Bab 771
Perkataan itu bagaikan bom yang
meledak, membuat semua orang membisu dan kebingungan.
Nindi menatap perempuan licik itu
dengan penuh ketidakpercayaan. Di saat segenting ini, dia justu mengandung?
Witan sempat terkejut, tetapi
kemudian segera menghampiri Sania dengan wajah berbinar. "Kamu beneran
hamil?"
Nindi menatap perempuan licik yang
sengaja mengusap perutnya dan berpura-pura hamil. Meskipun begitu, dia tetap
meragukan ucapannya.
Sementara itu, Witan justru percaya.
Dia menopang tubuh Sania dan berkata
kepada Darren. "Kak Darren, kamu dengar sendiri, 'kan? Sania hamil anakku.
Jadi, kita nggak bisa laporin dia ke polisi. Aku nggak mau anakku punya ibu
mantan narapidana."
Darren pun seketika menjadi serba
salah.
Dia sama sekali tidak menduga bahwa
Sania ternyata mengandung di saat yang begitu genting ini.
Nando berbicara. "Dia beneran
hamil atau nggak? Masalah begini harus ada buktinya bukan cuma omongan saja,
biar dokter periksa dulu, kita bakal tahu hasilnya nanti." 1
Tentu saja, cara yang paling
sederhana adalah dengan membeli test pack dan meminta Sania untuk melakukan
tes.
Pada akhirnya, hasil tes itu membuktikan
bahwa Sania benar-benar hamil.
Nindi berbicara dengan nada dingin.
"Dia hamil, lalu apa hubungannya sama dia yang melanggar hukum?
Witan segera menyela. "Jelas ada
hubungannya dong. Sania lagi hamil anakku. Kalau dia sampai dipenjara, kamu
tega lihat keponakanmu punya ibu mantan narapidana?"
"Toh, kandungannya belum lama,
gugurin saja, beres 'kan," ucap Nindi.
"Nindi, kok kamu tega banget
sih? Itu anak lho, dia masih hidup, masa kamu ngomong suruh gugurin begitu
saja?"
"Lalu gimana? Kamu masih mau menikah
dan punya anak sama putri dari musuhmu sendiri? Kamu nggak merasa bersalah sama
Ayah dan Ibu, hah?"
Witan terus terpukul mundur dengan
ucapan wanita itu.
Dengan wajah tebal, dia akhirnya
berbicara. "Dia tetap anakku, kamu mau aku gimana? Aku juga baru tahu
kalau Ayahnya Sania yang bersekongkol buat bunuh orang tua kita. Tapi, aku
percaya, kalau Ayah dan Ibu masih hidup, mereka bakal mengerti kok."
Dasar tidak tahu malu!
Nindi yang mendengarnya seketika
ingin bertindak, tetapi tangan Nando lebih cepat darinya, pria itu menendang
Witan. "Kalau kamu ngomong lagi, percaya atau nggak aku bakal usir kamu
dari rumah?!"
Setelah menerima tendangan, Witan
tetap tidak terima dan berkata, "Tapi, aku sudah susah payah punya anak,
kenapa kalian malah memperlakukanku begini?"
"Lupakan anak itu, kamu bisa
menikah dan punya anak lagi. Nindi benar, kita nggak bisa biarin keturunan dari
anak pembunuh orang tua kita lahir sebagai anggota keluarga Lesmana. Kalau
sampai terjadi, gimana kita bisa menghadap orang Ayah dan Ibu kelak?" ucap
Nando.
Nando sama sekali tidak akan
membiarkan hal seperti ini terjadi.
"Tapi seumur hidup, aku nggak
mungkin segampang itu punya anak. Tubuhku bermasalah, Kak Nando sudah
memeriksanya, kecuali kalau melakukan program bayi tabung. Kalau nggak, mana
bisa aku punya anak secara normal," ucap Witan.
Informasi seperti ini seperti sebuah
bom yang meledak, membuat Nindi terkejut.
Bagaimana dia tidak pernah mendengar
bahwa kondisi tubuh Witan ternyata bermasalah seperti ini?
Memang benar, di kehidupan
sebelumnya, Sania sangat ingin menikah dengan keluarga kaya dan telah
bertunangan dengan Yanuar. Sementara itu, Witan tidak melakukan sesuatu yang
berlebihan, terlebih lagi mengetahui kondisi tubuhnya.
Sania justru tidak menduga bahwa
kondisi tubuh Witan ternyata seperti ini!
Seketika, sorot mata wanita itu
menunjukkan kegembiraan, dan dengan begitu, Witan semakin tidak mungkin
melepaskan anak di dalam kandungannya.
Kini, dia memiliki kesempatan untuk
membalikkan keadaan!
Sania segera berbicara dengan
ekspresi sedih. "Kak Witan, aku tahu aku salah. Setelah punya anak ini,
aku janji jadi istri yang baik, dan nggak akan mengkhianati keluarga Lesmana
lagi. Lagian, Ayahku dulu juga nggak pernah merawatku, jadi aku nggak terlalu
peduli dengannya."
Witan menggenggam tangan Sania dan
memutuskan untuk tetap mempertahankan anak ini.
Dia menatap ke arah Darren. "Kak
Darren, kamu dengar sendiri, 'kan? Sania sudah mengaku salah. Dia juga lagi
mengandung anakku, masa iya kamu tega biarin dia masuk penjara?"
Darren kini sungguh dibuat kuwalahan.
Dia duduk di sofa tanpa tahu harus
bertindak apa, kemudian mengangkat kepala dan melirik ke arah Nindi.
"Kalau begitu, menurutmu aku harus gimana?
"Menurutku, dia tetap harus
dilaporkan ke polisi, supaya dapat hukuman yang sepadan," jawab Nindi.
No comments: