Bab 781
Nindi menatap Sofia di depannya.
Wanita itu jelas tengah mengorek sejauh mana Nindi tahu tentang kecelakaan itu.
Tampaknya, keluarga Morris mulai
menyadarinya.
Namun, sebelum Belinda kembali, Nindi
sama sekali tak ingin membongkarnya pada keluarga Morris.
Nindi mendengus dingin, "Apa
maksudmu bilang kalau aku dan adikmu sudah bertengkar sejak awal semester?
Memangnya kamu nggak tahu bagaimana sifat adikmu, ya?"
"Nona Nindi, aku nggak bermaksud
begitu."
"Nggak bermaksud begitu? Apa
maksudmu? Adikmu menuduhku menculik ibumu, terus kamu datang buat tanya apa aku
punya masalah pribadi dengan keluarga Morris?"
Nindi terkekeh sinis, "Bukannya
aku memang punya masalah dengan dengan keluarga Morris dari dulu? Ini nggak
perlu ditanyakan lagi, bahkan orang buta juga bisa melihatnya."
"Nona Nindi, adikku memang suka
asal bicara."
"Baguslah kalau kamu sadar.
Tapi, melihatmu ke sini buru-buru begini, pasti ibumu belum ditemukan, ya?
Sepertinya keluarga kalian memang sudah banyak berbuat jahat, sampai-sampai
dapat balasan begini sekarang!"
Seusai Nindi mengatakannya, ekspresi
Sofia tampak berubah.
Namun, Sofia tetap mempertahankan
sikap anggun khas putri keluarga terpandang, "Nona Nindi, tentu kami
sangat panik. Aku yakin kamu pasti bisa mengerti perasaan seorang anak pada orang
tuanya.
"Benar, aku sangat mengerti itu.
Karena sekarang pun aku begitu membenci orang yang sudah membunuh orang tuaku.
Aku bahkan berharap bisa menguliti orang itu hidup-hidup, biar dia nggak bisa
tenang bahkan setelah mati!"
Perkataan Nindi terdengar dingin.
Raut wajah Sofia membeku, kemudian
dia berkata," Nona Nindi, aku dengar orang tuamu dulu meninggal gara-gara
kecelakaan mobil, ya?"
"Benar, tapi itu bukan
kecelakaan."
Nindi melangkah maju, seraya menatap
tajam Sofia. Dari ekspresi lawannya, Nindi bisa melihat keinginan menghindar.
Jadi, Sofia memang sudah tahu, 'kan?
Jika tidak, mana mungkin reaksinya seperti itu.
Sofia mencoba bertanya dengan
hati-hati, "Bukan kecelakaan? Maksudmu itu disengaja?"
Ternyata benar. Nindi memang sudah
tahu, ya?' batin Sofia.
Jadi, seberapa banyak sebenarnya yang
sudah Nindi ketahui?
Sofia juga baru tahu bahwa kecelakaan
yang Cakra alami dulu ternyata direncanakan ibunya sendiri. Tujuannya jelas
untuk menutupi kebenarannya, sekaligus menyeret keluarga Julian ke dalam
masalah
Jika keluarga Julian sampai turun
tangan, maka keluarga Morris tak akan terlibat masalah.
Nindi mencibir dingin, "Iya,
mobil yang menabrak orang tuaku itu menerobos lampu merah. Bukankah itu jelas
disengaja?"
"Ternyata begitu, ya."
Sofia menghela napas sejenak,
"Sepertinya, Nindi belum tahu yang sebenarnya, 'kan?' ujar hati Sofia.
'Benar juga, Cakra pasti tahu, tapi
dia memang sengaja nggak kasih tahu Nindi.' lanjut Sofia dalam hati.
Jika memang begitu, hilangnya sang
ibu... mungkin memang tak ada kaitannya dengan Nindi, 'kan?
Nindi tiba-tiba maju, lalu berkata
dengan tajam namun tenang, "Kalau bukan begitu, apa menurutmu masih ada
kemungkinan lain, Nona Sofia?"
Sofia mundur secara spontan beberapa
langkah, kemudian menjawab dengan canggung, "Nggak ada.
"Kamu tahu sesuatu, ya?"
Raut wajah Sofia sedikit tegang,
"Aku cuma asal ngomong. Mana mungkin aku tahu soal begituan?"
Nindi memicingkan matanya, "Iya
juga, sih."
"Nona Nindi, kalau memang
kejadian itu nggak ada hubungannya sama kamu, nanti aku bakal bicara baik-baik
dengan Serena. Biar dia bisa lebih ramah padamu ke depannya."
"Nggak perlu. Aku juga nggak mau
dekat-dekat dia."
Nindi menolaknya mentah-mentah.
Sofia agak kesal dalam hati. Jika
memang Nindi tak tahu tentang kecelakaan itu, berarti Nindi benar -benar tidak
terlibat.
Dia pun melanjutkan, "Nona
Nindi, belakangan ini Cakra juga sibuk bantu aku cari ibuku. Sepertinya dia
nggak punya banyak waktu buat temani kamu. Semoga kamu bisa maklum, ya."
"Aku nggak keberatan. Lagi pula,
hari itu juga aku kok yang suruh dia bantu buat cari ibumu."
Begitu selesai bicara, Nindi langsung
melihat perubahan ekspresi Sofia yang kian membeku.
Dia melanjutkan ucapannya,
"Soalnya aku juga pernah kehilangan orang tua. Aku tahu rasanya kehilangan
itu seperti apa."
Sofia menarik napas dalam-dalam, lalu
berkata sambil tersenyum, "Terima kasih, semoga Nona Nindi juga bisa tabah
menghadapi semuanya."
"Kalimat itu juga buat kami.
Semoga saat waktunya tiba, kamu juga bisa kuat dan tabah."
Raut wajah Sofia langsung berubah
dingin, padahal faktanya sang ibu belum meninggal.
Nindi buru-buru menutup mulutnya,
"Aduh, lihatlah, mulutku memang kadang suka kelewatan. Nona Sofia, jangan
dimasukin hati, ya."
"Mana mungkin."
Meski di permukaan tampak tenang dan
bijak, hatinya kini mulai terbakar, 'Wanita berengsek!! umpat Sofia dalam hati.
Nindi melirik Sofia sekali lagi, lalu
berkata ringan, " Karena sema cuma salah paham, jadi, lupakan saja."
No comments: