Bab 48 Aib Keluarga
Gerots Telah Ditemukan
Pada saat itu, suara
langkah yang berat terdengar dari luar halaman.
Amir yang tidak terlihat
selama sehari, masuk ke dalam halaman dengan membawa sebuah kantong kain.
Dia tidak mengira akan
ada banyak orang di halaman. Tubuh kecilnya terhenti sejenak dan menatap Elisa.
Elisa mengangkat
alisnya. "Kamu sudah pulang? Nenek mencarimu sepanjang hari tahu. Sini
makan dulu."
Amir mengiyakannya
dengan polos dan masuk ke halaman.
Saat Dokter Roel melihat
anak itu membawa kantong sebesar itu sendirian, dia ingin membantu. "Itu
pasti berat, 'kan? Sini, Paman akan membantumu... mengangkatnya!"
Dia mengucapkan kata
"mengangkatnya " dengan sangat keras! Urat lehernya menegang, tetapi
dia masih belum bisa mengangkat kantong itu!
"Ini... nggak
ringan, ya." Dokter Roel mengatakannya dengan canggung. Dia tidak percaya
kalau kantongnya seberat itu, jadi dia mencoba lagi dengan kedua tangannya
sambil menggertakkan giginya!
Amir hanya diam
melihatnya tanpa melakukan apa pun.
Dokter Roel menyerah.
Kedua lengannya terkulai dan napasnya terengah-engah. "Tunggu, apa yang
kamu masukkin ke dalam sini sampai seberat ini?"
Apa anak kecil zaman
sekarang punya kekuatan seperti ini?
Elisa mendekat,
mengangkat kantong itu, dan melemparkannya ke dalam gudang.
"Selesai."
Sikapnya yang santai
seolah-olah menunjukkan kalau dia hanya melempar kantong sampah kecil
Dokter Roel terkejut dan
merasa frustrasi!
"Aku, ini... "
Apa dia selemah ini?
Nyonya Yaputra tertawa
terbahak-bahak. "Tenaga Elisa sangat besar sejak lahir. Biasanya dia suka
berlatih tinju. Tuh, lihat, ada tas pasir di sana."
Dokter Roel tertawa.
"Hobi dokter ajaib memang unik!"
Jason tidak
berkata-kata. Dia hanya duduk di depan meja batu. Lengan bajunya agak
tergulung, jarinya memutar-mutar cangkir teh. Tatapannya penuh pertimbangan dan
aura dingin yang dipancarkannya menambahkan sedikit tekanan di halaman itu.
Amir langsung menyadari
keberadaan Jason dan membuat isyarat, "Siapa dia?"
Elisa menjawab selagi
nenek masuk ke dalam untuk memotong buah, "Pasien."
Amir menatap Jason lagi.
Ekspresi Jason tampak
tenang, dia memakai gelang manik-manik di pergelangan tangannya, tetapi ada
keganasan yang tak terkendali di matanya.
Amir tidak menyukai
orang ini. Dia merasa seperti pernah bertemu dengannya, tetapi tidak bisa
membaca pikirannya.
Amir mengisyaratkan
perasaannya yang kuat dengan tangannya.
Elisa berkata dengan
santai, "Dia memberikan banyak uang."
Hanya dengan satu
kalimat itu, Amir tidak membuat isyarat lagi. Dia menyajikan teh dan sekaligus
meletakkan kode pembayaran di atas meja batu dengan sopan.
Jason mengangkat alisnya
dengan penuh arti dan berkata dengan suara rendah yang merdu, "Dante,
keluarkan kartunya. Kali ini dokter ajaib pasti akan menerimanya."
"Aku layak
menerimanya." Elisa tersenyum dengan sangat jujur.
Dokter Roel melihatnya
dengan kagum. Namun, kenapa adegan ini terlihat seperti gaya bekerja toko
gelap, ya?
Tunggu ... Apa adik
dokter ajaib tidak bisa bicara?
Dokter Roel menatap Amir
dengan rasa simpati.
Amir menerima kartu,
meniupnya dulu, lalu memasukkannya ke dalam sakunya. Melihat Dokter Roel
menatapnya, dia mengangkat tangannya dan memberi isyarat, "Gimana
denganmu? Kamu mau bayar pakai apa?"
"Dia bukan tamu,
día dokter dari rumah sakit seberang," kata Elisa dengan santai.
Amir mengernyitkan
keningnya. Oh, pesaing, dia tidak pantas minum teh!
Dokter Roel tertegun
saat melihat Amir menarik kembali perlengkapan tehnya...
Untungnya, ada Nyonya
Yaputra yang mengawasinya sehingga Amir menjadi patuh.
Namun, sepasang mata
yang polos dan garang itu memakan roti satu demi satu dengan nafsu makan yang
luar biasa.
Setelah keluar dari toko
obat, Dante terlihat ragu.
Jason tahu pengawalnya
ingin mengatakan sesuatu. Dia langsung berdiri tegak dan berkata,
"Katakan."
"Tuan, adik dokter
ajaib bukanlah orang biasa."
Dante menggunakan
kata-kata yang halus. "Ada yang aneh dengannya."
Mata Jason terlihat
tenang, jarinya memainkan manik-manik di pergelangan tangannya, dan dia berkata
dengan tegas, "Nggak apa-apa selama nggak melukai orang lain."
Pada waktu yang sama, di
dalam toko obat.
Elisa membuka kantong
yang dibawa Amir. Ada hard disk, kartu belanja, fasilitas medis, catatan akun,
dan beberapa daftar nama di dalamnya ...
"Keluarga Gerots
punya informasi sebanyak ini?" Elisa tersenyum dan matanya memancarkan
ketenangan yang belum pernah ditunjukkannya di depan orang lain. "Pantas
saja mereka bilang nggak ada yang akan berani mengusik mereka di Kota Sulga.
Ternyata mereka punya gunung yang melindungi dari belakang."
No comments: