Bab 776
Sania menggertakkan giginya dengan
geram dalam hati setiap kali memikirkan hal itu.
Jika bukan karena sikap waspada
Nyonya Audy terhadapnya, dia pasti sudah sejak lama berusaha mengandung anak
Yanuar, dan mendapatkan status yang lebih terhormat.
Namun, saat pesta keluarga Ciptadi
saat itu, kejadian berlangsung secara tiba-tiba, dan Yanuar sama sekali tidak
membawa alat kontrasepsi.
Saat itu, mereka memang tidak
mengambil tindakan pencegahan.
Di dalam lubuk hatinya, Sania juga
mulai meragukan segalanya, barangkali anak ini memang milik Yanuar.
Namun, sekarang dia memilih untuk
bungkam, sebab mungkin saja anak ini dapat menjadi penyelamat baginya kelak.
Sikap Witan tidak sekasar sebelumnya,
juga ekspresi bahagianya mulai meredup.
Setelah melihat mereka kesal, barulah
Nindi merasa senang, kemudian dia berkata kepada kepala pelayan baru.
"Bawa makanan kesukaanku ke sini. Kalau yang lain nggak suka, suruh saja
mereka pergi.
Sudah jelas bahwa orang yang dimaksud
Nindi adalah Sania.
Sania dengan geram menatap punggung
Nindi, dengan suara lemah dia berkata kepada Witan. "Kak Witan, Nindi tuh
sengaja mau adu domba kita. Dia mau lihat kita berantem, dia nggak mau kamu
punya anak."
Witan mendengus kesal. "Berani
banget dia! Selama ada aku, anakku akan baik-baik saja."
Usai berbicara, Witan menatap perut
mungil Sania dan berkata, "Pastikan dulu kalau anak yang ada di
kandunganmu itu anakku, kalau bukan, aku bakal buat hidupmu sengsara sampai
mati."
Sania tak kuasa menahan diri dan
gemetar ketakutan, dengan suara manja dia berkata, "Kak Witan, kita sudah
kenal lama lho, masa kamu masih curiga sama aku?"
Witan segera meraih dagu Sania,
dengan ekspresi mengejek dia berkata, "Dulu aku percaya banget sama kamu,
memujamu seperti dewi. Tapi apa?
Sebenarnya kamu cuma wanita murahan
yang mau tidur sama semua pria. Kalau bukan karena kamu mengandung anakku, buat
apa aku repot-repot melindungimu?"
Witan bukan tipe orang yang berlapang
dada.
Semenjak kakinya cedera beberapa
tahun silam. dia berubah menjadi sosok yang mudah curiga, sensitif, dan juga
merasa rendah diri.
Sebelumnya, Sania sempat menghina dia
di depan umum dengan menyebutnya 'si pincang sialan', dan itu sangat melukai
hatinya. Meskipun dia masih menyukai Sania, perasaan itu kini lenyap seiring
berjalannya waktu.
Sania menahan amarah dalam hatinya.
Jika bukan karena rencananya digagalkan oleh si jalang Nindi, dia pasti telah
membawa uang itu dan kabur sejauh mungkin.
Kini, ia harus dikurung oleh keluarga
Lesmana di tempat ini, dan tidak bisa berbuat apa-apa?
Sania tak mampu menahan rasa cemas
dalam hatinya, benarkah Nindi sudah menangkap Ayahnya?
Jadi, apakah rekan-rekan sang Ayah
masih bisa membantunya melarikan diri?
Saat ini Sania begitu membenci
keluarga Lesmana.
Setelah dia berhasil melarikan diri
nanti, dia bersumpah akan membuat keluarga Lesmana menanggung akibatnya.
Saat itu, semua anggota keluarga
Lesmana berkumpul di ruang makan.
Di atas meja, tersaji berbagai
hidangan kesukaan Nindi.
Ekspresi wajah Darren dan Nando
tampak suram. Semalam, Nando mendengar dari Darren bahwa Nindi sebenarnya tidak
berhasil menangkap Ayahnya Sania, dan hanya menangkap seorang kaki tangannya.
Perasaan Nando diliputi kegelisahan.
Setelah berdiskusi dengan Darren, dia
memutuskan untuk menahan Sania di keluarga Lesmana dan menjadikannya sebagai
jaminan. Selama Ayahnya Sania belum berhasil tertangkap, Sania akan tetap
menjadi bidak yang berguna.
Namun, Nindi tampaknya akan menolak,
sehinga keduanya merasa bingung bagaimana harus mengatakannya.
Nindi juga tidak menghiraukan apa
yang mereka pikirkan. Usai kenyang menyantap makanan, dia meletakkan alat
makannya dan bersiap untuk beranjak.
Akhirnya Nando tak kuasa menahan diri
dan mulai berbicara, "Nindi, ada yang perlu aku diskusikan sama
kamu."
Nindi menyeringai sinis. "Kamu
mau diskusi tentang apa?"
Sebenarnya, Nindi telah menebak apa
yang hendak mereka katakan, tidak lain mengenai bagaimana mereka akan menangani
Sania.
"Kami rasa, anak dalam kandungan
Sania itu kemungkinan besar memang anaknya Kakakmu Witan. Kamu sendiri tahu
situasinya sekarang, jadi kami mutusin buat membiarkan Sania tinggal di sini.
Tentu saja, soal masalah Ayahnya Sania, kami juga nggak akan bersikap melunak
ke Sania," ucap Nando.
Nindi sama sekali tidak terkejut
dengan perkataan Nando.
Dia telah menduga apa yang akan
mereka sampaikan semenjak malam itu.
Seulas senyuman sinis terukir di
sudut bibir Nindi.
Nando tampak enggan menatap langsung
ke arah Nindi, tetapi akhirnya dia memberanikan diri dan berkata, "Nindi,
masalah ini nggak sesederhana itu. Kita tunggu sampai hasil penyelidikan kasus
Ayahnya Sania keluar, setelahnya biar hukum yang menanganinya."
"Sudah deh, nggak usah banyak
omong sok bijak begitu. Terserah kalau kalian mau Sania tinggal sementara di
sini, tapi aku punya syarat," ucap Nindi.
Nando seketika menghela napas lega.
"Katakan, apa syaratnya, Nindi?"
"Kalau anak di kandungannya
Sania memang keturunan keluarga Lesmana, dan dia mau terus tinggal di sini,
karena statusnya, dia harus pakai pakaian berkabung dan sujud minta ampun
kepada Ayah dan Ibu setiap hari! Kalau nggak, mana mungkin mereka mau
mengizinkan dia masuk ke rumah ini, 'kan?"
No comments: