Bangkit dari Luka ~ Bab 775

Bab 775

 

Nindi menyadari bahwa dia telah salah berbicara, kemudian dia bergegas mengalihkan topik pembicaraan. "Eh... sudah malam, aku tutup dulu, ya."

 

Dia segera menutup telepon. Begitu teringat apa yang telah diucapkannya, dia tak kuasa menahan diri untuk mengangkat tangan dan menutupi wajahnya sendiri.

 

Barusan itu dia gila, ya!

 

Kenapa dia jawab begitu sih?'

 

Nindi menggulingkan badan di atas tempat tidur.

 

Ponselnya berdering sekali, dia membenamkan wajah ke bantal, merasa enggan untuk menemui siapa pun.

 

Namun, ponselnya kembali berdering, sepertinya ada pesan masuk.

 

Setelah menunggu beberapa saat, barulah Nindi meraih ponselnya dan menyalakannya. Dia mendapati bahwa pesan itu dikirim oleh Cakra.

 

"?"

 

"Aku bisa dukung semua keputusanmu, kecuali yang barusan, nggak bisa."

 

Ada dua pesan masuk.

 

Setelah membaca pesan yang terakhir, Nindi kembali mengunci layar ponselnya, tanpa niat untuik membalasnya.

 

Masalahnya, dia tidak tahu harus membalas seperti apa.

 

Barusan, dia hanya berniat untuk bergurau.

 

Saat ini, Nindi justru merasa bimbang.

 

Di ujung telepon, Cakra terus menatap ponselnya. Hingga layar ponsel itu mati, tak kunjung ada balasan yang diterima.

 

Ujung lidahnya menekan pipinya, dasar rubah kecil licik.

 

'Habis menggoda lalu kabur?'

 

'Siapa yang mengajarinya, sih?'

 

Keesokkan harinya, Nindi bangun tidur, mengganti pakaian, dan bergegas menuju ruang tamu di lantai satu.

 

Dia melihat Sania yang telah berganti pakaian, duduk dengan santai di sofa. Dia tampak menghadap kepala pelayan dan berkata, "Sekarang aku agak mual, nggak selera makan ini. Mulai sekarang, singkirkan makanan semacam ini dari meja makan."

 

Kepala pelayan baru itu tampak sedikit ragu, kemudian berkata, "Semua ini makanan kesukaan Nona Nindi. Kalau Anda mau yang lain, biar saya siapkan dulu."

 

Maksudnya, apa pun yang menjadi kesukaan Nindi, tidak akan tergantikan.

 

Sania seketika tampak kesal, dia menatap Witan dan berkata, "Kak Witan, aku lagi hamil, nggak begitu selera makan. Masa seorang kepala pelayan bisa -bisanya berekspresi seperti itu padaku?"

 

Witan seketika memakinya dengan keras. "Kamu itu cuma kepala pelayan, harus patuh kalau diperintah! Mulai sekarang, singkirkan makanan semacam ini, ngerti?"

 

Bagaimanapun juga, Sania tengah mengandung anaknya.

 

Nindi yang mendengar percakapan itu pun segera turun dari lantai atas, dia berkata dengan nada dingin dan tajam. "Aku beneran belum pernah ketemu orang senggak tahu malu kalian. Ini tuh rumahku, bebas dong aku mau ngapain saja. Kalau nggak suka, silakan pergi dari sini."

 

Saat Sania melihat Nindi, dia memperlihatkan ekspresi kemenangan.

 

Sebenarnya semalaman Sania merasa begitu gelisah, dia sendiri pun meragukan bahwa anak yang ada dikandungannya ini benar-benar anaknya Witan. Dia tidak mengetahui kapan tepatnya dia hamil, karena siklus menstruasinya sering tidak teratur, bahkan beberapa bulan bisa tidak datang sama sekali.

 

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan tadi malam, usia kandungannya telah memasuki dua bulan.

 

Saat ini, tes DNA belum memungkinkan untuk dilakukan, tetapi waktunya memang sesuai.

 

Sania kembali setelah nyaris kehilangan nyawanya, bagaimana mungkin dia dapat menekan semua kekesalan itu begitu saja?

 

Witan menatap Nindi dan berkata, "Kakak Iparmu lagi hamil, anak dalam perutnya itu keturunan keluarga Lesmana. Berani banget kamu memperlakukannya begitu?"

 

Nindi memutar bola matanya dengan kesal, dan menatap Witan. "Kamu sendiri nggak peduli, buat apa aku peduli sama anak haram di perutnya itu?"

 

"Nindi, jaga mulutmu! Anak haram apaan? Dia tuh anakku!"

 

"Tes DNA saja belum dilakukan, kok bisa-bisanya kamu seyakin itu?"

 

Witan terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab.

 

"Tapi, waktu kehamilannya sudah diperiksa, dan memang cocok, sekitar dua bulan."

 

"Kamu lupa, ya? Waktu keluarga Ciptadi menggelar pesta, Sania sama Yanuar, putra sulung keluarga Gunawan, 'kan sempat bikin heboh. Mereka melakukan adegan film dewasa di depan semua orang. Kayaknya waktunya juga nggak beda jauh, deh."

 

Begitu Witan mendengar perkatan itu, seketika dia merasa seperti tersiram seember air dingin.

 

Iya ya, bagaimana mungkin dia melupakannya?

 

Melihat situasi ini, Sania segera menjelaskan. "

 

Nindi, kamu jangan fitnah, ya. Aku sama Yanuar waktu itu cuma akting, nggak beneran ngelakuin apa -apa. Dia juga selalu hati-hati kok, pakai pengaman terus, jadi nggak mungkin itu sampai membuatku hamil."

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 775 Bangkit dari Luka ~ Bab 775 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on July 05, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.