Bab 785
Begitu mendengar ucapan itu, Nindi
langsung menegang.
Tanpa sadar, dia memandang Cakra,
"Lalu, sekarang kita harus bagaimana?"
Baru saja dia khawatir jika tindakan
Cakra akan diketahui oleh keluarga Julian, tak disangka, semuanya justru terjadi
secepat ini.
Setelah dipikir-pikir lagi, Cakra
memang menggunakan koneksi dari dalam keluarga Julian sendiri.
Beberapa hari telah berlalu, Riska
pasti sudah menemukan berbagai petunjuk yang tersebar.
Cakra pun tampak agak terkejut. Dia
melibatkan orang dari koneksi pribadinya. Seharusnya, sang ibu tak akan dengan
mudah mengetahui bahwa ini semua berhubungan dengannya.
Berarti, pasti ada sesuatu yang luput
dari perhitungannya.
Dia menatap Nindi dan berkata dengan
tegas, " Kamu pergi dulu. Biar aku yang tangani semuanya di sini."
Apa pun yang telah diketahui ibunya,
Nindi jelas tidak pantas tetap berada di sini.
Nindi menjadi sedikit khawatir,
"Apa benar semuanya bakal baik-baik saja? Apalagi, Belinda itu sahabat
dekat ibumu. Kalau tahu apa yang kamu lakukan, dia pasti akan sangat marah,
'kan?"
"Tapi, sekalipun Belinda itu
sahabatnya, yang dia lakukan sudah jelas melanggar hukum. Dia bertanggung jawab
atas kematian orang tuamu. Setelah tahu kebenarannya, ibuku mungkin bakal
marah... tapi dia nggak bakal menutupi kejahatan ini."
Meski begitu, hati Nindi tetap
meragu.
Cakra menatap Nindi, "Biar aku
saja yang urus masalah ini. Tapi soal menyelidiki Sania dan menguji
reaksinya... harus kamu sendiri yang lakukan."
Jika bu Riska tahu, berarti jumlah
orang yang tahu soal ini juga akan bertambah. Maka dari itu, Cakra harus segera
membereskan urusan yang melibatkan keluarga Julian.
Nindi menatap sepasang mata yang
dalam itu. Di tengah kekalutan ini, tatapan itu justru membuatnya merasa
tenang.
Sebelum pergi, dia tak tahan untuk
tidak meraih lengan baju Cakra, "Kalau nanti ibumu mau bertemu denganku,
aku sendiri yang bakal jelaskan semuanya."
Cakra menggenggam tangannya seraya
menjawab, " Iya."
Nindi pun tak berlama-lama lagi di
tempat itu. Mia segera mengatur mobil untuk membawanya pergi.
Namun, dia masih agak resah, lalu dia
melirik Mia dan bertanya, "Menurutmu, bagaimana Bu Riska bakal tanganin
masalah ini?"
"Menurutku, dia bukan tipikal
orang yang akan nutupin kejahatan. Kalau tahu kebenarannya, mungkin saja dia
bisa memahami alasan di balik semua tindakan Pak Cakra."
Begitulah jawaban Mia. Meski begitu,
hatinya tahu bahwa masalah ini tetap saja berkaitan dengan keluarga Julian.
Riska tidak mungkin meminta
pertanggung jawaban Nindi.
Akan tetapi, Mia tetap sedikit
was-was.
Jika nanti Nindi tahu semua ini,
bagaimana?
Hubungan mereka bisa jadi akan
terguncang. Mia hanya bisa membayangkannya dalam diam, tanpa berani banyak
bicara.
Tak lama setelah Nindi pergi, mobil
Riska pun sudah terparkir di luar.
Riska membawa dua orang asisten,
kemudian masuk dengan raut penuh amarah.
Begitu melihat Cakra, Riska langsung
berkata tajam, "Di mana kamu sembunyikan dia? Tante Belinda itu sudah
merawatmu sejak kecil. Bagaimana mungkin kamu melakukan hal ini? Menurutmu,
bagaimana aku bisa jelaskan ini nanti ke keluarga Morris?" 1
Amarahnya sudah tak terbendung lagi.
Dia nyaris tak bisa tidur di malam
hari. Seluruh tenaganya tercurah untuk menyelidiki kasus hilangnya sahabat
baiknya.
Riska bahkan sudah mengerahkan semua
koneksi keluarga Julian. Namun, sampai sekarang, tak ada kabar sedikit pun soal
keberadaan Belinda. Hal itu membuatnya mulai curiga.
Benar saja, pada akhirnya dia
menemukan sebuah petunjuk. Yang lebih mengejutkan lagi, semuanya mengarah ke
putranya sendiri.
Sebenarnya, Riska sempat menolak
percaya. Meski dia tahu putranya tak menyukai Sofia, hubungan kedua keluarga
selama ini selalu baik-baik saja. Keluarga Morris pun tak pernah mengkhianati
kepercayaan keluarga Julian. Jadi, menurutnya, tak mungkin anaknya sampai nekat
menculik Belinda.
Namun, hasil penyelidikan yang
didapat ternyata mengarah pada sang putra. Itulah alasan Riska datang dengan
emosi yang meluap, serta menginginkan kejelasan.
No comments: