Bab 80
Tidak lama usai Nindi
pergi, Nando kembali ke ruang perawatan.
Melihat ada bunga di
tong sampah dekat pintu, Nando refleks bertanya, "Siapa yang datang
tadi?"
Pengurus rumah begitu
tenang saat menjawab, " Cuma orang-orang nggak penting. Saya sudah
menyuruh mereka pergi supaya nggak ganggu Tuan Nando istirahat."
Lalu, Sania mengeluarkan
termos makanan. "Kak Nando, coba cicipi bubur herbal buatanku. Apa rasanya
sudah lebih enak dari yang kemarin?"
Nando mencicipi
sesendok. "Hmm, memang jauh lebih enak dari sebelumnya. Sania, kamu memang
pengertian banget."
Namun, dia tidak pernah
berhenti memikirkan bubur herbal buatan Nindi.
Dulu, dia selalu
menikmati dirawat oleh adiknya, Nindi.
Sayangnya, dia terbiasa
dengan hal itu hingga mengabaikan usaha Nindi!
Selama ini, dia sangat
menyesal karena telah melakukan banyak hal yang menyakiti Nindi
Sania merasa tidak
nyaman kala melihat raut wajah Nando. "Kak Nando, ada sesuatu yang mau aku
bicarakan denganmu. Kak Nindi baru-baru ini jadi penyiar langsung."
"Dia siaran
langsung buat cari uang?"
Perasaan Nando seketika
campur aduk.
Sebenarnya, Nindi bisa
hidup berkecukupan tanpa perlu mencari pekerjaan sampingan, apalagi sampai
susah payah melakukan siaran langsung untuk mencari uang.
Apalagi, dunia siaran
langsung dipenuhi ragam orang yang bermacam-macam.
Sania mengangguk, lalu
melanjutkan, "Benar, tapi dia siaran langsung di Drego. Saingannya Siento,
punya Kak Leo. Kalau Kak Leo tahu, dia pasti marah banget."
Ekspresi Nando tetap
tenang. "Kalau dia marah, itu urusan dia! Siapa suruh dia buat Nindi pergi
dari rumah!"
Sania terkejut dengan
sikap Nando. Dia tidak menyangka Nando justru berkata seperti itu.
Dia pikir, Nando akan
memihak pada Leo dan mengecam aksi bergabungnya Nindi dengan saluran pesaing
yang bisa merugikan keluarganya.
Bahkan, mungkin akan
cari masalah dengan Nindi agar berhenti siaran langsung.
Itulah hasil yang Sania
inginkan. 2
Namun, kenyataannya
tidak sesuai dengan apa yang Sania ekspektasikan.
Karena Sania enggan
Nindi melampauinya, dia pun melanjutkan, "Kak Nando, meskipun begitu,
kalau Kak Nindi tetap siaran di Drego, sama saja mebuat malu keluarga Lesmana,
'kan? Kalau kita bisa hentikan dia..."
Nando refleks memotong,
"Terserah Nindi mau siaran di saluran mana."
"Tapi..."
Melihat ekspresi Nando,
Sania tidak berani melanjutkan. Jika tidak, itu hanya akan membuat Nando tidak
menyukainya.
Diam-diam, Sania cemas.
Sekarang, Nando benar-benar sudah berubah.
Sania sudah berusaha
keras hanya untuk mempertahankan posisi di hati Nando.
Bahkan, tanpa melakukan
apa-apa, Nindi masih bisa membuat Nando memaafkannya 1
Benar-benar tidak salah
kalau dia adik kandung, memang berbeda.
Kata-kata yang diucapkan
Leo hari ini bagai seember air dingin yang diguyurkan ke tubuh Sania,
membuatnya tersadar penuh.
Pada akhirnya, status
dia bukan anak kandung keluarga Lesmana!
Dia harus merencanakan
sesuatu untuk dirinya sendiri.
Nindi kembali ke
apartemennya.
Bibi rumah tangga datang
tepat waktu üntuk menyiapkan makan malam, hanya untuk satu orang.
Jelas, Cakra dan Zovan
tidak akan pulang untuk makan malam.
Setelah makan, Nindi
masuk ke akun gimnya dan bersiap memperbaiki perlengkapan.
Malam ini, dia ada
jadwal pertandingan PK.
Namun, saat Nindi
memasuki gim, dia langsung menerima pesan baru.
Dia melirik sekilas. Itu
pesan dari Leo.
"Siapa kamu
sebenarnya?"
Hanya dengan melihatnya,
dia tahu rahasianya tidak akan bisa disembunyikan lebih lama lagi.
Dia memang tidak berniat
menyembunyikannya lebih jauh, tetapi tidak merasa perlu menjelaskan.
Nindi tidak menghiraukan
pesan itu, lalu pergi sendirian ke luar kota untuk menyelesaikan misi.
Mungkin karena sering
siaran langsung, banyak orang mengenali nama penggunanya.
Banyak yang
mengundangnya untuk bergabung dalam tim.
Nindi memilih acak salah
satu undangan.
Saat bergabung, dia
melihat nama pengguna yang tidak asing turut bergabung dalam tim.
Orang di balik nama
pengguna itu Leo.
Tidak lama kemudian,
suara Leo terdengar di saluran tim. "Ada waktu untuk menyelesaikan misi,
tapi nggak ada waktu buat balas pesanku, ya?"
Nadanya terdengar
seperti menuduh.
No comments: