Bangkit dari Luka ~ Bab 795

Bab 795

 

Nindi memegang lukisan itu, lalu tersenyum sinis sambil menatap wanita licik itu.

 

Sania sendiri tak bisa menebak maksud asli dari Nindi. Jadi, dia hanya bisa menjawab ragu-ragu," Kelihatannya memang agak mirip, tapi nggak sepenuhnya sama. Soalnya ini kan cuma gambar buatan manusia, bukan foto. Siapa yang bisa menjamin hasilnya seratus persen akurat?"

 

Sania sudah menyiapkan jawaban itu dari awal.

 

Lagi pula, siapa yang bisa memastikan lukisan hasil tangan orang benar-benar identik dengan aslinya?

 

Nindi tahu betul jika wanita licik ini pasti akan cari-cari alasan. Karena itu, dia langsung melemparkan lukisan itu kembali ke arah Sania. "Kalau nggak mirip, ya, ubah lagi. Terus ubah sampai jadi lebih mirip!"

 

Dia tak akan memberi Sania kesempatan sedikit pun untuk lari dari kenyataan.

 

Sania terkena lemparan itu hingga wajahnya berdebu. Dia kesal bukan main, lalu menatap Witan dengan terisak, "Kak Witan... dari tadi duduk terus, badanku rasanya nggak enak. Boleh nggak aku istirahat sebentar?"

 

Witan sempat ragu, tetapi akhirnya berkata, "Ya, sudah. Istirahat sebentar. Lagi pula, ini memang nggak buru-buru juga."

 

Begitu mendengarnya, Sania langsung berdiri sambil tersenyum manis, tampak jelas ingin melarikan diri.

 

Namun, Darren yang sejak tadi diam langsung bersuara dingin, "Nggak boleh."

 

Sania mematung, tak bisa berkata apa-apa. Dia hanya menatap Witan dengan tatapan memelas.

 

Kini, Sania sadar. Setelah kebenaran tentang ayahnya yang masih hidup terbongkar, keluarga Lesmana benar-benar akan membencinya. Satu-satunya orang yang masih bisa dia andalkan saat ini hanyalah Witan.

 

Witan tampak kesal, "Kakak, kamu lihat sendiri, ' kan? Sania lagi nggak enak badan, kok nggak boleh istirahat sebentar saja, sih?"

 

Kamu ini kenapa sih, Witan? Kita lagi buru-buru cari siapa dalang di balik kematian ayah dan ibu, tapi kamu malah sibuk mikirin wanita ini!"

 

Darren menunjuk hidung Witan seraya membentak, "Kalau kamu mau buang-buang waktu demi wanita ini, terus kamu masih punya muka buat menghadapi orang tua kita?"

 

Witan tetap terlihat kesal, "Tapi... Sania lagi hamil. Kalau dia kecapekan, bagaimana?"

 

Nando langsung menendang kursi di depannya dengan marah, "Memangnya kita suruh dia kerja berat? Cuma disuruh ngomong saja memangnya bisa buat dia pingsan, ya?"

 

Akhirnya, Witan tak berani membantah lagi.

 

Nando menatap tajam ke arah Sania, "Duduk! Baru boleh istirahat setelah gambar ayahmu selesai. Terserah kamu butuh waktu berapa lama."

 

"Tapi, Kak Nando... aku benar-benar nggak enak badan."

 

Sania bertekad untuk pura-pura sakit. Dia bahkan langsung memegang perutnya dan menjatuhkan diri ke lantai, "Kak Witan, perutku sakit."

 

Witan seketika maju dan membantu Sania, "Biar aku antar ke rumah sakit."

 

"Berhenti! Kalau kalian berani pergi satu langkah pun hari ini, jangan pernah kembali lagi."

 

Wajah Darren memerah saking emosinya. Hal terpenting sekarang adalah menyelidiki kebenaran di balik kecelakaan bertahun-tahun lalu. Mereka bahkan harus menggenggam bukti kuat yang bisa menekan keluarga Morris. Itulah satu-satunya cara untuk membuat mereka puas.

 

Namun, Witan justru membiarkan Sania berpura -pura sakit? Darren jelas tidak akan menyetujuinya.

 

Witan pun membalas dengan marah, "Kak, kamu sekarang sudah berubah total. Kamu percaya begitu saja pada omongan Nindi?"

 

"Kalau aku nggak percaya sama omongan Nindi, apa aku harus percaya sama kalian?"

 

Darren bukan orang bodoh. Dia tahu, Nindi tak mungkin bohong soal kecelakaan kedua orang tua mereka.

 

Darren menatap Sania tajam, "Kalau sampai aku tahu kamu bohong, aku nggak bakal biarkan kamu lolos."

 

Sania begitu ketakutan, hingga keringat dingin pun terasa mengaliri punggungnya.

 

"Nando ikut bicara, ""Sania, aku percaya, kamu selama ini pasti berpihak ke keluarga Lesmana, ' kan? Keluarga ini nggak pernah memperlakukanmu dengan buruk.

 

Apa yang dimiliki Nindi bahkan juga kamu punya.""

 

"""Kak Nando ... tentu saja aku tahu.

 

Keluarga Lesmana selalu memperlakukan aku dengan baik.

 

Dalam hati, aku juga sudah menganggap tempat ini sebagai rumahku sendiri."""

 

"Baguslah kalau begitu. Kalau memang benar-benar nggak enak badan, silakan ke rumah sakit. Nanti aku minta pelukisnya ikut ke sana. Kamu masih bisa kasih tahu bagian mana dari lukisannya yang belum mirip sekalian istirahat. Biar dia revisi di tempat."

 

Perkataan Nando itu jelas. Sekalipun Sania dirawat, pekerjaannya tetap harus dilanjutkan.

 

Nando melanjutkan dengan sedikit mengancam, Tapi, kalau kamu tetap nggak mau kerja sama, aku bakal anggap kamu dan ayahmu memang satu kubu. Kalau sampai begitu, anak yang kamu kandung juga nggak bisa dibiarkan lahir. Aku nggak akan biarkan keluarga Lesmana punya ancaman tersembunyi seperti itu.!"

 

"Kakak! Kamu ngomong apa, sih? Itu anakku satu-satunya!"

 

Witan benar-benar terkejut. Dia tak menyangka kakaknya bisa mengatakan hal sekejam itu secara langsung.

 

Ekspresi Nando tetap dingin, "Witan, selama ini Kakak memang selalu memanjakanmu, bahkan membiarkan kamu sesuka hati. Tapi untuk urusan dendam ayah dan ibu... nggak ada ruang buat tawar-menawar."

 

Witan langsung membalas, Sania nggak mungkin berpihak pada ayahnya!"

 

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 795 Bangkit dari Luka ~ Bab 795 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on July 05, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.