Bab 802
Nindi memandang sopir itu dengan
penuh kewaspadaan.
Tidak heran orang itu begitu sulit
dihadapi. Jika benar-benar sopir taksi yang sedang mencari penumpang, pasti
tidak akan terus berlama-lama di sini.
Setelah Nindi membongkar
identitasnya, ekspresi sopir itu menjadi sedikit panik. "Kalau bukan kamu
yang pesan taksi, kenapa kamu bicara panjang lebar dengaku?" omelnya.
Setelah mengatakan itu, sopir itu
langsung pergi dengan mobilnya.
Namun, Nindi merasa ada sesuatu yang
tidak beres. Dia melihat sekeliling dan mendapati tidak ada orang lain.
Sekarang hanya dia seorang diri yang
berdiri di pinggir jalan.
Jika sopir itu salah paham mengira
dia adalah penumpang, maka dia pasti akan terus menunggu. Bagaimana mungkin dia
malah marah dan langsung pergi begitu saja?
Jadi ada sesuatu yang mencurigakan
dalam hal ini.
Untung saja Cakra bilang akan
menjemputnya. Jadi, dia membatalkan pesanan. Kalau tadi taksi itu datang lebih
dulu, mungkin dia akan naik ke mobil itu, dan entah apa yang akan terjadi.
Jadi sebenarnya slapa orang yang
mengendalikan sopir ini?
Nindi berpikir sejenak, kemungkinan
besar ada hubungannya dengan keluarga Morris.
Atau bahkan dengan ayahnya Sania?
Setelah lebih dari 10 menit, mobil
Cakra berhenti di depannya.
Setelah Nindi masuk ke dalam mobil,
hal pertama yang ditanyakannya adalah, "Bagaimana keadaan di sana? Apa
ayah Sania akan dapat kabar terlebih dulu, terus kabur?"
Bagaimanapun juga, terakhir kali
Nindi merasa sangat yakin bisa menangkap ayah Sania. Sayang sekali pada
akhirnya dia gagal. Nindi hanya menangkap kaki tangannya saja, bukannya
menangkap ayah Sania.
"Nggak akan, tim kita sudah
memeriksanya. Orang itu masih di toko 4S Motorindo."
"Syukurlah!"
Nindi langsung merasa lega, berarti
kejadian sopir tadi tidak ada hubungannya dengan ayah Sania Kertanegara.
"Kenapa kamu mendadak khawatir
seperti ini? Apa terjadi sesuatu yang nggak aku tahu?"
Nindi ragu sejenak. "Nggak ada
masalah serius kok. Aku cuma terlalu yakin sebelumnya, tapi pada akhirnya aku
gagal dan merasa kecewa untuk waktu yang lama."
"Nindi, kamu bohong. Apa yang
sebenarnya terjadi?
Melihat ekspresi Nindi, Cakra tahu
pasti ada alasan lain.
Nindi mendongak menatap mata hitam
legam itu, akhirnya dia menceritakan kejadian sopir taksi tadi.
Setelah mendengar itu, ekspresi Cakra
langsung berubah. Dia buru-buru berkata, "Apa kamu masih ingat nomor plat
mobilnya? Aku akan menyuruh orang memeriksanya untuk melihat apakah itu kebetulan?"
Nindi memberi tahu Cakra nomor plat
mobil itu."
Menurutku keluarga Morris sudah
menyadari sesuatu. Bagaimanapun juga ibumu sudah tahu kalau kamu yang
melakukannya. Setelah sekian hari, mungkin keluarga Morris sudah menerima kabar
dan menemukan petunjuk."
"Memangnya kenapa kalau mereka
tahu? Yang salah itu mereka, bukan kita."
Kita?
Nindi merasa aneh mendengar kata itu.
"Dia menatap Cakra yang berkata
serius,
""Selama kita bisa
menangkap ayah Sania, kita bisa bebaskan Nyonya Belinda."""
"Memang harus begitu. Kalau
nggak, keluarga Morris bisa saja lapor polisi, dan masalah ini akan makin besar
serta merugikan. Kamu juga bisa kena masalah."
Sampai sekarang keluarga Morris belum
melapor ke polisi, karena mereka sebenarnya juga takut akan akibatnya.
Namun, seiring berjalannya waktu,
tidak bisa dipastikan apa yang akan dilakukan orang-orang keluarga Morris.
"Apakah kamu
mengkhawatirkanku?"
Nindi tanpa sadar menghindari tatapan
matanya." Setidaknya sekarang kita berada di kapal yang sama.
Cakra merasa sangat gugup.
"Kalau begitu kamu harus selalu ingat kalau kita berada di kapal yang
sama. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di pihakmu."
Nindi makin merasa perkataannya agak
aneh.
Dia mendongak menatap Cakra.
"Apa kamu masih menyembunyikan sesuatu dariku?"
"Memang ada satu hal."
No comments: