!"
Ekspresi Leo membeku.
"Apa maksudmu?"
"Kak Leo, apa kamu
lupa ucapanmu? Kamu bilang, posisiku bukan si nggak tergantikan. Kamu sudah
lama bertemu pemain yang lebih bagus dan aku sebenarnya nggak penting."
Nindi mengingatkan Leo
supaya tidak lupa pada kata -kata yang pernah diucapkannya di rumah keluarga
Lesmana waktu itu.
Dia bukan lagi Nindi
Lesmana yang dulu.
Dia sudah terluka dan
dimaki-maki, bagaimana mungkin hanya dengan satu kalimat sudah kembali dengan
senang hati?
Benar-benar tidak
mungkin!
Kali ini, Nindi keluar
dari area sekolah dengan langkah tegas.
Leo menatap ke arah
punggung Nindi yang makin menjauh kala teringat pada kata-kata yang pernah
diucapkannya waktu itu.
Saat itu, dia mengira
benar-benar bisa merekrut pemilik akun "Lemon Manis" tersebut.
Ternyata, kata-katanya
terlalu tinggi!
Namun, sekarang, Leo
menyadari bahwa akun itu mungkin saja milik Nindi.
Hal yang paling tidak
ingin dia lihat justru telah terjadi.
Sania sengaja berkata,
"Kak Leo, aku rasa Nindi kemungkinan memang "Lemon Manis". Suara
mereka persis, dia juga nggak menyangkal."
Leo menggertakkan gigi
dan berkata, "Aku juga nggak yakin."
"Kak Leo, aku tahu
ini kabar baik. Kalau dia memang orang yang ingin kamu rekrut, berarti Nindi
sudah tahu dari lama. Dia sengaja nggak kasih tahu kamu, malah menjadikanmu
lelucon!"
Sania sengaja menekankan
kata "lelucon".
Leo memang agak malu
begitu mendengarnya. " Tapi, menurutku, bukan dia! Yang kupahami tentangnya,
pasti dia akan mengaku hingga memamerkannya kalau memang benar."
Nindi tidak langsung
mengaku. Artinya, akun itu bukan dia!
Leo hanya bisa menghibur
diri dengan pikiran itu.
Sania diam-diam menarik
napas lega. "Aku juga merasa bukan dia."
Nindi tidak mengakui
secara langsung. Artinya, dia merasa tidak percaya diri dan penyiar yang
namanya "Lemon Manis" itu pasti bukan dia!
Setelah naik taksi,
Nindi berpikir sejenak dan memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.
Meskipun Leo tidak
memberi tahu rumah sakit mana, dia tahu tempat Nando dirawat.
Begitu sampai di rumah
sakit, dia memperoleh informasi tentang kamar rawat Nando dengan mudahnya.
Saat keluar lift, dia
ragu-ragu harus masuk atau tidak.
Pintu kamar tiba-tiba
terbuka, memperlihatkan pengurus rumah yang tampak terkejut. "Nona Besar.
Akhirnya, Nona datang juga, ya?"
Nindi melirik ke kamar,
tetapi kakak keduanya tidak ada di sana.
Suara pengurus rumah
terdengar bernada dingin saat berkata, "Tuan Nando sedang terapi. Dokter
bilang, sakit jantungnya karena stres. Jadi, Tuan harus benar-benar jaga
kesehatan mulai sekarang. Mari ikut saya."
Nindi sempat ragu saat
melangkah, tetapi dia mengikuti pengurus rumah itu ke ruangan sebelah.
Di sana, dia melihat
kakak keduanya tengah berbaring dan Sania berdiri di sampingnya, menjaga penuh
perhatian.
Situasi itu terlihat
sangat harmonis.
"Belakangan ini,
Nona Sania selalu menemani Tuan Nando dan membawakannya makanan. Sementara itu,
Anda sama sekali nggak tanya kabarnya. Wajar saja kalau Tuan Nando lebih baik
pada Nona Sania, dong?" 5
Nindi menundukkan
pandangannya. "Yang penting dia baik-baik saja," sinisnya.
Dia pun berbalik dan
meninggalkan rumah sakit.
Sejujurnya, dia juga
tidak tahu alasan dirinya datang ke sana. Mungkin memang seharusnya dia tidak
datang.
Pengurus rumah itu
benar. Dengan Sania di sisi Nando, dia sama sekali tidak punya peran apa-apa.
Lagi pula, bukankah sang
kakak sangat menyukai bubur ayam buatan Sania di kehidupan sebelumnya?
No comments: