Bab 40 Dokter Ajaib
Berasal Dari Keluarga Miskin
Perabotan di dalam toko
obat jauh lebih bisa diandalkan daripada yang terlihat dari luar.
Awalnya Dante khawatir
kalau tempat ini terlalu kotor sehingga tuan mereka tidak bisa berobat di sini.
Sekarang, saat dia
melihat ruangan dalam yang bersih dan rapi, dia menyadari kalau tata letak toko
ini sangat tradisional dengan berbagai dekorasi tradisional yang menghiasi
dindingnya. Lemari obat kayu ditempatkan di tengah ruangan sehingga memberikan
kesan seperti rumah tua di Kota Mersus yang mirip dengan toko obat zaman
dahulu.
Jason melihat sekeliling
dengan tatapan kosong dan matanya tertuju pada sebuah lukisan. Jari-jarinya
memutar manik-manik di pergelangan tangannya tanpa dia sadari.
Elisa berjalan mendekat.
"Itu palsu.'
"Siapa yang tahu,
apa mungkin itu asli?" Jason mengangkat alisnya sambil tersenyum.
Elisa tersenyum.
"Siapa yang tahu?"
Jason tidak berkata
apa-apa. Matanya tetap menatap lukisan itu dengan dalam.
Itu adalah lukisan yang
menggambarkan pohon pinus yang tinggi, bambu-bambu yang terlihat rapi, dan Zoan
yang memakai jubah merah serta sepatu hitam sedang bersandar di pohon pinus
dalam mabuk.
Kalau Jason tidak tahu
lukisan "Zoan Si Pemabuk" ini telah dibeli oleh seorang kolektor asing,
mungkin dia benar-benar akan menganggap lukisan ini sebagai karya asli...
Dokter Roel terkejut.
"Hanya dokter ajaib yang akan berpikir untuk membuka sebuah toko pijat
seperti ini di kota modern!"
"Klinik
medis," kata Elisa memperbaikinya dengan tenang.
Dokter Roel segera
mengubah ucapannya. "Klinik medis ini juga menarik!"
"Elisa, apa itu
kamu?" Nyonya Yaputra berjalan keluar dari dalam kamar dengan tongkatnya.
Dia terkejut sejenak saat melihat begitu banyak orang, lalu berkata sambil
tersenyum, "Apa kalian semua teman Elisa?"
Dante sangat jeli di
saat seperti ini. "Ya!"
Nyonya Yaputra
mengangguk puas dan pandangannya tertuju pada Jason. "Apa tuan ini juga
temanmu?"
"Dia..."
Sebelum Elisa sempat
menjawab, Jason sudah mengangguk dan berkata, "Ya."
"Elisa, kamu
ngundang banyak teman tapi nggak kasih tahu Nenek." Nyonya Yaputra
mengeluh sambil menatap Elisa. "Nenek akan menyuruh Amir membeli sayur dan
memasakkan kalian makanan yang enak."
Elisa membawa kursi roda
dan menyuruh nenek duduk. "Nenek, mereka nggak akan makan. Temanku yang
ini merasa nggak enak badan, jadi aku membawanya kemari untuk terapi pijat dan
akupunktur."
Nyonya Yaputra adalah
seorang dokter pengobatan tradisional yang sudah berpengalaman sehingga dia
bisa mengetahui beberapa hal hanya dengan melihat ekspresi wajah Jason.
"Elisa, apa temanmu ini cuma merasa nggak enak badan?"
"Ya." Elisa
tersenyum. "Dia punya masalah dengan lambungnya dan pencernaannya lambat,
jadi aku akan memijatnya. Jangan khawatir, Nek, aku nggak akan memijatnya
dengan sembarangan."
Nyonya Yaputra
menepuk-nepuk tangan Elisa. " Kamu harus ingat kata-kata Nenek."
"Aku ingat, kok.
Penyakit ringan bisa diatasi dengan pijatan, tapi kalau penyakitnya serius,
jangan dipijat maupun diberi obat. Suruh mereka pergi ke rumah sakit terdekat.
Toko obat kita nggak mengobati penyakit serius." Elisa tersenyum lembut.
Dia tidak terlalu
mengingat hal-hal di masa lalu.
Namun, saat dia baru
saja bangun, Wanda pernah menyebutkannya di telinganya.
Wanita itu bilang nenek
pernah menyebabkan pasien meninggal dunia, jadi lebih baik jangan terlalu
sering datang ke toko obat ini.
Ini juga menjadi
kekhawatiran nenek.
Sejak Elisa terlibat
dengan toko obat, dia tidak pernah merasa tenang karena takut sesuatu terjadi
lagi.
Elisa menunduk. Dia
merasa kalau kejadian itu tidak sesederhana itu.
Namun, kejadiannya sudah
lama berlalu. Dia harus mencari kesempatan kalau ingin memverifikasinya...
Nyonya Yaputra tidak
tahu apa yang dipikirkan Elisa. Dia menganggap Elisa sedang termenung. Nyonya
Yaputra mengangkat tangannya dan mengelus rambut panjang Elisa sambil
tersenyum. " Cucuku yang baik."
Elisa membungkuk sedikit
agar neneknya bisa mengelus rambutnya sehingga memperlihatkan kesan yang sangat
patuh.
Dokter Roel yang berdiri
di sampingnya juga terkejut melihatnya. Apa gadis ini masih sama dengan dokter
ajaib yang mereka kenal yang selalu terlihat mengintimidasi seperti sedang
memandang orang mati?
Dante juga mengernyitkan
keningnya. "Tuan, kaki nenek dokter ajaib itu ..."
No comments: