An Understated Dominance ~ Bab 2566

Bab 2566

 

Jika Zeus tidak berbicara, Hera tidak akan melakukan apa pun. Dia hanya akan terus menonton dari pinggir lapangan.

 

 

Namun karena dia meminta bantuan, dia tidak bisa mengabaikannya. Bagaimanapun, dia adalah pemimpin mereka. Suka atau tidak, dia harus menghormati perintahnya.

 

“Mari kita lihat seberapa sulit hal ini sebenarnya,” kata Hera.

 

 

Dia mengangkat satu tangan dan merentangkan jari-jarinya. Di belakangnya, selusin tombak hitam dan dingin muncul begitu saja.

 

Setiap pohon memiliki panjang enam kaki, tebalnya seperti pergelangan tangan, dan memancarkan hawa dingin yang mematikan. Udara berubah tajam dan menggigit. Dalam jarak tiga puluh kaki, rumput, batu, dan pepohonan semuanya tertutup es.

 

"Pergi."

 

Hera mengepalkan tinjunya. Tombak-tombak melesat maju seperti rudal menuju menara emas.

 

Udara terbelah dengan suara siulan tajam saat tombak-tombak es itu mengenai sasarannya. Namun, alih-alih meledak saat menghantam, tombak-tombak itu meluncur masuk seperti bilah pisau menembus air, hanya meninggalkan riak-riak samar di belakangnya.

 

 

Zeus membentak, “Hera, alasan menyedihkan untuk menyerang itu tidak akan berhasil. Tunjukkan padaku apa yang sebenarnya bisa kau lakukan.”

 

Dia sudah berjuang sekuat tenaga. Namun serangannya datang dengan lamban, setengah hati, seolah-olah dia bahkan tidak mau bangun.

 

Pemandangan itu membuatnya jengkel. Sementara dia terjun ke dalam pertempuran, dia berdiri di samping dan nyaris tak bergerak.

 

“Baiklah. Tenanglah. Aku akan berusaha sekuat tenaga sekarang,” jawab Hera sambil wajahnya mengeras karena tekad.

 

Serangan pertamanya hanyalah sebuah ujian, meskipun masih cukup kuat untuk melukai seorang seniman bela diri tingkat master. Namun, terhadap menara emas, serangan itu nyaris tidak meninggalkan bekas—hanya riak-riak samar. Itu mengejutkannya.

 

 

Dia tahu menara itu adalah artefak dewa yang kuat, tetapi pertahanannya lebih kuat dari yang diharapkan. Jika mereka tidak mengerahkan semua yang mereka miliki, mustahil untuk menerobosnya malam ini.

 

Hera menarik napas dalam-dalam dan mengangkat tangannya lagi. Ratusan tombak es hitam muncul di belakangnya, yang dengan cepat membengkak menjadi ribuan. Mereka memenuhi udara seperti badai es yang gelap.

 

Para pendeta di kuil itu merasakan dingin menusuk di kulit kepala mereka, seolah-olah ada jarum es kecil yang menusuk kulit mereka.

 

Awalnya, hanya beberapa tombak yang tampak tidak berarti. Namun sekarang, dengan ribuan tombak yang berkumpul, kekuatannya menjadi luar biasa.

 

“Tembak!” teriak Hera.

 

Dia mengepalkan tinjunya, dan ribuan tombak es melesat ke arah menara emas itu bagaikan badai. Saat tombak-tombak itu menghantam, retakan-retakan tajam terdengar saat gelombang riak meledak di permukaannya.

 

Satu atau dua tidak masalah, tetapi ketika ribuan orang mendarat sekaligus, seluruh bangunan berguncang karena benturan. Riak-riak muncul berlapis-lapis, semakin kuat dengan setiap gelombang, hingga menghantam penghalang yang bersinar seperti air pasang.

 

“Bagus. Lanjutkan.”

 

Zeus akhirnya tersenyum. Ia tahu ini adalah kekuatan Hera yang sebenarnya.

 

Menara emas itu tidak akan hancur hanya dengan satu pukulan, tetapi di bawah tekanan seperti ini, bahkan ia ada batasnya.

 

 

Dia terus menyalurkan energi dan meluncurkan rentetan tombak. Serangan tanpa henti itu membuat menara itu berderit, karena setiap gelombang terbentuk di atas gelombang sebelumnya saat tekanan meningkat.

 

“Hera, biarkan aku bertarung denganmu!”

 

Saat cahaya keemasan di sekitar menara mulai meredup, Zeus merasakan sebuah kesempatan. Kekuatan mengalir deras melalui dirinya saat ia melompat maju, melemparkan bola-bola petir secara berurutan. Setiap ledakan menghantam dengan kekuatan yang memekakkan telinga.

 

Cahaya redup dari menara itu bukan sekadar tanda kelemahan, tetapi sebuah penegasan. Dia bisa melihat bahwa struktur itu punya batas.

 

Cahayanya redup, dan iramanya goyah. Itu tidak akan bertahan selamanya. Begitu ambang batas itu dilanggar, semuanya akan runtuh.

 

Bersama-sama kedua dewa kerajaan itu melancarkan serangan.

 

Bola petir Zeus meledak saat menghantam, dan setiap serangan menyebabkan getaran pada fondasi menara. Tombak es Hera menghujani dalam gelombang, tajam dan tak henti-hentinya, seperti badai salju yang tak kunjung reda.

 

Kekuatan mereka berpadu sempurna: kekuatan dan ketepatan, guntur dan embun beku berpadu menjadi irama yang menghantam bangunan kuno itu tanpa henti.

 

Di dalam kuil, para pendeta merasakan setiap benturan. Kulit kepala mereka terasa geli seakan ditusuk oleh ribuan jarum es. Mereka berdiri membeku, terlalu takut untuk bergerak.

 

 

Mereka tahu bahwa menara itu adalah satu-satunya perisai mereka. Jika gagal, mereka akan langsung musnah. Berhadapan langsung dengan para dewa kerajaan bukan sekadar bunuh diri, tetapi kehancuran.

 

Waktu terus berjalan. Cahaya keemasan semakin meredup dengan setiap embusan angin. Kemudian, tepat saat jejak fajar pertama menyinari cakrawala, cahaya itu menghilang seluruhnya, dan retakan tipis pecah di puncak menara.

 

Bab Lengkap

An Understated Dominance ~ Bab 2566 An Understated Dominance ~ Bab 2566 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on July 03, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.