Bab 778
Nindi juga enggan berbicara terlalu
banyak di tempat itu. Dia segera berbalik dan meninggalkan vila keluarga Lesmana.
Setelah Nindi pergi, Darren menoleh
dan menatap Witan dengan dingin. "Mulai sekarang, kamu awasin terus Sania.
Jangan kasih dia keluar rumah, walaupun cuma ke depan. Kalau sampai terjadi,
aku bakal usir kamu keluar dari keluarga Lesmana."
Witan merasa sedikit malu. "Kak
Darren, kamu ngomong apa sih? Selama masalah ini belum beres, mana mungkin aku
biarin Sania keluyuran sembarangan. Kamu tenang saja, walaupun aku nggak banyak
bantu soal penyelidikan Orang tua kita, aku pastikan nggak akan jadi beban
kalian."
"Begitu juga bagus."
Darren melangkah keluar dengan
ekspresi marah dan bersiap pergi. Sementara itu, Nando mengekor dari belakang
dengan langkah cepat, berkata dengan berbisik. "Gimana kalau kita kirim
orang buat awasin Nindi? Aku yakin hilangnya Nyonya Belinda pasti ada
hubungannya sama mereka."
Namun, hubungan Nindi dengan mereka
saat ini telah renggang, dan dia enggan memberitahukan mereka mengenai
informasi terkait penyelidikan itu.
"Tentu saja, kita harus kirim
orang buat awasi dia. Sekarang kita nggak tahu apa pun, bahkan juga nggak tahu
di mana Ayahnya Sania sembunyi di mana."
"Aku pernah tanya ke Sania, dia
bilang Ayahnya dulu sembunyi di Dealer 4S. Kita bisa mulai selidiki dari
sana."
"Kita nggak perlu gegabah
masalah ini, yang lebih penting itu dapatkan uang itu kembali."
Nando menatapnya dengan heran.
"Kak Darren, ada yang lebih penting ya daripada cari tahu penyebab
kematian Orang tua kita?"
Darren tampak sedikit kesal.
"Kalau uang itu nggak cepat kita dapatkan, kita harus cari solusi buat
atasi masalah dana, kalau nggak, Lesmana Grup bisa bangkrut tahu!"
Perusahaan yang dia dirikan dengan
jerih payah, haruskan direlakan bangkrut begitu saja, tanpa berbuat apa pun?
Darren merendahkan nada bicaranya.
"Aku bukannya nggak mau cari tahu penyebab kematian Ayah dan Ibu, toh
sudah ada Nindi dan bantuan dari keluarga Julian, dia pasti bisa menangkap
Ayahnya Sania. Kita mau ikut campur juga nggak akan banyak bantu mereka."
"Ya meskipun nggak banyak bantu,
seenggaknya kita nggak bisa diam saja, 'kan?"
Nando tak dapat menerimanya.
"Nando, begini saja, kamu yang
awasi Nindi. Biar aku yang selidiki keberadaan uang itu, sekalian menyelidiki
keberadaan Ayahnya Sania. Setuju nggak?"
"Oke, kalau ada kabar, langsung
hubungi aku."
Dia pun mengerti, mereka tidak boleh
membiarkan Lesmana Grup bangkrut. Sebab jika itu terjadi, apa yang bisa mereka
andalkan untuk menghadapi keluarga Morris nanti?
Di dalam vila.
Sania menatap Witan dengan ekspresi
sedih. "Kak Witan, perutku nggak nyaman banget. Aku boleh ke kamar dulu
buat istirahat, nggak?"
"Ya sudah sana, tapi
kuperingatkan, jangan keluyuran sembarangan. Semua pelayan di rumah ini lagi
awasi kamu, tahu!"
"Iya, aku nggak akan keluyuran
sembarangan kok."
Sania segera menuju kamar tidur dan
menutup pintunya. Dia kemudian meraih ponselnya dan mencoba menghubungi
Ayahnya, tetapi yang muncul hanyalah pemberitahuan bahwa ponselnya sudah tidak
aktif.
'Sial, jangan-jangan Nindi beneran
tangkap Ayah?'
Tidak, dia tidak bisa hanya duduk
pasrah seperti ini.
Sania seketika teringat perkataan
Darren tadi. ' Nyonya Belinda menghilang?'
Dia merenung sejenak, kemudian segera
menghubungi Serena. Di ujung telepon terdengar suara Serena yang tampak kesal.
"Masih ingat telepon aku, ya? Jangan-jangan kamu diusir dari keluarga
Lesmana dan mau pinjam uang?"
Serena mengetahui peristiwa yang
terjadi di pesta pernikahan Sania. Selama beberapa hari ini, Sania tidak
memberi kabar dan absen dari perkuliahan, kemunginan besar wanita itu telah
diusir dari keluarga Lesmana.
Terlebih, mereka yang masuk ke
Fakultas Ekonomi dan Bisnis bukanlah orang sembarangan.
Ekspresi wajah Sania tampak dingin
dan suram." Ibumu hilang, 'kan?"
"Kamu mau meremehkanku, ya? Aku
kasih tahu ya, Ibuku bakal segera ditemukan!"
"Aku tahu siapa yang menculik
Ibumu!"
Tatapan Sania dingin, kali ini dia
akan memastikan bahwa Nindi tidak memiliki tempat untuk dimakamkan.
No comments: