Bab 783
Nindi langsung pergi mencari Cakra
untuk bergabung. Di saat sepenting ini, dia jelas harus berada di lokasi.
Namun, saat masih duduk di dalam
taksi, Nindi tiba-tiba menyadari ada seseorang yang membuntutinya.
Dia memperhatikan lewat kaca spion
beberapa saat.
Ternyata benar, ada sebuah mobil yang
begitu mencurigakan.
Mungkinkah itu orang suruhan
kakaknya, atau orang-orang dari keluarga Morris?
Untuk saat ini, Nindi belum bisa
memastikan.
Setelah berpikir sejenak, dia
mengirim pesan pada Cakra, "Sepertinya aku lagi dibuntuti."
Detik berikutnya, telepon dari Cakra
langsung masuk, "Jangan ngomong dulu. Lakukan sesuai instruksi yang aku
kasih. Nanti bakal ada orang yang jemput kamu."
"Oke."
Nindi melirik ke luar jendela, lalu
berkata pada sopir taksi, "Antar saya ke pusat perbelanjaan di tengah
kota."
Karena ada yang membuntutinya, tentu
dia tak bisa pergi ke tempat yang sudah dijanjikan sebelumnya agar tak merusak
rencana.
Setibanya di pusat perbelanjaan,
Nindi langsung naik eskalator menuju lantai atas.
Hari ini ada acara promosi di pusat
perbelanjaan Jadi, kondisinya lebih ramai.
Begitu memasuki kerumunan, Nindi
langsung tersadar bahwa seseorang juga ikut masuk dan membuntutinya.
Namun, dia tetap berpura-pura tidak
tahu. Dia langsung mengikuti arahan Cakra untuk masuk ke toko pakaian dan
mencoba beberapa baju, lalu menyelinap keluar lewat pintu belakang ruang ganti.
Di sana, Nindi mengganti jaketnya dan
menyamar dengan memakai wig serta topi, sebelum langsung menuju ke area parkir
bawah tanah.
Sudah ada mobil yang menunggunya.
Tanpa ragu, dia masuk dan mobil pun langsung melaju pergi.
Barulah saat itu Nindi bisa bernapas
lega. Tak lama kemudian, telepon dari Cakra masuk, "Aku nggak yakin siapa
yang suruh orang itu buat mengikutiku."
Andai saja hari ini Sofia tidak
muncul menemuinya, Nindi pasti langsung mengira orang itu berasal dari pihak
keluarga Lesmana.
Namun, sekarang, semuanya menjadi
samar-samar.
Sofia jelas belum menyerah. Selama
Belinda belum ditemukan, keluarga Morris tak akan berhenti mencurigai keluarga
Lesmana.
Cakra berkata lirih dan tenang dari
seberang sana, " Aku akan kirim orang buat selidiki, yang penting, kamu
segera ke sini dulu."
"Hm... iya ..."
Setelah mengakhiri telepon, Nindi
menatap keluar jendela.
Tak lama kemudian, mobil yang
ditumpanginya sampai di sebuah tempat.
Begitu turun dari mobil, Nindi
langsung melihat Mia yang menunggunya di luar. Dia menoleh ke sekeliling dengan
waspada, lalu mendekat, " Seharusnya dia nggak mungkin mengikuti sampai
sini, 'kan?"
"Tenang saja, ada orang kita
yang mengikuti dari belakang sepanjang jalan, jadi aman."
"Syukurlah."
Nindi akhirnya bisa sedikit bernapas
lega. Dia pun mengikuti mia masuk, kemudian melihat Cakra yang sudah menunggu
di lobi.
Begitu melihat sosonya, pria itu
seketika bangkit, " Kamu nggak apa-apa, 'kan?"
"Nggak apa-apa, kok. Aku cuma
belum yakin dia orang suruhan siapa."
"Siapa pun mereka itu nggak
masalah, yang penting sudah bisa dihindari."
Cakra menundukkan matanya,
"Setelah menyelidiki orang-orang dari Dealer 4S, yang memenuhi kriteria
sebagai Bos Sammy sudah kami data. Totalnya ada enam orang."
Nindi melihat keenam foto itu,
"Tapi belum bisa dipastikan siapa yang sebenarnya, 'kan?"
Cakra menjawab, "Ini butuh
waktu. Cara paling langsung tentu saja dengan tes DNA."
Mia ikut menimpali, "Menurutku,
ada satu cara yang jauh lebih cepat, yaitu suruh Sania yang mengenali. Dia
pasti tahu siapa ayah kandungnya."
Nindi mengangguk setelah
mendengarnya, "Benar juga, Sania pasti tahu yang mana ayahnya."
Jika harus menempuh jalur tes DNA,
mereka harus mencari cara untuk mendapatkan sampel dari orang -orang itu. Tentu
saja itu bukan hal mudah.
Namun, jika hanya perlu seseorang
untuk mengenali wajah, segalanya akan menjadi jauh lebih mudah.
Akan tetapi, bagaimana cara agar si
gadis licik itu berkata jujur?
Nindi kemudian memandang Cakra,
"Apakah paman Sania belum bilang siapa Bos Sammy sebenarnya?"
No comments: