Bab 773
Sania tidak sepenuhnya yakin,
sehingga sulit baginya untuk memastikan apakah anak itu benar-benar milik Witan
atau bukan.
Namun, saat itu, demi menyelamatkan
dirinya, Sania pasti akan bersikeras menyatakan bahwa anak dalam kandungannya
itu adalah milik Witan.
Sania segera memegangi perutnya.
"Sekarang belum ada tiga bulan, jadi belum bisa tes DNA."
Sekadar dapat menunda sejenak pun
sudah cukup.
Jika dia benar-benar menjalani
pemeriksaan di rumah sakit, tidak menutup kemungkinan akan ditemukan suatu
masalah.
Melihat tingkah perempuan licik yang
tampak menyembunyikan sesuatu, Nindi seketika dapat menebak bahwa wanita itu
mungkin tidak sepenuhnya yakin mengenai siapa ayah kandung anak itu.
Kalau memang seperti itu, kemungkinan
besar anak itu bukan darah daging keluarga Lesmana.
Bukankah barusan Witan mengatakan
bahwa kondisi kesehatannya buruk, bahkan sperma yang layak untuk bayi tabung
pun hampir tidak ada? Kalau begitu, bagaimana mungkin Sania bisa mengandung
secara alami?
Hanya saja, Witan begitu mendambakan
seorang anak, dia seolah mengabaikan semua keraguan yang ada.
Nindi berkata dengan senyum sinis.
"Anakmu itu sudah tiga bulan belum sih? Harus di periksa dulu ke rumah
sakit, baru ketahuan. Kalau jarak tanggalnya nggak cocok, ya nggak perlu
repot-repot buat tes DNA, sudah pasti itu bukan anaknya Witan."
Kali ini, Sania panik bukan kepalang.
Jika benar-benar harus menjalani
pemeriksaan di rumah sakit dan rahasianya terbongkar, bagaimana? Karena, dia
sendiri pun tidak yakin mengenai ayah kandung anak itu.
Saat itu, Witan tiba-tiba berkata,
"Kalau begitu, kita ke rumah sakit buat periksa."
Saat ini, Witan pun tampaknya telah
meragukan Sania.
Bagaimanapun juga, wanita itu
seringkali membohonginya, dan bahkan terlibat hubungan tidak jelas dengan pria
lain.
Sania terlihat sedikit enggan pergi
ke rumah sakit, dia menangis dan berkata, "Kak Witan, kamu juga nggak
percaya sama aku? Kalau begitu, mending aku mati saja."
Nando tampak menahan Witan, dia
menatap ke arah Sania. "Kalau kamu mau mati, nggak usah ke rumah sakit,
mending langsung lapor ke polisi, biar mereka bawa kamu ke kantor polisi."
Sania terlihat seperti seekor ayam
yang tercekik lehernya, dia membisu tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun.
Nando menatap Witan. "Aku yang
bakal antar kalian ke rumah sakit buat periksa."
Nando sama sekali tidak tenang
membiarkan Witan pergi seorang diri, khawatir nanti Sania akan mencari akal
untuk menipunya lagi.
Melihat tidak ada jalan lain, Sania
pun tidak berani berbicara lagi.
Sebelum beranjak, Nando menatap ke
arah Nindi. " Aku ke rumah sakit dulu. Kamu tenang saja, aku akan jelasin
semuanya ke kalian nanti."
Ekspresi Nindi menyiratkan sindiran,
tetapi dia memilih untuk diam.
Bukankah seharusnya masalah ini tidak
sampai serumit ini?
Sania adalah putri dari musuh yang
membunuh Ayah mereka, jadi meskipun dia benar-benar mengandung, masalahnya apa?
Siapa sangka, keluarga Lesmana tetap ingin mempertahankan bayi dalam kandungan
itu.
Nando pergi bersama sejumlah orang,
di ruang tamu hanya menyisakan dia dan Darren yang duduk di sofa dalam keadaan
murung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Nindi tidak bisa menahan diri untuk
mencibir. "Dulu kalian sendiri yang bilang padaku, sebenci apa kalian pada
orang yang membunuh orang tua kita. Tapi sekarang apa? Setelah tahu pelakunya
adalah Ayahnya Sania, kalian seolah nggak tega sama dia, ' kan?"
"Kalau begitu, kasih dulu
uangnya, setelah itu terserah kamu mau lapor polisi atau apa pun itu, aku nggak
akan lagi ikut campur," ucap Darren.
"Tapi, barusan kamu nggak
ngomong begitu lho. Lagian, uang itu juga nggak ada sama aku," ucap Nindi.
"Kalau begitu, serahkan saja
Ayahnya Sanía, biar aku yang cari cara supaya dia mau kembalikan uangnya. Aku
nggak percaya, toh sekarang Sania juga ada di tangan kita, masa dia nggak mau
ngomong jujur juga?"
Nindi menatapnya dengan ekspresi
mengejek. " Ternyata rencanamu begitu, ya? Ya sudah, aku juga bakal jujur,
orang yang aku tangkap waktu itu bukan Ayahnya Sania, melainkan rekannya."
Ekspresi Darren seketika berubah.
"Kamu ngomong apa? Jadi, kamu gagal menangkap Ayahnya Sania, kenapa harus
membohongiku, sih?"
"Kalau aku nggak bohongi kalian,
gimana bisa dapat informasi dari Sania, 'kan?" ujar Nindi.
No comments: