Bab 39 Dia Memang Sangat
Miskin
Elisa masih tidak tahu
kalau setelah kakaknya pergi kemarin, citra dia yang "miskin" sudah
disebarkan dan diketahui oleh setiap orang.
Dia hanya menatap Jason
dengan bingung. "Aku belum mengobatimu, jadi kamu nggak perlu
membayarku."
"Permen herbal
kemarin," kata Jason sambil mengisyaratkan Dante untuk mendekat.
Dante sudah ingin
bertanya kepada dokter ajaib kapan dia akan memeriksa tuan mereka. Dia
mengangkat kedua tangannya dan memberikan sebuah kartu hitam berembos emas.
"Dokter Ajaib."
"Mari kita bahas
lagi nanti setelah aku memeriksa tuanmu," kata Elisa sambil menyimpan
kotak obat.
Dante berpikir kalau
Elisa akan pergi sehingga dia berteriak, "Dokter Ajaib! Apa yang kamu
lakukan!"
"Mengemas
barang," kata Elisa bingung Memangnya kenapa?"
Wajah Dante memerah.
"Kamu belum melakukan sesi akupunktur untuk tuanku."
"Dia?" Elisa
berjalan ke depan Jason. "Apa kamu sangat terburu-buru?"
Suara Jason terdengar
merdu. "Tergantung kamu."
Elisa mengeluarkan suara
"hm" seolah sedang berpikir dan akhirnya berkata, "Kalau gitu
ikuti aku.
Ikuti dia? Pergi ke
mana?
Dante dan Dokter Roel
agak terkejut.
Namun, Jason berkata
dengan tenang, "Oke."
Elisa berbalik dan
berpamitan dengan Tuan Besar Girin.
Tuan Besar Girin juga
ingin ikut pergi, tetapi ditahan oleh Asisten Frans yang mendampingi keluarga
Suherman.
"Pak Girin, Anda
masih dalam masa pemulihan dan dokter ajaib menyuruh Anda istirahat."
Tuan Besar Girin berdiri
dengan tongkat kepala naga sambil menatap gadis cantik di luar jendela."
Kalau Luna masih hidup, dia pasti sudah sebesar dia, 'kan?"
"Pak Girin, Nona
Luna pasti akan baik-baik saja." Asisten Frans menundukkan kepala.
"Kita sudah sampai di Kota Sulga, jadi kita pasti akan menemukan Nona Luna."
Tuan Besar Girin menatap
ke atas dengan perasaan tertekan. "Kirim orang ke Kabupaten Anzar lagi.
Lakukan lebih mencolok kali ini dan berikan uang ke siapa pun yang memberikan
informasi. Aku ingin tahu sebenarnya ada masalah apa di dalamnya."
"Baik."
Asisten Frans menerima perintah.
Pohon-pohon di luar
jendela bergoyang tertiup angin.
Cuaca menjadi sedikit
lebih dingin.
Di luar rumah sakit,
Gang Anta.
Dokter Roel sudah
bekerja sangat lama di rumah sakit ini, tetapi dia tidak tahu kalau ada gang sejelek
ini di sekitar sini.
"Tuan, jalanlah
pelan-pelan, perhatikan langkah Tuan." Dante tidak bisa menahan diri lagi
sehingga mengatakan itu. Dia mengangkat payung yang dia pegang.
Jason memang belum
pernah melewati jalan seperti ini, Sepatu kulit yang dia kenakan terlihat jelas
tidak cocok dengan tempat ini.
Namun, dari ekspresi dan
posturnya, dia terlihat paling luar biasa seolah-olah tidak terpengaruh oleh
apa pun di sekitarnya.
"Kita sudah
sampai." Elisa berhenti.
Wajah Jason seperti
bintang, tubuhnya tegap dan anggun. Dia yang berdiri di bawah dinding putih
bergenteng hijau dengan tatapan yang terangkat hampir terlihat seperti sebuah
lukisan.
"Elisa, ini
temanmu, ya?"
Bibi Dina, tetangga
sebelah yang sedang membuang air terkejut melihatnya.
"Dia ... nggak
terlihat seperti orang di sekitar kita, deh?"
Dante meniringkan
tubuhnya sehingga menghalangi pandangan Bibi Dina.
Bibi Dina terkejut.
"Astaga! Yang ini terlihat menyeramkan... "
Bibi Dina melihat bekas
luka di wajah Dante lalu diam-diam menarik Elisa ke samping. "Elisa, kalau
keluargamu mengalami kesulitan, katakan saja pada Bibi. Kamu nggak perlu takut
meski penagih utang datang."
Elisa tersenyum.
"Bibi Dina salah paham. Dia adalah pasien."
"Pasien?" Bibi
Dina mengerti. "Dia datang untuk dipijat nenekmu, ya!"
Elisa tidak membantah.
"Ya."
Bibi Dina berkata,
"Kalau gitu, cepatlah pergi!"
Pasien ini terlihat
sangat garang, tetapi yang satunya lagi sangat tampan! Sepertinya dia sangat
kaya!
Keluarga Yuridis akan
mendapatkan banyak uang dari pasien kali ini!
Jason tidak memedulikan
insiden ini, melainkan melihat papan tanda itu dengan saksama selama lima
detik.
Dia pun mendapatkan satu
kesimpulan. Dokter ajaib memang sangat miskin.
No comments: