Bab 803
Nindi menatap Cakra dan bertanya,
"Sebenarnya ada apa?"
Tiba-tiba saja dia teringat kalau
sepertinya sebelum ini Cakra juga pernah mengatakan hal yang sama, tapi karena
berbagai alasan, dia jadi lupa menanyakannya.
Cakra memandang Nindi dengan serius.
"Sekarang belum waktunya. Tunggu sampai ayah Sania dibawa ke kantor
polisi, baru aku akan memberitahumu Sekarang, ini yang paling penting."
Bagaimanapun juga, saat itu dia akan
menjadi saksi untuk menunjuk keluarga Morris.
Pada saat itu, Nindi pasti akan tahu
segalanya.
Namun, Nindi tidak bisa menahan diri
untuk memikirkan hubungan dekat antara Belinda dan Riska. Mungkinkah Cakra
punya rencana lain?
Karena dia tidak mau mengatakan
sekarang, pasti ada alasannya.
Nindi juga tidak terus bertanya.
Sebenarnya bohong saja kalau dia
tidak tersentuh setelah semua yang Cakra lakukan, termasuk menculik Belinda.
Terlebih lagi, Riska sekarang sudah
tahu tentang ini, dan pasti sangat membencinya.
Jika dia benar-benar ingin bersama
Cakra, melewati hadangan Riska tidak akan mudah.
Memikirkan hal ini, Nindi mendongak
menatapnya. "Setelah aku pergi hari itu, ibumu datang mencarimu. Apa yang
kalian bicarakan?"
Tanpa perlu menebak, dia tahu Riska
pasti sangat marah mengetahui hal ini.
"Nggak ada apa-apa, aku cuma
menceritakan semua hal tentang keluarga Morris. Dia nggak mungkin mengirim
putra kandungnya sendiri ke penjara demi sahabatnya itu."
Setelah mendengar kata-kata ini,
Nindi terdiam cukup lama tanpa berkata apa pun.
Nindi teringat perkataan Nando yang
bilang jika dia mengandalkan Cakra untuk melakukan begitu banyak hal, bagaimana
dia akan membalas Cakra di masa depan?
"Kamu kenapa? Kamu nggak suka,
ya? Ibu ku nggak akan berbuat apa-apa lagi, kamu nggak perlu khawatir."
Bagaimanapun, dialah yang menculik
Belinda. Jika ibunya benar-benar ingin membongkar semuanya demi membela
sahabatnya, maka orang pertama yang terkena imbas adalah dirinya.
Karena itulah Cakra yakin ibunya
tidak akan melakukannya.
Nindi tiba-tiba menoleh ke arah
jendela, suaranya sedikit tercekat, "Tidak apa-apa."
Saat ini ada kegelisahan di matanya,
Cakra sekarang benar-benar baik padanya.
Namun, Nindi juga tahu bahwa urusan
di antara mereka tidak sesederhana ini.
Cakra merasakan suasana di antara
mereka sedikit berbeda.
Dia berkata dengan sungguh-sungguh,
"Setelah ayah Sania tertangkap, bisakah kita bicara baik-baik setelah
itu?"
Ada beberapa hal yang juga ingin dia
jelaskan pada Nindi.
Sinar matahari dari luar jendela
menerangi wajah Cakra, membuat garis-garis wajahnya terlihat lebih tegas. Mata
gelapnya membuat orang tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan.
Ini pertama kalinya Nindi mendengar
Cakra berbicara dengan serius tentang hal ini.
Dia tahu apa jika hal yang ingin dia
bicarakan pasti tentang hubungan mereka.
Selama ini, mereka berdua tidak ada
yang menyinggung konflik yang terjadi sebelumnya, seolah-olah tidak terjadi
apa-apa.
Namun, Nindi tahu bahwa beberapa hal
tidak akan hilang hanya dengan diabaikan.
Sekarang Riska sudah tahu kalau Cakra
menculik Belinda. Memikirkan semua ini saja sudah membuat kepalanya pusing.
Nindi sangat berterima kasih atas
semua yang dilakukan Cakra untuknya. Jika dia mundur sekarang, itu sungguh
tidak adil untuk kebaikan Cakra.
Dia menoleh dan mengangguk dengan
mantap. Matanya penuh tekad. "Baik."
Setelah semuanya selesai, barulah
mereka bicara soal hubungan mereka.
Meskipun nanti semua orang menentang,
ia pun rela menemaninya melewati semua rintangan itu.
Melihat Nindi mengangguk setuju,
Cakra tiba-tiba menggenggam tangannya erat, seolah kehilangan kendali.
"Nindi, terima kasih."
Terima kasih sudah memberiku
kesempatan lagi.' Jantung Nindi berdegup lebih kencang.
No comments: